Hidayatullah.com– Sejak wilayah Surabaya, Jawa Timur, dinyatakan sebagai zona merah virus corona jenis baru (Covid-19), sebagian masjid ada yang masih membuka pintunya untuk dipakai shalat 5 waktu berjamaah dan shalat Jumat.
Sebagian lain, ada beberapa masjid secara penuh sudah menutup pintu rapat-rapat masjidnya untuk dipakai shalat 5 waktu.
Bagaimana menyikapinya, tentu diperlukan sikap yang bijak, tidak saling menyalahkan apalagi mencela keputusan dan ikhtiar masing-masing.
“Tidak ada masalah khilafiyah apalagi soal furu’iyah, soal ditiadakan dan diperbolehkannya adanya shalat berjamaah di daerah wabah penyakit,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda Surabaya, KH Ahmad Fauzi, kepada hidayatullah.com Surabaya (23/03/2020).
Menurutnya, karena situasi pandemi Covid-19 saat ini sudah rawan dan sangat membahayakan, maka boleh mengambil keputusan sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Fatwa MUI.
Baca: Fatwa MUI: Hukum Shalat Jumat Saat Wabah Sesuai Kondisi Seseorang dan Daerah
KH Ahmad Fauzi mengatakan, bagi masjid yang masih terbuka, pastikan bahwa jamaah yang hadir adalah masyarakat mukimin bukan masyarakat yang pendatang (safar).
Dan pastikan pula, katanya, bahwa jamaah yang hadir hendak melakukan shalat sudah dalam keadaan bersih dan suci sejak dari rumah.
Bagi takmir masjid atau mushalla yang masih memperkenankan adanya shalat jamaah, katanya, harus ketat terhadap jamaah dan selalu disampaikan agar yang hadir benar-benar jamaah yang sehat, bersih, dan suci.
“Jangan teledor. Dan jamaah harus patuh terhadap keputusan takmir,” imbuhnya.
Memang dilema bagi takmir masjid untuk tidak membuka masjid untuk shalat utamanya bagi masyakarat mukimin.
“Dan bila masjid tersebut tetap memberikan peluang untuk jamaah shalat di masjid, maka takmir harus menyediakan alat disinfektan maupun alat deteksi suhu tubuh,” tambahnya.
Sedangkan Ketua Perguruan Tinggi Dakwah Islam (PTDI) Jawa Timur, Prof Daniel Rosyid, menilai, perlu dihentikan dan tutup penuh aktifitas masjid untuk kerumunan jamaah.
Takmir Masjid As-Salam Gunung Anyar Surabaya ini mengatakan, kebijakan social distancing (jarak sosial) di saat Surabaya telah masuk daerah merah Covid-19 menjadi tanggung manakala serangan virus ganas itu terus bergerak.
“Tidak perlu membedakan wilayah terdampak itu daerah kuning atau merah. Pandemi virus harus diputus mata rantainya, salah satunya adalah menghentikan kegiatan kerumunan termasuk di dalamnya shalat berjamaah,” ujarnya kepada hidayatullah.com secara terpisah.
Karena, menurutnya, hal ini bukan masalah virus semata, tetapi soal pandemi. Pandemi harus dihadapi dengan penghentian secara ketat kegiatan sosial. Karena simpul-simpul kesehatan termasuk rumah sakit yang ada tak mampu menangani pandemi virus ini dengan cepat.
Baca: Fatwa MUI “Ibadah Saat Covid-19 Mewabah” sebagai Panduan
Sedangkan Ketua takmir masjid Al Ikhlash Deltasari, Sidoarjo, Jatim, Uus Sudianto, mengatakan, meski kebijakan tutup pagar dan berhenti sementara untuk shalat jamaah diberlakukan di Masjid Al Ikhlash Deltasari, tapi takmir terus menyapa silaturahim dengan grup WA.
“Kini takmir berusaha untuk melakukan kajian online yang tak berbayar dengan waktu yang singkat. Kita gunakan teknologi IT yang paling canggih tapi bisa digunakan dan difungsikan oleh jamaah dan para ustadz yang akan mengisi kajian tersebut,” ujarnya secara terpisah.
Takmir berharap jamaah untuk bersabar dan tawakkal dengan berhentinya shalat jamaah di masjid. Tapi untuk kajian terus bergerak membersamai jamaah dimana saja berada.
Di Kota Depok, Jawa Barat, juga terjadi perbedaan sikap terkait pencegahan Covid-19 dengan tidak menggelar shalat berjamaah. Ada masjid yang tetap menggelar shalat jamaah, ada pula yang memberhentikan total kegiatan jamaah di masjid.
Begitu pula yang terjadi di Jakarta pantauan hidayatullah.com sebelumnya. Ada pula masjid yang mengambil kebijakan menutup kegiatan berjamaah untuk jamaah dari luar, namun tetap menggelar kegiatan berjamaah bagi jamaah khusus di samping masjid.
Pun di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Ada masjid yang berhenti total menggelar kegiatan jamaah untuk sementara, ada pula yang masih menyelenggarakan shalat berjamaah secara terbatas.
Sebelumnya, dalam fatwa terbarunya, Komisi Fatwa MUI menetapkan hukum melaksanakan shalat Jumat di tengah wabah Covid-19 yang sedang melanda dunia termasuk Indonesia.
Fatwa Nomor 14 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19 itu disampaikan Sekretaris MUI Asrorun Ni’am Sholeh di Kantor MUI, Jakarta, Senin (16/03/2020).
Berdasarkan fatwa itu, hukum shalat Jumat saat terjadinya wabah itu tergantung kondisi seseorang dan suatu daerah. Baca juga: Fatwa Lengkap MUI Terkait Ibadah Saat Covid-19 Mewabah.* Akbar Muzakki, SKR