Hidayatullah.com– Maimon Herawati, ibu rumah tangga yang membuat petisi stop iklan “Shopee Blackpink” mengakui jika dirinya mendapat berbagai teror usai melayangkan petisi tersebut kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan pihak Shopee.
Seperti apa terornya?
“Nomor saya dibombardir telepon, SMS, WA sampai sekarang. Tidak berhenti-henti. Kontennya mulai dari nama binatang, anggota tubuh, sampai ajakan mesum. Nomor (handphone) ini masih diteror. Saya meninggalkannya dalam HP yang tidak dibawa ke mana-mana. Akun FB (Facebook) utama kena suspend, akun IG (Instagram) hilang,” ujarnya kepada hidayatullah.com Jakarta, Kamis (13/12/2018).
Baca: KPI Minta Stasiun TV Hentikan Iklan “Sophee Blackpink”
Menghadapi teror tersebut, Maimon menyerahkan sepenuhnya kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Di sisi lain ia sedang mempertimbangkan untuk menempuh jalur hukum terhadap para peneror itu.
“Kembalikan kepada Allah. Allah sebaik-baik pembalas. Mereka sangat bisa diseret ke pengadilan dengan UU ITE. Saya sedang menimbang-nimbang,” ujar Muslimah yang diketahui juga seorang dosen ini.
Apa kapok untuk melakukan hal serupa? Ditanya demikian, Maimon menjawab panjang lebar:
“Saya tidak pantas ya menyandarkan diri pada Shahabiyah (Sahabat-Sahabat Nabi dari kalangan wanita, red). Tapi Ummu Imaroh tertikam 12 tusukan pedang/senjata saat menjadi tameng hidup Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dan beliau lega saat mengetahui baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Alhamdulillah selamat walau darah bercucuran dari tubuhnya.
Baca: “Apa Pantas Anak-anak Melihat Rok Mini dan Goyangan Itu…”
Saya tentu saja jauh sekali dari beliau RA (Radiyallahu Anha). Yang saya usahakan adalah melindungi penerus umat Rasulullah SAW (Shallallahu ‘Alaihi Wasallam). Sakit saya tentu tidak seberapa Ummu Imaroh.”
“Allah yang menguatkan kemarin dan semoga ke depannya,” tambah Maimon.
Diketahui, dalam iklan “Sophee Blackpink” sejumlah wanita menyanyi dan menari dengan pakaian minim. Iklan ini juga tampil pada jam tayang program acara TV untuk anak-anak.* Andi