Hidayatullah.com—Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati ikut menyesalkan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang terburu-buru diberi nomor oleh Presiden Joko Widodo. Menurutnya, UU setebal 1.187 halaman tersebut cacat secara formil, karena masih ada kesalahan dalam penulisannya.
“Sudah cacat secara formil, harusnya sudah tidak bisa diberlakukan itu,” kata Asfinawati, Selasa (03/11/2020).
Hal yang menjadi sorotan publik dalam UU Ciptaker yakni dalam Pasal 6 UU 11/2020 tentang Cipta Lapangan Kerja merujuk pada Pasal 5 Ayat (1) dan jika membuka UU Cipta Kerja tidak tertulis Ayat dalam naskah UU Cipta Kerja.
Asfinawati memandang, dengan secara sah memberi nomor UU Cipta Kerja, Presiden Jokowi dinilai sudah menorehkan keberpihakannya secara jelas kepada oligarki.
Pasalnya, dengan hal tersebut menandakan kalau keberpihakan Presiden Jokowi bukan kepada rakyat sebab kini Presiden Jokowi tidak malu-malu berpihak kepada pemodal. “Kalau revisi UU KPK masih malu-malu, sekarang sudah jelas posisi Presiden Jokowi,” ujarnya.
Kendati demikian, Asfinawati menegaskan pihaknya enggan melakukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena memang sejak awal UU Omnibus Law Cipta Kerja sudah cacat formil.
“Fraksi yang nggak setuju bisa mengajukan RUU inisiatif DPR untuk membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Makanya harus ada UU baru untuk batalin, agar rakyat bisa lihat juga apakah penolakan itu serius atau tidak,” terangnya.
Sementara itu, Juru bicara Presiden Fadjroel Rachman menyamapaikan jika Presiden secara resmi menandatangani naskah UU Cipta Kerja pada tanggal 02 November 2020 menjadi UU Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Fadjroel juga mengatakan kalau UU tersebut diundangkan dalam lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2020 Nomor 245. “Alhamdulillah, terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat Indonesia dan puji syukur kepada Allah SWT,” kata Fadjroel dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (03/11/2020).*