Hidayatullah.com– Pemerintah secara resmi telah menaikkan iuran Pemerintah resmi menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sejumlah dua kali lipat.
Hal ini tertuang pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo tertanggal 24 Oktober 2019.
Peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI), Teguh Dartanto menilai, iuran BPJS Kesehatan yang telah resmi naik diperkirakan akan membuat banyak peserta program JKN turun kelas.
Teguh menyebut, penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya menunjukkan adanya perpindahan kelas oleh peserta JKN saat terjadi kenaikan besaran iuran.
“Saya punya data panel orang yang sama, tahun 2015 dibandingkan tahun 2017 itu kelasnya beda-beda semua, rata rata turun kelas karena ada kenaikan iuran,” ujar Teguh kutip INI-Net, Rabu (30/10/2019). Pemerintah pada 2016 sempat menaikkan besaran iuran BPJS Kesehatan.
Dalam Pasal 34 Perpres 75 tahun 2019, tarif iuran kelas Mandiri III dengan manfaat pelayanan di ruang kelas perawatan kelas III naik Rp16.500 dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per peserta per bulan.
Lalu, iuran kelas mandiri II dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu per peserta per bulan.
Terakhir, iuran kepesertaan BPJS Kesehatan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I melonjak dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per peserta per bulan. Kenaikan iuran tersebut diterapkan mulai 1 Januari 2020 mendatang.
“Untuk meningkatkan kualitas dan kesinambungan program jaminan kesehatan perlu dilakukan penyesuaian beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan,” kutip Presiden Jokowi dalam pertimbangan Perpres 75 tahun 2019.
Baca: PKS: Naiknya Iuran BPJS Membebani Tukang Ojek dan Pekerja Lain
Sebelumnya Anggota DPR RI yang juga berprofesi sebagai dokter, dr Adang Sudrajat telah meminta pemerintah untuk membatalkan rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Legislator dari Kabupaten Bandung dan Bandung Barat ini berkeyakinan, bila BPJS dinaikkan, dampak yang dirasakan masyarakat yang tergolong memiliki ekonomi lemah akan sangat terasa bebannya.
“Saya melihat, bahwa Pemerintah saat ini sedang tambal sulam kebijakan, untuk menutupi defisit BPJS, yang cenderung memberatkan dan membebani rakyat,” ujar dokter Adang dalam rilis PKS kepada hidayatullah.com.
Dokter Adang menjelaskan, masyarakat yang paling terbebani oleh kenaikan BPJS adalah masyarakat yang merupakan Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU).
Mereka, jelasnya, adalah pekerja yang melakukan kegiatan atau usaha ekonomi secara mandiri untuk memperoleh penghasilan dari kegiatan atau usahanya tersebut.
Mereka, terangnya, meliputi pemberi kerja, pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri, dan pekerja yang tidak termasuk pekerja di luar hubungan kerja yang bukan menerima upah, seperti tukang ojek, supir angkot, pedagang keliling, dokter, pengacara/advokat, dan artis.
“Pekerja bukan penerima upah adalah kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap perubahan iklim usaha, tapi paling berjasa dalam memacu perekonomian. Golongan ini ditenggarai yang paling banyak menunggak iuran BPJS, karena iklim usaha yang tidak kondusif,” urai Adang.*