Hidayatullah.com — Akademisi Teuku Kemal Fasya menyampaikan sebanyak 75% penduduk Indonesia selama pandemi menghabiskan sebanyak delapan jam per hari untuk berinternet. Faktanya, tahun ini saja terdapat 202 juta pengguna dibanding tahun 2019 yang mencapai 196 juta pengguna Internet. Sayangnya hal itu tak diimbangi dengan kematangan literasi digital.
Di situasi pandemi Covid-19 seperti ini, Fasya membeberkan dua penyakit berbahaya yang membanjiri ruang media digital, yakni hoaks (berita bohong) dan infodemi. Dijelaskan olehnya, Infodemi adalah bersebarnya informasi-informasi yang tidak menyehatkan.
Baik Hoaks dan Infodemi, kata Dosen Antropologi Universitas Malikussaleh ini terjadi selama masa pandemi Covid-19. Informasi mengenai virus dan kesehatan secara masif membanjiri ruang digital. Dia mengatakan hal ini menyebabkan terjadinya infodemi di tengah masyarakat global, yakni kondisi di mana informasi tidak sehat tersebar luas secara bebas. Menurutnya, dua hal itu menjadi tantangan tersendiri dalam memerangi persebaran informasi yang keliru dan membahayakan tersebut.
Fasya menilai tingginya tingkat penggunaan internet penduduk Indonesia, sedikit demi sedikit dapat terpapar hoaks. Sebabnya, karena preferensi perilaku pengguna internet tidak mengkonsumsi informasi dari sumber-sumber yang cukup valid. Akibatnya, masyarakat menjadi minim akan literasi digital.
“Problem penggunaan internet (yakni) situasi yang tidak seimbang atau ekuivalen. Preferensi perilaku pengguna internet sebagian besar tidak menumbuhkan kematangan dalam literasi digital,” ujar Fasya seperti dikutip Hidayatullah.com dari laman resmi MUI, Rabu (06/10/2021).
Dalam webinar bertajuk Literasi Pandemi dan Pemulihan Ekonomi kerjasama antara Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu, Fasya menyebut hoaks dan infodemi dua darurat yang harus dilawan.
Fasya kemudian mengutip ayat Al-Qur’an dalam surat Al-Hujarat ayat 6. Dia menerangkan bahwa setiap informasi yang diterima tidak boleh ditelan begitu saja. Tetapi, harus di cek lebih dulu.
“Problem kita (hoaks) terdapat pada Al-Qur’an yang berbunyi: bila ada informasi yang masih diragukan maka perlu bagi kita atau kamu sekalian bertabayyun, cross-check, check and recheck. Tidak semua (informasi) ditelan bulat-bulat,”ungkapnya.
Fasya mencontohkan bahwa di dunia sekarang ada banyak teks masuk grup whatsapp. Yang sebagian besar adalah junk news atau sampah-sampah berita atau fake news.
“Bahkan kelompok terdidikpun sudah tidak bisa mengenali mana yang disebut sebagai fakta, mana yang opini,” tuturnya dalam penyampaian materi berjudul ‘Hoax dan Infodemi di Era Supra Literasi: Cara untuk Melawannya’ itu.
Fasya akhirnya menyimpulkan dengan meminjam ucapan Antonio Guterres, yang menyatakan perang terhadap wabah Covid-19 sekarang ini bersamaan dengan perang terhadap wabah informasi terkait kesehatan. “Keduanya (wabah Covid-19 dan wabah informasi) sama-sama berbahaya,” tuturnya.
Pria Jebolan UIN Sunan Kalijaga itu mengatakan perlunya membangun disiplin agar tetap awas dengan berbagai informasi yang diterima. “Perhatikan peduli sebelum kalian menyebarkan sesuatu. Karena ketika kita sebar (informasi) itu, dan yang kita sebar adalah ibadah namimah (mengadu domba), yang dalam bahasa sekarang disebut hoaks itu sama aja dosanya seperti memakan bangkai saudara kita sendiri. (Kesadaran) itu yang harus dibangun,” imbuhnya.
Fasya kemudian memberikan Lima Prinsip Menangkal Hoaks dan Infodemi. Untuk melawan masifnya persebaran hoaks dan infodemi tersebut.
Berikut lima prinsip itu:
1. Bersikap rasional, yakni jangan emosional dalam membaca dan mencerna informasi.
2. Detail, yakni periksa struktur kalimat, fakta, data yang digunakan apakah sudah benar atau justru terdapat misinformasi dan disinformasi.
3. Bersikap objektif, jangan sampai karena kesamaan atau perbedaan pandangan membuat kita menjadi subjektif dan mempercayai informasi begitu saja.
4. Mempertimbangkan konsekuensi dan risiko, harus perhatikan bahwa read before sharing, caring before sharing.
5. Interdisciplinary, belajar banyak hal-hal yang lain di luar spesial disiplin ilmu kita agar tidak tertipu dan terhindar dari hoaks.