Hidayatullah.com– Madrasah Anti Korupsi (MAK) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar memeriksa semua komisioner, baik anggota maupun ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Wakil Direktur MAK Gufroni mengatakan, mendengar berita operasi tangkap tangan (OTT) terhadap anggota KPU Wahyu Setiawan (WS) tentu membuat publik terhenyak, kaget dan tak percaya bahwa KPU juga ternyata rawan suap.
“KPU sekarang sudah terpapar virus korupsi. Kita tentu sedih, kecewa dan marah ada anggotanya yang tak lagi punya integritas dan justru terlibat praktik suap. Nilai-nilai kode etik penyelenggara Pemilu hancur seketika oleh ulah oknum ini. Tentu saja kasus ini akan memberi pengaruh yang berat secara psikologis bagi penyelengara Pemilu di daerah-daerah terutama yang akan menyelenggarakan Pilkada 2020,” ujar Gufroni dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis (09/01/2020).
Gufroni mengatakan pertanyaan buat kita adalah apakah kasus suap ini dilakukan sendiri oleh Wahyu Setiawan dengan tidak melibatkan komisioner KPU lainnya? Mengingat segala keputusan KPU itu harus kolektif kolegial. Tidak bisa diputuskan oleh individu, melainkan harus bersama dengan komisioner lainnya.
“Oleh karena itu, demi mengungkap fakta yang sebenar-benarnya maka seluruh komisioner baik ketua KPU dan anggota harus diperiksa oleh KPK. Juga dilakukan penggeledahan seluruh ruangan KPU untuk mengumpulkan bukti-bukti terkait kasus suap dan penyalahgunaan wewenang lainnya,” ujarnya.
Diharapkan, dengan adanya OTT KPK ini, menjadi pintu masuk untuk membongkar indikasi penyalahgunaan wewenang di tubuh KPU terkait pengelolaan keuangan dalam kegiatan Pilpres dan Pileg 2019 yang lalu.
“Seperti proyek pengadaan logistik di KPU. Termasuk menelusuri kembali indikasi jual beli suara dan membuka tabir adanya informasi dugaan praktik suap dan gratifikasi yang sempat beredar saat seleksi anggota KPU tingkat daerah,” sebutnya.
Ia mengatakan, KPU sekarang bukan lagi lembaga negara yang bersih dari korupsi. Dimana katanya korupsi politik di KPU selama ini banyak merusak kompetisi politik di Indonesia.
“Salah satu upaya pemberantasan korupsi politik, akarnya bersihkan KPU mulai pusat sampai dengan daerah, transaksi jual beli suara dan lainnya selama ini sudah menjadi rahasia umum. Gara-gara kasus suap ini, integritas penyelenggara Pemilu menjadi ambyaar dan hanya jadi sekadar jargon tak bermakna hanya ada di dalam pasal di UU Penyelenggara Pemilu saja,” ujarnya.
Menurut Madrasah Anti Korupsi, dalam dunia penyelenggara Pemilu kata integritas seolah-olah kata azimat nan sakral. Dalam setiap tahapan seleksi, integritas calon selalu menjadi bahan pertanyaan kepada para calon penyelenggara Pemilu. Sebab integritas menjadi kunci yang sangat menentukan suksesnya penyelenggaraan Pemilu.
“Namun kata integritas sudah tak lagi punya daya sakralnya sebab salah satu komisioner KPU RI terjaring OTT KPK dalam kasus dugaan suap berinisial WS kemarin (Rabu, 08/01/2020). Ada waktu 1×24 jam untuk menentukan statusnya apakah menjadi tersangka atau saksi. Tanpa mendahului konferensi pers KPK hari ini, diyakini WS ini bakal ditetapkan sebagai tersangka. Karena yang bersangkutan sebagai penyelenggara negara yang menjadi target utama dalam OTT tersebut,” sebut Gufroni.*