Hidayatullah.com– Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta menilai, pemerintah yang pada awal mula munculnya virus corona (Covid-19) seperti mengganggap remeh, kini malah gagap menghadapi wabah virus corona.
“Sampai hari ini pemerintah belum memiliki skema jelas dalam penanganan wabah corona. Kami mendapatkan informasi dari masyarakat di berbagai daerah banyak yang mengeluh, bingung, dan semakin khawatir akibat tidak mendapatkan pelayanan secara aman dan meyakinkan ketika merasa ada indikasi terpapar virus Covid-19,” ujarnya dalam keterangannya di Jakarta kepada hidayatullah.com, Selasa (17/03/2020).
Anggota Komisi I DPR RI ini menilai, masyarakat yang ingin mengecek kondisi karena memiliki gejala dan riwayat kontak dengan suspect bahkan positif corona ketika datang ke rumah sakit rujukan semakin bingung dan khawatir.
“Penanganan pasien amburadul, mulai dari ruang isolasi yang tersedia ternyata banyak ditemukan kurang layak seperti pasien yang memiliki indikasi Covid-19 disatukan dalam satu ruangan yang berisi 4-6 orang.
Ruang isolasi sangat terbatas jumlah maupun fasilitasnya. Setelah dicek di lapangan banyak rumah sakit di berbagai daerah belum memiliki fasilitas memadai seperti negatif presure. Fasilitas yang dipergunakan untuk isolasi merupakan peninggalan dari kasus-kasus sebelumnya. Pemerintah pun sampai sekarang belum menyediakan anggaran untuk perlengkapan maupun penambahan ruang ruang yang diperlukan,” beber Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini.
Baca: Teladan Sahabat Umar dan Amr bin Al-Ash saat Wabah Tho’un Amwas
Ia mengatakan, sejak pengumuman kasus pertama Covid-19, kasus-kasus selanjutnya membuat publik bingung. Ditemukan beberapa kasus yang berubah hasil, salah satunya pasien suspect asal Bekasi yang meninggal di Cianjur. Perubahan hasil ini menurutnya akibat tidak tersedia standar Virus Transport Medium (VTM).
Padahal, persoalan manajemen sampel yang dikirim ke laboratorium merupakan hal krusial untuk menentukan status pasien. Jika manajemen tidak sesuai standar, lanjutnya, bisa mengakibatkan hasil negatif palsu yaitu hasil negatif namun pada kenyataannya positif Covid-19.
“Selain persoalan VTM, jumlah kasus terus bertambah secara signifikan setiap hari 3 lab yang ditunjuk pemerintah untuk memeriksa sampel tidak akan sanggup dan secara cepat memproses specimen. Walaupun pemerintah telah menambah lokasi pengujian sampel di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL) dan Universitas Airlangga, dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Institute, namun dua lab tersebut dirasa masih kurang,” ujarnya.
Doktor lulusan Inggris ini ini menyarankan, harus ada penambahan alat dan sinergi dengan kampus dan perusahaan yang memiliki peralatan uji Covid-19.
Persoalan kemanusiaan pun bertambah, menurutnya, yaitu seolah-olah negara sengaja mengorbankan awak medis.
“Jubir pemerintah mengatakan bahwa merupakan sebuah resiko yang harus ditanggung oleh tenaga medis ketika menangani pasien Covid-19. Pernyataan ini mungkin benar namun menjadi konyol dan seakan tidak peduli dengan jihad tenaga medis karena di lapangan alat perlindungan diri (APD) tidak tersedia secara memadai,” ujarnya.
Perlengkapan bagi tenaga medis yang tidak memadai dari segi jenis maupun jumlahnya, akan membahayakan tenaga medis. Bisa jadi mengubah status dari penolong menjadi korban. Tentu kejadian ini tidak boleh terjadi.
Baca: PKS: Jokowi Bertanggung Jawab Penuh Pimpin Penanganan Covid-19
Sukamta mengatakan, di antara kacaunya kondisi, hal terpenting yang seharusnya pemerintah segera perbaiki ialah manajemen penanganan wabah corona sebelum terjadi kondisi di luar kendali.
“Apabila pemerintah kembali terlambat menyiapkan dan mengambil langkah-langkah strategis, maka sulit untuk mengendalikan situasi yang sudah chaos,” pesan anggota DPR RI Dapil DI Yogyakarta ini.
Sementara itu, katanya, saat perhatian masyarakat tertuju pada penanganan kasus corona, pemerintah ternyata masih membuka pintu masuk Warga Negara Asing dari negara yang terkena wabah Covid-19 secara rombongan.
Hal ini, terangnya, akan memperparah psikologis masyarakat dan menambah pekerjaan penanganan kasus-kasus yang ada jika WNA yang masuk ternyata terinvekasi Covid-19.*