Hidayatullah.com– Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Prof Din Syamsuddin sejak kemarin berada di Zagreb, Kroasia, untuk menghadiri konferensi bertema Al-Ukhuwwah al-Insaniyah li Ta’ziz al-Silm wa al- Amni al-‘Alamy (Human Brotherhood for the Enhancement of Peace and Security).
Konferensi ini digelar bersama Rabithah al-‘Alam al-Islami (Muslim World League/Liga Islam Sedunia) dan Meshihat of Islamic Community in Croatia serta didukung oleh Pemerintah Kroasia.
Konferensi berlangsung dua hari, Selasa-Rabu (04-05/02/2020) dan dihadiri sekitar 200 tokoh Muslim, Kristen, dan Yahudi dari mancanegara.
Konferensi dibuka oleh Presiden Kroasia Kolinda Grabar-Kitarovic. Hadir pula pada pembukaan Perdana Menteri Kroasia Andrej Plencovic, Presiden Parlemen Kroasia, Wali Kota Zagreb, dan tentu Sekjen Liga Islam Sedunia Dr Abd al-Karim al-‘Isa.
Din Syamsuddin menjelaskan, konferensi ini sebenarnya diselenggarakan untuk memperingati setahun Piagam Persaudaraan Kemanusiaan untuk Ko-Eksistensi dan Perdamaian, yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus dan Syeikh Al-Azhar Ahmad Al-Thayyib di Abu Dhabi (04/02/2019).
Menurut Din Syamsuddin, peristiwa tersebut memang patut diperingati karena mengandung makna historis, monumental, dan simbolik besar. Tidak hanya ditandatangani oleh dua lembaga keagamaan tinggi, Vatikan dan Al-Azhar, tapi juga dua komunitas agama besar, Islam dan Katholik.
Namun yang lebih penting, menurut mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu, Piagam Persaudaraan Kemanusiaan bukan hanya ditandatangani dan diperingati tapi diamalkan dalam kehidupan nyata.
Guru Besar Politik Islam Global FISIP UIN Jakarta ini lebih lanjut mengatakan, disrupsi besar yang dialami dunia dewasa ini harus segera ditanggulangi bersama. Kerusakan global akumulatif yang diciptakannya bersifat struktural dan sistemik.
“Jika tidak ditanggulangi secara sistemik atau kesisteman maka akan membawa dampak sistemik terhadap kerusakan peradaban,” dalam keterangan tertulisnya diterima hidayatullah.com, Rabu (05/02/2020).
Sebagai solusi, menurut Din Syamsuddin yang pekan lalu berpidato pada Konferensi Al-Azhar di Kairo, selain perlu adanya Sistem Dunia Baru yang menekankan Jalan Tengah (Wasathiyah), perlu juga dasar pijak kehidupan umat manusia pada persaudaraan kemanusiaan.
Hal ini diperlukan karena kata dia umat manusia sudah terkotak-kotak pada egosentrisme, baik atas dasar agama, ras, etnik, maupun kepentingan ekonomi dan politik.
Percakapan dalam konferensi itu, jelasnya, berpusar pada perspektif teologis dari masing-masing agama tentang persaudaraan kemanusiaan, yakni bahwa umat manusia sejatinya bersaudara, maka perlu dikembangkan persaudaraan kemanusiaan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Dalam kaitan ini, Din Syamsuddin menegaskan, kesadaran akan persaudaraan kemanusiaan itu meniscayakan adanya rasa kasih sayang (tarahum) yang melintasi tapal batas primordial seperti agama, ras, bangsa, dan suku-bangsa.
Din menambahkan, tarahum (kasih sayang) perlu berlanjut pada taaruf yakni saling memahami dan menghormati, yang kemudian mendorong adanya ta’awun atau kerja sama, dan paling tinggi dapat mengambil bentuk tadhamun yaitu saling melindungi.
Sayang, sebut Din Syamsuddin, ajaran-ajaran agama yang luhur dan agung ini mudah dikatakan tapi susah dilaksanakan.*