Hidayatullah.com– Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti meminta Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang menjadi turunan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) agar direvisi.
Abdul Mu’ti meminta pemerintah agar mempertimbangkan aspek kesehatan, sosial, moral bangsa terkait kebijakan investasi minuman keras (miras) yang menuai polemik tersebut. Ia meminta agar pemerintah mendengar aspirasi masyarakat, terkhusus umat Islam di negeri ini.
“Pemerintah sebaiknya bersikap arif dan bijaksana serta mendengar arus aspirasi masyarakat, khususnya umat Islam, yang berkeberatan dengan diterbitkannya Perpres Nomor 10/2021 tentang produksi dan distribusi minuman keras,” ujar Abdul Mu’ti dalam keterangan tertulis di Twitternya pada Senin (01/03/2021) pantauan hidayatullah.com malam ini.
Baca: Senator Papua Minta Jokowi Cabut Kebijakan Legalisasi Miras: Tokoh Gereja Maunya Diharamkan
Abdul Mu’ti meminta pemerintah agar tidak cuma memperhatikan sektor ekonomi dalam memutuskan suatu kebijakan. “Sebaiknya Pemerintah tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi saja, tetapi juga dampak kesehatan, sosial, dan moral bangsa,” pesannya.
“Selain bertanggung jawab menciptakan kesejahteraan material, Pemerintah juga berkewajiban menjaga dan membina moralitas masyarakat,” tambahnya.
Sebelumnya diketahui, Pemerintah telah menerbitkan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang menjadi turunan UU Ciptaker. Pembukaan keran investasi miras lewat Perpres ini menimbulkan penolakan dari berbagai pihak.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Pada regulasi itu, ada sejumlah persyaratan antara lain penanaman modal baru bisa dilakukan di Provinsi, yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Papua, dengan memperhatikan budaya dan kearifan lokal setempat. Persyaratan selanjutnya, penanaman modal di luar provinsi itu, maka harus mendapat ketetapan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan gubernur setempat.*