Hidayatullah.com- Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menyampaikan surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo di Jakarta terkait Komunisme.
“Saudara Presiden yang mulia, KAMI dan banyak rakyat Indonesia pada setiap bulan September menyandang suasana kebatinan penuh keprihatinan dan trauma akan peristiwa-peristiwa makar Partai Komunis Indonesia/PKI yang terjadi pada bulan ini,” bunyi petikan surat itu diterima hidayatullah.com, Rabu (23/09/2020), ditandatangani oleh tiga Presidium KAMI yaitu Gatot Nurmantyo, Rochmat Wahab, dan Din Syamsuddin, Selasa.
KAMI menyatakan, masih mengiang di ingatan generasi bangsa, betapa kekejaman PKI pada Pemberontakan Madiun 18 September 1948. Kala itu kaum Komunis membunuh para ulama, santri, dan rakyat yang tidak berdosa, hanya karena mereka tidak bersetuju dengan ideologi komunisme.
Tujuh belas tahun kemudian, lanjut KAMI, tepatnya pada 30 September 1965, PKI kembali melakukan makar dan kekejaman, yakni mereka membunuh tujuh Jenderal TNI Angkatan Darat secara biadab (membunuh dan memasukkan jenazah mereka ke dalam sumur di Lubang Buaya).
“Makar dan pemberontakan itu dilakukan PKI, baik prolog maupun epilognya, dengan tindak kekerasan dan kekejaman pembunuhan terhadap rakyat, khususnya para ulama dan santri,” sebutnya.
KAMI melanjutkan, peristiwa makar dan kekejaman PKI pada 1948 dan 1965 menoreh sejarah kelam bahkan hitam dalam sejarah kebangsaan dan kenegaraan Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Adalah jelas, lanjut KAMI, bahwa PKI dan kaum Komunis tidak bersetuju, dan ingin selalu merongrong negara Pancasila, baik dengan upaya menggantikan Pancasila, maupun dengan memperjuangkan penafsiran dan pemerasan terhadap Pancasila, sehingga Pancasila kehilangan esensinya.
“Saudara Presiden yang mulia, beberapa waktu terakhir ini, KAMI dan banyak rakyat Indonesia merasa prihatin dan membangkitkan trauma dengan adanya gejala dan gelagat kebangkitan neo Komunisme dan PKI Gaya Baru. Hal demikian tidak lagi merupakan mitos atau fiksi, tapi sudah menjadi bukti.
Anak-cucu kaum Komunis ternyata sudah menyelusup ke dalam lingkaran-lingkaran legislatif maupun eksekutif. Sebagian mereka sudah berani memutarbalikkan sejarah, dengan menyatakan bahwa PKI adalah korban, dan kalangan non PKI khususnya umat Islam sebagai pelaku pelanggaran HAM berat terhadap orang-orang PKI. Mereka menutup mata terhadap fakta sejarah, bahwa kaum Komunislah yang lebih dahulu membantai para ulama dan santri, menyerang pelatihan Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), GP Ansor, dan aksi-aksi sepihak PKI terhadap para petani,” sebutnya.
Kaum Komunis, sambung KAMI, juga ingin mengingkari fakta sejarah bahwa kaum Komunislah yang membantai para Jenderal TNI.
“Bahkan, Saudara Presiden, sebagian dari anak-cucu PKI itu sudah berani secara demonstratif meneriakkan kebanggaan menjadi Anak PKI. KAMI dan banyak rakyat Indonesia meyakini bahwa upaya adu domba sesama warga masyarakat (khususnya sesama umat Islam dan antar umat beragama), penyandungan (bullying) hingga pembunuhan karakter (character assasination) terhadap lawan politik merupakan cara-cara kaum Komunis, yang juga pernah dilakukan pada masa lampau menjelang makar atau pemberontakan PKI tahun 1948 dan 1965,” sebutnya.
Secara khusus, pesan KAMI kepada Presiden, bahwa KAMI dan rakyat Indonesia sangat trauma, karenanya meyakini bahwa adanya RUU tentang Haluan Ideologi Pancasila/RUU HIP, dan usulan baru RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila/RUU BPIP) adalah upaya merendahkan, meremehkan, menyelewengkan, dan menyalahgunakan Pancasila.*