Hidayatullah.com | DIMULAI dari start up kecil. Tetapi banyak pelanggan komplain karena tidak kebagian asbab sudah habis terjual. Dan kini sudah berkembang menjadi 7 outlet.
Outlet oleh-oleh kekinian yang bangunannya identik dengan warna hijau itu selalu ramai, entah oleh wisatawan maupun pengunjung dari masyarakat sekitar. Adalah Malang Strudel, sektor bisnis industri pariwisata yang didirikan oleh tiga serangkai pada tahun 2014 silam.
“Jadi, sebetulnya Malang Strudel itu idenya dari tahun 2011. Kemudian 2012, saya dengan seorang kawan dari Batam, Deny Delyandri, mensurvei seperti apa kondisi pariwisata di Malang. Karena saat itu masih sepi sehingga kita putuskan untuk tak me-launching dahulu bisnis ini. Lalu, tahun 2013, kita survei lagi, ternyata belum,” jelas Donny Kris Puriyono, salah satu dari tiga serangkai itu.
Baru pada tahun 2014, Donny menemukan beberapa data, analisa-analisa, yang melihat bahwa, pertumbuhan pariwisata di Malang pada tahun itu sangat tinggi. Dan saat itu jugalah Teuku Wisnu bergabung bersama, hingga akhirnya ketiganya sepakat untuk mempercepat membuka Malang Strudel pada 22 Desember 2014.
“Itu sejarah singkatnya Malang Strudel dan di tahun 2015 sangat booming sampai sekarang,” kata Donny, panggilan akrabnya, kepada Suara Hidayatulah, Desember 2020 lalu.
Tepat pada 11 Desember 2020 lalu, Malang Strudel kembali melebarkan sayapnya dengan membuka outlet ketujuh di Jalan Ki Ageng, Gibik, Sawojajar, Malang, Jawa Timur. Hingga berita ini ditulis, perusahaan itu memiliki total tujuh outlet.
Lantas, idenya dari mana? Donny mengatakan, sebetulnya konsep perusahaannya tidak menonjolkan strudelnya, tetapi bagaimana mengemas buah-buahan asli Malang Raya menjadi suatu bentuk berbeda dari yang sudah ada.
Sebelum adanya Malang Strudel, b¬uah-buahan dari Malang seperti apel itu diolah menjadi cuka apel, sari buah apel, keripik apel, dan sebagainya. Melalui bisnis ini, Donny ingin mengolah apel menjadi sebuah cake. Akhirnya ketemulah ide strudel. Strudel sendiri aslinya dari Austria. Di Eropa, yang dikenal paling enak rasanya dan menjadi favorit adalah apvel strudel, yaitu strudel yang berisi buah-buahan apel.
“Story ini yang kemudian kami angkat menjadi Malang Strudel. Bukan strudelnya, tetapi bagaimana mengemas buah-buahan Malang Raya menjadi cake. Makanya, kalau datang ke Malang, tidak seluruh varian itu selalu ada. Karena sesuai dengan waktu musim panen di Malang. Kalau musim mangga, ada varian mangga. Kalau stroberi, ada varian stroberi. Kalau varian apel, InsyaAllah setiap bulan pasti ada,” jelas presiden komunitas pengusaha Tangan Di Atas (TDA) periode 2019-2021 ini.
Data yang terukur
Malang Strudel adalah model bisnis oleh-oleh. Di mana menurut Donny, oleh-oleh itu harus amat dekat serta identik dengan kearifan lokal setempat. Malang Strudel sebagai oleh-olehnya Malang Raya sehingga dia berprinsip orang-orang yang ingin merasakan Malang Strudel, maka harus datang terlebih dahulu ke Malang.
“Karena itulah kami tidak akan membuka cabang di luar Malang Raya,” tegasnya.
Meski tak membuka franchise di luar kota Malang, tetapi Donny selalu bersinergi dengan segala pihak, baik masyarakat, pemerintah, kampus, dan lain sebagainya. Ia meyakini, berbisnis tidak bisa dilakukan sendirian, tetapi harus memperbanyak kolaboraksi dengan stakeholder lainnya.
Apalagi, Donny melanjutkan, Malang Strudel tidak mendadak ‘besar’ seperti saat ini. Tahun 2014, ia memulai dari start up kecil dengan outlet hanya berukuran 3 x 5 meter. Sampai-sampai ada seorang wartawan menulis features Malang Strudel dengan angle “Outlet pertama Malang Strudel yang luasnya 3 x 5 meter itu tidak lebih besar dari ukuran billboardnya yang berukuran 5 x 10 meter.”
Jadi, Donny benar-benar memulai dari sesuatu yang kecil sekali. Bahkan, karena dapur yang sangat kecil, membuat kapasitas produksi awal-awal sangat terbatas. Makanya, dia sering menjumpai customer yang komplain karena tidak mendapat Malang Strudel sebab sudah ludes terjual.
“Ini benar-benar kejadiaan riil, bukan di-setting, karena kita memulai dari sesuatu yang kecil. Outlet kecil. Dapur kecil. Seperti itulah kendala-kendala di awal. Tetapi dengan data yang terukur, kami terus bertumbuh hingga sekarang,” ujarnya.
Khasanah dan Ukhuwah
Apa kuncinya Malang Strudel berkembang pesat hingga memiliki 7 outlet seperti sekarang? Donny menjelaskan, di antaranya ia kembalikan kepada visi ketika ingin memulai bisnis Malang Strudel. Yakni, bagaimana Malang Strudel mampu menjadi “perusahaan” kebanggaannya Malang Raya.
“Sesimpel itu. Kami belajar bagaimana brand Apple itu dapat menjadi perusahaan kebanggannya Amerika Serikat. Sony dapat menjadi perusahaan kebanggaannya Jepang. Honda, Suzuki, Mitsibushi, bangga sekali orang-orang Jepang sama brand-brand tersebut. Hyundai, bisa menjadi perusahaan kebanggaannya Korea Selatan. Atau sekarang ini ada Xiaomi yang menjadi perusahaan kebanggaannya China.”
Donny menegaskan, visi itulah yang terus dipegang sampai sekarang—dalam hal apapun, baik terkait campaign marketing, membuat produk, dan lain sebagainya. Untuk mewujudkan visi itu ia pun menggandeng UMKM-UMKM asli Malang Raya.
“Jadi, di Malang Strudel, sekarang ada kurang lebih 3.000 produk UMKM Malang Raya yang kecil-kecil,” katanya.
Tak sekadar bekerjasama, Donny juga melakukan pembinaan dengan memberikan berbagai pelatihan kepada UMKM-UMKM tersebut. Edukasi yang dilakukan setiap 2 bulan sekali itu di antaranya mengupas tentang packaging (kemasan), branding, kualitas produk, dan sebagainya.
Selain itu, para pendiri ; Donny, Deliandri, serta Teuku Wisnu, memberi nama perusahan dengan ‘PT Khazanah Ukhuwah Bertiga’ yang mungkin cerminan filosofi dari ketiganya.
Khazanah berarti, saat mulai membangun bisnis ini maka khazanah atau wawasan mereka bertiga serta seluruh tim karyawan harus semakin berkembang dan bertambah luas. Lalu, ukhuwah. Artinya bisnis yang mereka jalani itu sekadar tools yang memperkokoh ukhuwah ketiganya. Bukan merupakan tujuan utama.
“Itulah filosofinya. Karena itu, namanya PT Khazanah Ukhuwah Bertiga,” pungkas Donny.*/Achmad Fazeri