Hidayatullah.com — Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol) masih menjadi pembahasan di Badan Legislasi DPR RI, padahal RUU ini ditargetkan akhir tahun 2021 selesai.
Anggota Panitia Kerja RUU Larangan Minol, Bukhori Yusuf menyampaikan kendala utama pembahasan RUU yang sejak periode DPR RI 2009-2014 ini diusulkan pun masih mandek pada judul. Sebab, menurutnya kata ‘Larangan’ masih dianggap terlalu ketat sehingga mengkhawatirkan banyak pihak.
Hanya saja, Bukhori menegaskan adanya ketentuan pengecualian penggunaan alkohol untuk dunia medis, upacara keagamaan, dan adat-istiadat, khususnya upacara keagamaan.
“Dalam hal digunakan untuk keperluan tertentu, misalnya anestesi, pengobatan, dan sebagainya, untuk acara adat keagaman tertentu, itu masih bisa dipahami dan itu bisa dikecualikan. Namun, RUU ini kalau kontennya kalau tidak ditegaskan dilarang maka akan bisa membahayakan anak generasi kita,” kata Bukhori yang merupakan anggota Fraksi PKS DPR RI, dalam keterangan tertulisnya dikutip, Jumat 11 Maret 2022.
Meski demikian, menurut Anggota Komisi VIII DPR RI ini tetap saja alkohol merupakan minuman membahayakan ketika dikonsumsi di luar batas sehingga butuh pelarangan yang tegas. “Tetapi saya kira hukum itu harus ada kepastian dan tidak boleh abu-abu, harus hitam-putih,” ujarnya.
Memang Bukhori mengakui bahkan sebelum RUU ini disahkan menjadi undang-undang, di beberapa daerah, seperti Provinsi Papua dan Kabupaten Manokwari, sudah memiliki peraturan daerah tentang minol tersebut. Yaitu, Perda Nomor 22 tahun 2016 tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol di Provinsi Papua; serta Peraturan Daerah Kabupaten Manokwari tentang Larangan Pemasukan, Penyimpanan, Pengedaran, dan Penjualan serta Memproduksi Minuman Beralkohol.
“Artinya itu menunjukkan betapa sebenarnya kalau kita ingin meng-capture Papua yang merupakan representasi satu wilayah yang tidak terlalu heterogen sebagaimana Jakarta, tetapi tetap bisa menerapkan (aturan mengenai larangan Minol) itu,” terangnya.
Selain itu, Bukhori juga menyoroti adanya penggunaan alkohol dalam bentuk minuman berfermentasi, seperti tuak, arak, dan brem, baik untuk upacara keagamaan Umat Hindu dan/atau perekonomian masyarakat di Bali. Dia memastikan adanya RUU Larangan Minol ini tidak akan menggangu kegiatan tersebut.
Bahkan, sambung Bukhori, adanya RUU ini semakin melindungi aktivitas perekonomian masyarakat Bali dari adanya miras ilegal atau oplosan yang tak berizin dari pemerintah.
“Misalnya tentang pemasaran minuman keras atau arak lokal itu kan nanti tidak bisa di sembarang tempat, harus berizin, hotel misalnya harus yang bintang lima. Sehingga, para penggunanya itu memang harus orang-orang yang sadar akan pengunannya sehingga tidak membahayakan,” tambah legislator dapil Jawa Tengah I ini.*