Hidayatullah.com–Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Nur Hidayati mengkritik tindakan penangkapan Ketua Adat Laman Kinipan Effendi Buhing oleh Polda Kalimantan Tengah atas laporan PT Sawit Mandiri Lestari (SML) pada Rabu (26/08/2020). Walhi mendesak Presiden membenahi masalah perusahaan-perusahaan besar yang bertindak seenaknya menguasai wilayah adat, sebab, perusahaan tersebut dianggap tidak bisa berjalan tanpa kontrol.
“Sudah saatnya presiden menunjukkan bahwa dia tidak bisa membiarkan kelompok-kelompok penguasa-penguasa yang ingin terus-menerus mengeruk dan menguasai wilayah masyarakat itu berjalan terus tanpa kontrol,” kata Nur dalam keterangan pers yang digelar secara daring, Kamis (27/08/2020).
Nur melanjutkan, kalau tidak ada pemetaan yang jelas dan terukur oleh pemerintah maka konflik antara masyarakat adat dengan perusahaan besar akan terus terjadi sampai kapan pun. Nur melihat di mana wilayah adat dirusak oleh usaha-usaha skala besar.
“Kalau kami lihat di mana wilayah adat, kemudian dirusak oleh usaha-usaha skala besar, monokultur, intensif, ini sesungguhnya menghilangkan kearifan-kearifan dan budaya masyarakat adat tersebut,” ujarnya. “Bukan hanya supporting system alam yang mana masyarkat adat sangat tergantung padanya itu rusak, hutan hilang yang merupakan sumber-sumber hidup masyarakat adat ditebang, dihabisi seluruh budaya dan wisdom dan pengetahuan yang diperoleh dari keberadaan dan ketergantungannya dengan alam,” lanjutnya.
Selanjutnya, Nur tidak ketinggalan menyindir Presiden Jokowi yang belum lama ini terlihat mengenakan pakaian adat pada pembukan masa sidang MPR pada 14 Agustus lalu. Menurutya hal itu tidak cukup, karena hanya sekadar gimmick memakai baju adat untuk tunjukan pengakuan masyarakat adat.
“Kalau memang Jokowi benar-benar ingin dianggap menghormati menghargai masyarakat adat di luar hanya sekadar gimmick pakai baju-baju adat, tunjukan kalau dia punya leadership,” ungkapnya menyindir.
Baca: Amnesty Internasional: Penangkapan Masyarakat Kinipan Bentuk Pembungkaman pada Masyarakat Adat
Selain itu, Nur juga menegaskan kalau selama ini masyarakat adat masih kesulitan dalam mendapatkan pengakuan atas wilayahnya. Dia mengatakan, mereka selalu saja mendapatkan hambatan. “Perjuangan masyarakat adat untuk mendapatkan pengakuan hak-haknya mengalami jalan panjang, dan sampai saat ini belum diakui,”paparnya.
Dari catatan Walhi, setidaknya terdapat 61 persen daratan di Indonesia dikuasai konsesi dan perizinan, tumpang tindih dengan wilayah masyarakat adat. Nur menyampaikan konsensi tersebut diberikan di atas tanah adat yang tidak diakui keberadaannya.
“Sudah saatnya ini dihentikan, tidak boleh ada lagi pemberian izin di atas wilayah adat, dan pengakuan terhadap hak-hak kepada masyarakat adat harus jadi prioritas,” ujarnya. “Ini seharusnya juga menjadi fokus melihat perizinan yang diberikan tanpa persetujuan masyarakat adat,” tutupnya.
Sementara itu, setelah selama kurang lebih 24 jam ditangkap, Effendi Buhing dikabarkan dilepaskan dari tahanan Polres Kotawaringin Barat, Kamis (27/08/2020) sore. Selain dilepaskan, menurut keterangan salah satu aparat, Buhing diantar oleh Kapolres Kotawaringin Barat AKBP Andi Kirana ke rumahnya di Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau, Kalteng.
“Kemarin dijemput oleh polisi, pulangnya juga diantar oleh polisi. Kalau mau bertemu dengan beliau (Buhing), bisa sekarang,” ujar petugas itu kepada sejumlah kerabat Buhing yang mau menjemput di depan pintu pos penjagaan Polres Kobar kutip Kompas.com, Kamis malam.
Sempat berbincang sejenak dengan kerabatnya, sekitar 16.30 WIB, Buhing digiring masuk ke sebuah mobil putih diikuti sejumlah pegiat salah satu LSM. Bersama dengan dua mobil lain berisi aparat dari Polres Kotawaringin Barat dan Polda Kalteng, rombongan bertolak dari markas Polres Kobar. Jarak Kinipan sekitar tiga jam perjalanan dari Pangkalan Bun, Ibu Kota Kabupaten Kotawaringin Barat.
Beberapa jam sebelum dilepaskan, sebuah video berisi rekaman pernyataan Buhing beredar di media sosial. Dari latar belakangnya, video tersebut tampak di ambil di sebuah ruangan di Polres Kobar. Dalam video itu, Buhing yang mengenakan kaus putih menyatakan dirinya dalam kondisi baik.
Meski sempat menolak keras saat akan dibawa, bahkan akhirnya diseret paksa polisi, Buhing menyebut kejadian sehari sebelumnya itu hanyalah kesalahpahaman.
“Sayapun memaklumi. Dan pihak kepolisian juga memaklumi situasi dan kondisi seperti itu. Bagi saya ini pengalaman dan pelajaran. Kita ambil hikmahnya saja,” sebut Buhing pada detik-detik awal video.
Buhing mengimbau semua pihak yang terlibat dan perduli terhadap persoalan di Kinipan bisa menahan diri. Buhing pun berharap seluruh persoalan terkait Laman Kinipan segera selesai. “Agar kasus ini dapat selesai dengan sebaik-baiknya. Mencari win-win sollution. Pemerintah, pengusaha, dan masyarakat juga tidak saling merugikan,” ujarnya.* Azim Arrasyid