Hidayatullah.com—Latar belakang lahirnya Pancasila tak bisa lepas dari adanya tarik menarik kepentingan dan ideologi yang ada di Indonesia, terutama pertarungan tiga ideologi besar, Kapitalisme Liberal, Komunisme dan Islam, demikian kata sejarawan Dr. Tiar Anwar Bachtiar mengatakan dalam diskusi webinar bertajuk “Refleksi Lahirnya Pancasila Sebagai Dasar Bernegara dan Berbangsa” yang diadakan oleh Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Hidayatullah Jawa Timur.
“Secara sederhana, sebelum Indonesia lahir, ketiga idiologi ini bertarung dengat ketat. Dukungan juga mengalir dengan munculnya tiga kekuatan di dunia, Ingris, Prancis, dan Amerika sebagai negara kapitalis besar yang menguasai wilayah dunia melalui kolonialisme. Kemudian negara komunis muncul belakangan ketika terjadi revolusi Bolsevic 1917 di Rusia, yang melahirkan Uni Soviet,” Dr. Tiar melanjutkan.
Sedangkan Islam, sebelum lahirnya negara-negara Kapitalis dan Komunis, telah mewujudkan kekuasaannya dalam sebuah bentuk yang dinamakan sebagai khilafah. Kehalifahan ini telah dimulai dari zaman Rasulullah, Khulafaurasyidin, Bani Umawiah, Bani Abbasiah, Mamluk, Saljuk, hingga Utsmani. Setiap masa mewujud satu kekuatan Islam dengan ideologi yang kokoh, meskipun secara bentuk berbeda-beda. Namun dalam penyelenggaraan pemerintahan, setiap kekhilafahan selalu berpedoman pada ajaran Nabi Muhammad SAW.
Kemudian datanglah masa ketiadaan khilafah setelah Turki Utsmani runtuh dan ia berubah menjadi negara sekuler yang didirikan oleh Kemal Attaturk. Sedangkan keyakinan Islam mengharuskan agama mejadi dasar bagi penyelenggaraan kekuasaan. Maka atas dasar keyakinan tersebut, muncul lah gerakan sipil dimana-mana, dan sebagian gerakan bermetamorfosis menjadi gerakan politik seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir. Di Indonesia, beberapa gerakan soisial berubah menjadi gerakan politik, seperti Masyumi, dan NU, organisasi masyarakat yang kemudian mendirikan partai politik.
Setelah Turki Utsmani Pecah menjadi negara negara Islam tetapi kepercayaan dan keyakinan umat islam, Bahwa menyelenggarakan kekuasaaan adalah bagian dari implementasi dari keimanan sehingga kekuasaan itu harus diatur dengan aturan Islam maka menjadi satu Idiologi yang kuat, menyebar dimana mana sehingga walaupun dukungan Negara sudah lemah, sejak turki menjadi negara sekuler dibawah kemal, tidak ada lagi khilafah sedangkan keyakinan Islam harus menjadi dasar bagi penyelenggaraan kekuasaan menjelma menjadi gerakan gerakan sipil dimana mana dan sebagian gerakan bermetamorfosis menjadi gerakan politik seperti Ihwanul Muslimin di mesir,dari gerakan sosial menjadi Masyumi, NU ormas 1926 berubah menjadi partai Politik.
“Gerakan umat Islam ini menjadi penanda bahwa Islam masihlah kuat dan dominan, hal itu tidak boleh dinafikan. Namun dari segi taktik dan setrategi, ia banyak dikalahkan oleh liberal dan komunis.” Ujar Dr. Tiar.
Sebelum Indonesia merdeka, titik temu antar ideologi ini dicari dan dirumuskan sebagai Pancasila. Islam harus dihargai bahwa ia secara idiologi, secara keyakinan, hidup dalam masyarakat Indonesia. Maka dalam budaya dan politik Indonesia ia diberi tempat dengan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, di mana Negara harus memberikan fasilitas kepada umat Islam untuk menjalankan keyakinan dan idiologinya.
Kesepakatan bernegara yang telah dibuat sejak awal Indonesia merdeka adalah Pancasila. Ketika ada hal yang keluar dari kesepakatan, maka layak untuk disingkirkan. Ini adalah konsensus di antara masyarakat Indonesia. Itulah mengapa akhirnya TAP MPR tentang pelarangan PKI, sampai sekarang “sakti”. Maka ketika ada isu PKI (komunisme) kembali muncul, masyarakat dengan ramai menyerukan penolakan. Mereka bersepakat komunisme tidak boleh lagi muncul di Indonesia, karena memang dia adalah ideologi yang tidak toleran terhadap idologi yang lain.
Sebagai penutup, Dr Tiar mengatakan, “Umat Islam harus semakin konkrit memunculkan kepentingan ideologinya ini. Yang membuat kita (umat Islam) tidak menjadi kaki tangan dari Kapitalisme Amerika dan juga tidak memiliki kepentingan dengan Komunisme. Keduanya adalah ideologi yang ditolak oleh Islam. Agenda besar ini harus dipikirkan pemimpin Indonesia dimasa mendatang, untuk semakin menegaskan bahwa Islam hidup untuk menegakkan agama-Nya, menjalankan syariat-Nya. Dilindunginya hak-hak dari umat Islam itu lah yang harus secara konsisten kita suarakan.”*