Hidayatullah.com– Politisi DPR RI Sukamta menekankan bahwa polemik Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) cukup pelik. Dari prosedur pembahasan dan pengesahan saja sudah bermasalah. RUU Ciptaker, katanya, dibahas dan disahkan dengan sangat terburu-buru sehingga mengesampingkan prosedur yang baku dalam pembahasan sebuah RUU.
Bahkan, tambah Sukamta, pada Rapat Paripurna 5 Oktober yang lalu pun naskah final UU Ciptaker belum bisa diterima oleh anggota DPR, apalagi publik secara luas. Padahal salah satu syarat pengesahan sebuah RUU mengharuskan adanya naskah final yang diterima setiap anggota DPR.
DPR harusnya tidak boleh menahan naskah final UU Ciptaker sampai berhari-hari dengan alasan masih ada koreksi bahasa. Lagipula, Sukamta mempertanyakan, kalau memang belum selesai, kenapa terburu-buru disahkan saat Paripurna kemarin?
“Di sinilah sumber hoax itu sebetulnya. Karena tidak ada naskah yang final, akhirnya banyak bertebaran naskah UU Ciptaker, meme, infografis dan postingan-postingan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan valid-tidaknya. Inilah yang diterima oleh publik. Sedangkan untuk menilai valid-tidaknya mau pakai acuan apa, sementara naskah finalnya saja belum beredar, sudah disahkan pula,” ujarnya kepada hidayatullah.com, Ahad (11/10/2020).
Wakil rakyat dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini menekankan bahwa pengelola negara ini seolah seperti membiarkan hal ini terjadi. Hal ini dinilai tidak adil.
“Karenanya, saya mendesak aparat hukum agar segera membebaskan pihak-pihak yang telah ditangkap dengan dugaan penyebar hoaks, karena sebetulnya mereka hanya korban dari polemik ini,” ujarnya.
Pernyataan itu disampaikan Sukamta menanggapi sejumlah warganet yang sudah ditangkap oleh aparat hukum karena dianggap menyebarkan hoaks tentang UU Ciptaker.
Sukamta mengaku prihatin dengan kondisi yang terjadi, karena beberapa warga sudah ditangkap oleh aparat hukum dengan tuduhan menyebar hoaks yang menimbulkan keonaran di masyarakat.
“Padahal masyarakat itu protes karena kabar berseliweran tidak jelas, sebab naskah final yang resmi belum ada, sementara sejak naskah awal RUU dari pemerintah banyak poin yang meresahkan masyarakat. Jadi wajar saja masyarakat protes karena menunjukkan kepedulian akan nasibnya sendiri,” ujarnya.
Wakil Ketua Fraksi PKS ini menilai, pemerintah mestinya lebih dewasa dan lapang dada.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Kenapa sih kalau memang yang dilakukan itu benar untuk rakyat kok khawatir rakyat mempertanyakan aspirasinya? Maka dari itu harusnya pemerintah mengedepankan pemenuhan hak warga negara secara luas, yaitu terjaminnya keterbukaan informasi publik, dalam konteks ini adalah akses publik terhadap naskah final UU Ciptaker,” ujarnya.
Menurutnya, tanpa ada naskah asli UU Ciptaker yang diterima publik, menjadi aneh jika kemudian pemerintah melakukan penegakan hukum terhadap warganya sendiri. Apalagi tema ini bukan menyangkut hubungan personal, tapi menyangkut kepentingan semua rakyat Indonesia.
Harusnya kata dia aparat penegak hukum lebih bijak. Pemerintah harusnya bisa memastikan dulu dengan mendesak DPR agar segera mengeluarkan naskah finalnya.*