Hidayatullah.com– Ketua Gerakan Indonesia Beradab (GIB) Dr Bagus Riyono mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan harus dipertahankan.
Dosen Fakultas Psikologi UGM menilai, UU Perkawinan perlu dipertahankan demi menjaga peradaban keluarga Indonesia. Menjaga peradaban keluarga berarti menjaga peradaban bangsa.
“Keluarga ini sistem kendali, jika peradaban ini (ibarat) perahu, maka kendalinya keluarga,” ujar Bagus sebagai salah seorang narasumber dalam Dialog Nasional “Ketahanan dan Perlindungan Keluarga: dalam Konteks Perubahan Global dan Pandemi Covid-19” yang digelar Perhimpunan Penggiat Keluarga (GiGa) Indonesia secara virtual, Selasa (30/06/2020) turut dihadiri hidayatullah.com.
Bagus menjelaskan, keluarga merupakan benteng peradaban sekaligus benteng bangsa. Maka peran keluarga sangat penting, sebagaimana pentingnya menjaga ketahanan keluarga demi peradaban.
Ia menjelaskan bahwa keluarga adalah institusi terkecil dalam sebuah peradaban yang menjadi tempat pendidikan tentang tata nilai.
Keluarga, katanya, adalah penentu yang kalau diabaikan, negara akan mengalami masalah besar. “Jadi negara bisa runtuh karena akarnya (keluarga, red) tidak digarap dengan baik,” sebutnya.
Ia mencontohkan kasus di Inggris yang disebutnya ekstrem. Di negeri Barat ini, kata Bagus, masyarakatnya lebih mementingkan kebebasan indivudu. Akibatnya, keluarga jadi diabaikan. Maka terjadilah yang disebutnya Wabah Loneliness, yaitu perasaan seseorang yang kesepian di tempat ramai atau mengalami kekosongan jiwa.
“(Wabah ini) menjangkiti negara-negara Barat,” imbuhnya.
Awalnya, kata Bagus, ia mendengar wabah ini terjadi di Amerika Serikat. Tapi ternyata yang lebih parah terjadi di Iiggris. Sampai-sampai katanya Inggris menunjuk menteri khusus untuk menatasi persoalan loneliness ini.
Menurutnya, saat ini kasus loneliness sudah sangat akut di Inggris. Tingginya angka orang yang tidak pernah mengobrol.
“Banyak orang meninggal gak ketahuan,” ungkapnya menyebut contoh kasus lainnya. Sampai kemudian polisi datang mengurus mayat orang tersebut dan seterusnya.
Contoh kasus yang terakhir disebut ini, menurutnya, kalau terjadi di Indonesia, maka akan langsung heboh. Tapi di Inggris, kasus orang meninggal tidak ketahuan itu sudah biasa terjadi.
Bagus menambahkan contoh kasus lainnya. Katanya, ada temannya dari Australia yang pernah ke Inggris. Temannya ini menceritakan bahwa hidup di negara Kerajaan itu sangat membosankan. Sebabnya, orangnya dingin-dingin, hidup sendiri-sendiri, membuat mudah sekali seseorang merasa loneliness.
“Mereka tidak begitu memperhatikan keluarga karena mendewakan kebabasan individu,” sebutnya.
Ada pula tuturnya seorang gadis susah mendapatkan suami, sehingga menjalin hubungan intim dengan siapa saja yang penting punya anak. “Karena nikah dianggap kurang penting,” imbuhnya menuturkan.
Belajar dari kasus-kasus di negara-negara Barat tersebut, Bagus menegaskan bahwa UU Perkawinan di Indonesia harus dipertahankan. Ia menilai UU ini sudah tepat sebagai regulasi dalam sistem ketahanan keluarga di tanah air.
“Kita ini sudah punya sistem dan itu sudah benar, yaitu Undang-Undang Perkawinan No 01 Tahun 1974,” ujarnya.
Apalagi saat ini Indonesia sedang mengalami bonus demografi. Maka inilah momentum Indonesia untuk menjadi negara maju.
“Tapi mulai ada penggerogotan pada sistem keluarga ini, jangan-jangan kita gak jadi maju-maju,” ujarnya. Kalau Jepang itu maju dulu baru mulai digerogoti antara lain dengan masuknya feminisme. Sementara Indonesia, sambungnya, belum maju tapi sudah digerogoti.
Sehingga, Bagus mengajak masyarakat dan berbagai pihak agar mencegah dan menangkal upaya-upaya pihak tertentu yang ingin mengubah UU Perkawinan tersebut.
Ia menilai mulai ada penggerogotan terhadap sistem keluarga Indonesia yang telah terbangun dengan baik selama ini.
“Makanya ini harus kita cegah ya usaha-usaha untuk menggerogoti atau membongkar UU Perkawinan itu harus kita cegah dan kita tangkal,” ujarnya.
Tentu, pencegahan dan penangkalan tersebut, katanya, dilakukan dengan berbagai strategi dan langkah. “Baik secara sosiologis, komunikasi massa, pendidikan masyarakat, dan juga secara hukum tentu saja, ini harus kita bentengi,” ujarnya.
“Karena, dengan kita bisa mempertahankan keluarga itu, insya Allah kita bisa membangun peradaban dengan baik,” pesannya.*