Hidayatullah.com– Dalam fatwa terbarunya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali menegaskan bahwa pengurusan jenazah korban virus corona jenis baru (Covid-19) harus sesuai syariah dan protokol medis.
MUI pada Jumat (27/03/2020) mengeluarkan fatwa terbaru Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana’iz) Muslim yang terinfeksi Covid-19.
Dalam Ketentuan Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 angka 7 sebelumnya, secara umum ditetapkan bahwa pengurusan jenazah yang terpapar Covid-19, terutama dalam memandikan dan mengafani, harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat.
Sementara untuk menshalatkan dan menguburkannya, dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19.
Baca: Bijak Menyikapi Ditiadakan atau Digelarnya Shalat Jamaah Saat Wabah
MUI menjelaskan, umat Islam yang meninggal karena Covid-19 sesuai dengan pandangan Syara’ masuk dalam kategori “syahid akhirat”.
Hak-hak jenazah seperti memandikan, mengkafani, menshalati, serta menguburkan wajib dipenuhi. Pelaksanaan hak-hak jenazah itu pun wajib mempertimbangkan keselamatan petugas dengan mematuhi ketentuan protokol medis.
Dimulai dari hak pertama, yakni memandikan, bahwa sesuai Syariat, jelas MUI, jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya. Petugas yang memandikan wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang dimandikan atau dikafani.
Kalau petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama, kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, Asrorun Niam Sholeh, maka jenazah itu dimandikan oleh petugas yang ada.
“Dengan syarat jenazah dimandikan tetap memakai pakaian, jika tidak, maka ditayamumkan,” imbuh Asrorun lewat keterangan tertulis diterima hidayatullah.com, Jumat (27/03/2020).
Kalau ada najis dalam diri jenazah, maka perlu dibersihkan terlebih dahulu. Jenazah itu dimandikan dengan cara mengucurkan air secara merata ke seluruh bagian tubuh jenazah.
Baca: MUI: Kemenkes-RS Wajib Atur Shift Nakes Muslim Agar Bisa Shalat
Proses memandikan jenazah ini dapat diganti dengan tayamum kalau memang tak memungkinkan dimandikan. Cara tayamumnya dengan mengusap wajah dan kedua tangan jenazah (minimal sampai pergelangan tangan) dengan debu.
Untuk kepentingan perlindungan diri pada saat mengusap, kata Asrorun, petugas tetap menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
MUI menjelaskan, kalau beberapa ahli mengatakan bahwa jenazah Covid-19 itu tak mungkin dimandikan atau ditayamumkan karena berbahaya terhadap petugas, maka berdasarkan ketentuan Dlarurat Syar’iyyah (hukum darurat), jenazah itu tak perlu dimandikan atau ditayamumkan.
Jenazah yang tidak dimandikan atau ditayamumkan itu kemudian dikafani menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh.
Jenazah lantas dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman serta tidak tembus air. Hal ini untuk mencegah penularan virus sekaligus menjaga keselamatan petugas. Kalau masih ditemukan najis di tubuh jenazah setelah mengkafani, petugas dapat mengabaikan najis itu.
Baca: MUI Terbitkan Fatwa Kaifiat Shalat Bagi Nakes Saat Menangani Covid-19
Masih menurut fatwa terbaru MUI, setelah proses mengafani seperti itu, jenazah lalu dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara. Tubuh jenazah itu dimiringkan ke kanan supaya saat dikuburkan jenazah itu menghadap kiblat.
Setelah itu, jenazah disunnahkan untuk segera dishalatkan. Pihak yang menshalatkan wajib menjaga diri dari penularan virus, sehingga lokasi shalat di sebuah tempat yang aman dari penularan Covid-19.
Kalau tak memungkinkan ditemukan tempat aman, maka shalat untuk jenazah itu dapat dilakukan di kuburan sebelum maupun sesudah dimakamkan. Kalau tetap tak memungkinkan, maka dapat menggunakan shalat ghaib (jarak jauh).
Di bagian akhir, yakni menguburkan jenazah, perlu dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan protokol medis. Proses penguburan dilakukan dengan memasukkan jenazah beserta petinya ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, maupun kain kafan jenazah.
Karena kondisi darurat (ad-dlarurah al-syar’iyyah), maka penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur diperbolehkan. Hal ini berdasarkan Ketentuan Fatwa MUI Nomor 34 Tahun 2004 terkait Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana’iz) dalam Keadaan Darurat.*