Hidayatullah.com– Sangat banyak dan kuat aspirasi berbagai pihak yang mengingatkan Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual DPR RI agar RUU P-KS tidak akan membuka ruang pada kebebasan seks tanpa nikah.
Hal itu diakui oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid. Ia mengatakan, saat ini Panja RUU P-KS DPR bersama Panja Pemerintah tetap melanjutkan kinerjanya secara fokus dan cermat dalam membahas dan mematangkan isi RUU P-KS.
Ia mengakui bahwa aspirasi dan desakan untuk pengesahan dan penolakan RUU P-KS terus menguat.
Oleh karena itu, kata dia, aspirasi masyarakat juga harus diakomodir, termasuk jangan sampai kekerasan seksual dalam hal aborsi diurus dengan serius, tetapi kebebasan seks dibiarkan.
“Pemantapan pasal-pasal tindak pidana harus lebih dipertimbangkan untuk masuk ke dalam KUHP. Tindakan ini sesuai dengan semangat penyempurnaan pembangunan sistem hukum pidana. Sesuai pandangan pakar, kita ini kekurangan dalil yang kuat untuk menempatkan RUU P-KS sebagai lex specialist,” ungkapnya dalam keterangannya pekan ini penghujung Agustus 2019.
Baca: Kammi: RUU P-KS Berpotensi Suburkan LGBT dan Perzinaan
Menurut legislator Fraksi Partai Gerindra ini, Panja Pemerintah dan Panja DPR sangat memahami dan sangat setuju pasal-pasal tentang tindak pidana terhadap 9 jenis kekerasan seksual dan berusaha untuk segera mengesahkannya jika konten dan masalah hukum lainnya sudah tepat dan sempurna.
Terkait hal ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) RI telah mengundang kedua panja untuk mendengarkan pandangan dari Pakar Hukum Pidana dan Pakar Hukum Tata Negara, antara lain Dr Muzakir, Dr Supriadi dan Dr Valentina Sagala, beberapa waktu yang lalu. Selain itu hadir pula Anggota Komisi III DPR RI Al Muzammil Yusuf sedang membahas KUHP.
Dalam pandangan dan pikirannya, para pakar tersebut menjelaskan mengenai mulai filosofi hukum, nilai, dan norma hukum, peraturan hukum, keterkaitan, dan kedudukan RUU P-KS dalam sistem Hukum Nasional dan Hukum Pidana.
Baca: KAMMI Tolak RUU P-KS, Desak DPR Tiadakan Pembahasannya
Tidak hanya itu, RUU P-KS juga dilihat kedudukannya dalam ranah undang-undang kekerasan, tindak pidana pelanggaran seksual, bahkan sempat ada masukan tentang konsep judul RUU P-KS itu sendiri.
“Pandangan itu membuat kami selaku Panja DPR akan melakukan pemantapan dan pematangan, dari semua Undang-Undang yang sudah mengatur tentang pidana bagi pelaku kejahatan seksual, kedudukannya dalam sistem hukum nasional, hingga posisi RUU P-KS dalam sistem dan nilai hukum. Harapannya RUU P-KS tetap berbasis kepada nilai hukum, norma hukum dan masyarakat hukum Indonesia, yang bersumber pada Pancasila,” jelasnya.
Pernyataan tersebut dinilai sejalan dengan semangat Ketua Komisi III DPR RI Azis Syamsudin dan Anggota Komisi III DPR RI yang mengajak seluruh komisi di DPR RI agar semua pasal tentang tindak pidana hanya tertuang dalam KUHP.
“Menjadi sebuah keuntungan yang besar bahwa Komisi III juga sedang menggodok, mematangkan, dan menyempurnakan KUHP, sehingga pasal-pasal tindak pidana dalam RUU P-KS punya momen yang tepat dan cetak untuk masuk dalam induk hukum pidana, yaitu RKUHP,” ujar Sodik.
Baca: Tolak RUU P-KS, #IndonesiaTanpaJIL Gandeng Komunitas Se-Jakarta
Sementara RUU P-KS masih dibahas dengan akselerasi maksimum, Sodik mengimbau agar para penegak hukum juga lebih sigap, lebih konsisten, dan lebih maksimal dalam menerapkan peraturan dan hukuman bagi para pelaku kejahatan seksual.
“Ini penting, agar kekerasan seksual tidak meningkat seperti yang menjadi kekhawatiran masyarakat,” ujarnya memungkas.*