Hidayatullah.com — Muhammadiyah menilai maraknya penyebaran berita bohong dan teori konspirasi di masa sulit seperti masa pandemi Covid-19 saat ini, membuat manusia seringkali gagal paham sehingga menyebabkan cara pandang yang bias dan tidak tepat dalam melihat pandemi.
Pandemi Covid-19 berdampak pada 200 negara di dunia, namun banyak orang melalui media sosial menunjukkan cara pandang bias mereka terhadap realitas ini, ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir.
Jika virus Covid-19 yang menyebabkan pandemi adalah rekayasa maupun teori konspirasi maka tidak mungkin negara-negara maju yang mengalami mau menerima teori tersebut, ujar pria yang juga Pimpinan Redaksi Majalah Suara Muhammadiyah. Selain itu, para epidemilogi memiliki tanggung jawab keilmuan ketika memastikan virus ini sebagai realitas yang hadir dalam kehidupan manusia.
Ia berpendapat orang-orang yang menganggap virus ini rekayasa tidak berpihak pada realitas empiris.
“Apa mereka berani nggak menjadi relawan tanpa APD untuk mengurus memulasara jenazah korban covid-19,” tanya Haedar pada Rabu (21/04/2021) dalam acara kajian Ramadhan Forum Guru Besar Muhammadiyah Jawa Barat.
Bias lain adalah memandang persoalan ini dengan kaca mata agama yang tidak pas. Virus mereka sejajarkan dengan akidah, mereka membandingkan ketakutan seorang muslim kepada virus dan kepada Allah.
Pandangan seperti ini kelihatan religius-Islami, tetapi justru pandangan ini menyebabkan salah paham tentang akidah.
Ia menganalogikannya dengan binatang buas, “Kalau anda pergi ke kebun binatang, biarpun itu ada hewan buas dan berbisa, kalau anda bertauhid kuat apa anda juga berani untuk langsung bertemu harimau dan lain sebagainya. Toh ngak juga, ketakutan kepada hewan buas itu alami saja.”
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Realitas ini harusnya mampu menjadikan manusia lebih luas dan mendalam cara pandang beragamanya dan cara pandang berbangsa-bernegaranya.
Menurut Haedar, konteks ini berada pada ruang manusia untuk melakukan perenungan, karena rasionalitas ada tempatnya, dan pandangan keagamaan bersifat akidah murni juga ada tempatnya.
Dalam kajian bertema “Menghidupkan Ihsan di Masa Covid” itu Haedar Nashir berpesan perlunya memperbaiki cara pandang dan mendalami aspek bayani, burhani dan irfani.
Selain supaya aspek burhani, atau pendekatan ilmu juga harus kaya dan mendalam, pendekatan irfani yang bersifat ruhani juga harus menjadi bagian dari cara beragama.*