Hidayatullah.com– Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memberi klarifikasi soal rencana Menag mengafirmasi (memberi pengakuan, red) hak beragama kelompok Syiah dan Ahmadiyah di Indonesia. PBNU menilai perlu klarifikasi Menag agar kebijakan itu tidak menimbulkan kesalahan persepsi.
Wasekjen PBNU Masduki Baidlowi menilai perlu ada dialog terlebih dahulu mengenai maksud keinginan Menag mengakui hak warga Syiah dan Ahmadiyah di Indonesia tersebut.
“Mungkin yang dimaksud oleh Bapak Menteri Agama itu harus diklarifikasi terlebih dahulu agar orang-orang tak salah paham. Perlu ada dialog, perlu ada klarifikasi. Jadi jangan disalahpahami dulu,” sebut Masduki kepada wartawan, Jumat (25/12/2020). “Ada kecenderungan orang, belum ada penjelasan apa-apa sudah bereaksi. Itu saya kira perlu didinginkan supaya tidak menjadi gejolak,” tambahnya.
Terkait Ahmadiyah, Masduki menjelaskan bahwa Ahmadiyah terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Ahmadiyah mazhab Lahore Pakistan dan Ahmadiyah Qadian India. Ia menjelaskan, Ahmadiyah Lahore menganggap Mirza Ghulam Ahmad itu sebagai pembaharu. Sementara Ahmadiyah Qadian menganggap Mirza Gulam Ahmad sebagai nabi setelah Nabi Muhammad Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Masduki menjelaskan, tafsir Ahmadiyah Qadian tak sesuai dengan Al-Qur’an dan hadits shahih yang menyatakan tidak ada nabi setelah Nabi Muhammad. Atas kesalahan tafsir tersebut, jelas Masduki, umat Islam dapat berperan dalam memberi dakwah.
“Jadi ini ada perbedaan tafsir. Tapi perbedaan yang dilakukan yang dilakukan Ahmadiyah Qodian ini menyimpang. Dari zaman Sahabat, sampai tabi’in, sampai ini tak ada yang memaknai seperti itu. Kecuali kelompok ini saja, jadi menyimpang. Dalam Ahlisunah Waljamaah, paham yang menyimpang ini tak boleh ditolerir, tak boleh dibiarkan. Harus didakwahi supaya mereka sadar,” ujar Masduki dikutip Detikcom.
Baca: MUI Sumbar: Pernyataan Menag Soal Afirmasi Syiah dan Ahmadiyah Tak Bijak, Abaikan Sikap MUI
Terkait Menag, Masduki mengaku memahami maksud Gus Yaqut yang menginginkan kelompok minoritas mendapatkan hak sebagai warga negara. Masduki mengaku memahami atas perspektif perlindungan hak beribadah bagi kelompok minoritas yang ingin diafirmasi Menag Yaqut.
“Jangankan beragama, orang tidak beragama pun dalam perspektif UUD dan konteks HAM itu dilindungi. Pak Mahfud MD sebagai pakar hukum pernah menyatakan seperti itu. Jadi, kalau dalam konteks hak warga negara, bisa jadi itu adalah bagian yang mau dipenuhi oleh Menag,” sebut Masduki.
Walau demikian Masduki menilai Menag Yaqut tetap perlu memberikan penjelasan lebih lanjut soal keinginannya mengafirmasi warga Ahmadiyah dan Syiah. Pada sisi lain, Masduki memandang setiap warga negara punya hak yang harus dilindungi negara.
Baca: Menag Yaqut Mau Afirmasi Hak Beragama Warga Syiah dan Ahmadiyah
Masduki menginginkan adanya konfirmasi, penjelasan, dan dialog mengenai apa yang dimaksud Menag Yaqut. “Kan tidak fair juga kalau kita lihat persekusi yang dialami kelompok minoritas. Padahal dia punya hak sebagai warga negara,” sebutnya.
Menurutnya karena Indonesia bukan negara agama, sehingga setiap warga negara punya hak yang sama di negeri ini. “Jadi hak yang mayoritas dengan minoritas haknya sama di depan negara dan hukum. Prinsip itu bisa jadi yang dimaksud oleh Menag,” ujar Masduki yang juga merupakan Juru Bicara Wakil Presiden Ma’ruf Amin ini.*