Hidayatullah.com– Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwa terbarunya mewajibkan para penanggung jawab kesehatan mengatur pergeseran atau penetapan jam kerja (shift) tenaga kesehatan (nakes) Muslim agar tetap bisa shalat.
Fatwa ini diterbitkan MUI terkait nakes yang menangani pasien terpapar virus corona jenis baru (Covid-19). Para penanggung jawab kesehatan itu antara lain Kementerian Kesehatan maupun pihak rumah sakit (RS).
Dalam poin ke-10 Ketentuan Hukum fatwa tersebut berbunyi:
“Penanggung jawab bidang kesehatan wajib mengatur shift bagi tenaga kesehatan muslim yang bertugas dengan mempertimbangkan waktu shalat agar dapat menjalankan kewajiban ibadah dan menjaga keselamatan diri.”
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni’am Sholeh membenarkan bahwa penanggung jawab bidang kesehatan yang dimaksud dalam fatwa itu termasuk Kemenkes dan pihak RS yang menangani pasien Covid-19.
“Ya (penanggung jawab bidang kesehatan itu termasuk rumah sakit atau Kementerian Kesehatan, red),” jawab Asrorun saat dikonfirmasi hidayatullah.com lewat pesan singkatnya, Kamis (26/03/2020) malam.
Sementara dalam poin ke-11 fatwa tersebut, MUI menyebutkan bahwa tenaga kesehatan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman untuk melaksanakan shalat dengan tetap memperhatikan aspek keselamatan diri.
Baca juga: MUI Terbitkan Fatwa Kaifiat Shalat Bagi Nakes Saat Menangani Covid-19
Diberitakan hidayatullah.com sebelumnya, Komisi Fatwa MUI Pusat mengeluarkan fatwa terbaru terkait ibadah shalat bagi tenaga kesehatan (nakes) atau tim medis dalam penanganan pasien virus corona jenis baru.
Fatwa Nomor 17 Tahun 2020 ini tentang Pedoman Kaifiat Salat bagi Tenaga Kesehatan yang Memakai Alat Pelindung Diri (APD) Saat Merawat dan Menangani Pasien Covid-19.
Sebelumnya, Wakil Presiden KH Ma’ruf meminta MUI dan ormas Islam membahas dua fatwa terkait pandemi Covid-19.
Kiai Ma’ruf di Jakarta, Senin (23/03) mengatakan bahwa dirinya meminta MUI dan ormas Islam di Indonesia membahas dua fatwa terkait Covid-19.
Fatwa pertama, kata dia, adalah tentang penanganan jenazah penderita Covid-19 bila terjadi kekurangan petugas atau kondisi yang tidak memungkinkan, seperti tidak memungkinkan memandikan jenazah.
“Untuk mengantisipasi ke depan, saya juga meminta MUI dan ormas Islam mengeluarkan fatwa kalau terjadi kesulitan mengurusi jenazah penderita corona. Ini karena kurang misalnya petugas medisnya atau karena situasi yang tidak memungkinkan,”katanya.
“Kami ingin meminta supaya MUI dan ormas Islam membuat fatwa sehingga tidak kesulitan kalau itu terjadi,” imbuhnya.
Baca: Curhatan Ibu dari Nakes yang Berjuang Melawan Covid-19
Fatwa kedua yang diminta Kiai Ma’ruf adalah terkait kebolehan shalat tanpa wudhu dan tanpa tayamum sehingga bisa menenangkan petugas medis. Menurutnya, selama bertugas menangani corona ini, para petugas medis tidak diperkenankan membuka pakaiannya sampai delapan jam, sehingga tidak kemungkinan bertayamum atau wudhu.
“Kemungkinan dia tidak bisa melakukan, kalau mau shalat tidak bisa wudhu, tidak bisa tayamum, saya mohon ada fatwanya misalnya tentang kebolehan orang shalat tanpa wudhu, tanpa tayamum, ini menjadi penting sehingga petugas bisa tenang,” paparnya.
Kejadian-kejadian seperti itu, menurutnya, sudah dialami oleh para petugas medis di lapangan.*