Hidayatullah.com– Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Senin (28/10/2019) mengungkap hasil investigasi tim pencari fakta terkait peristiwa kerusuhan pada bulan Mei 2019 yang terjadi di sejumlah titik di pusat Jakarta.
Di era pemerintah baru saat, peristiwa kerusuhan 21-22 Mei 2019 lalu masih menyisakan banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan.
Hasil temuan disimpulkan dalam beberapa poin. Antara lain, pertama, dalam kerusuhan Mei lalu terdapat 10 warga sipil meninggal dunia. 9 orang korban berasal dari Jakarta, dan satu orang di kota Pontianak.
”Empat korban dari 10 orang yang meninggal adalah anak-anak,” ujar Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara saat menggelar konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (28/10/2019).
Kedua, Tim Pencari Fakta (TPF) Komnas HAM RI menerima laporan dari masyarakat, bahwa setelah peristiwa 21-23 Mei lalu, sebanyak 70 orang diduga hilang, kemudian menyusut menjadi 32 orang.
Kata Beka, ke 32 korban itu ada yang ditangkap dan ditahan oleh Polri. TPF Komnas HAM menilai, munculnya laporan ini dikarenakan lemahnya keadilan dan manajemen penyidikan Polri.
Menurutnya, hingga saat ini masih ada korban yang belum memberikan keterangan kepada Komnas HAM.
“Salah satu kesulitan kami untuk melakukan pengecekan, karena mereka tidak memberikan data dan alamat yang jelas,” ungkapnya kutip INI-Net.
Ketiga, sebut Beka, terkait peristiwa 21-23 Mei, ada seorang ‘master mind’ yang membuat aksi orasi menjadi jadi aksi rusuh.
Komnas HAM menduga ada pihak yang ingin membuat instabilitas keamanan.
“Kita semua tahu jika aksi demo telah selesai jam 9 malam. Setelah itu, mulai terjadi kerusuhan,” ungkapnya.
Terkait dugaan itu, TPF Komnas HAM katanya akan mengirimkan secara resmi temuan fakta-fakta yang ada kepada Presiden dan Kapolri.
Harapannya, peristiwa serupa tidak terulang lagi, dan kedepannya aksi demonstrasi bisa dilakukan secara damai agar tidak ada yang menunggagi dan memanfaatkan dalam konteks politik.*