Hidayatullah.com—Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI berencana memanggil Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim terkait polemik madrasah tak masuk dalam draf Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). RUU Sisdiknas ini menjadi perbincangan karena dianggap menghilangkan frasa madrasah, sebagai bentuk satuan pendidikan.
“Salah satu poin dengan konsorsium pendidikan Indonesia itu dan beberapa elemen, rekomendasinya mengundang Mas Nadiem, semoga bisa minggu-minggu depan,” kata Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda dalam keterangannya, Senin (28/3/2022).
Huda mengklaim hingga saat ini pihaknya belum menerima draf RUU Sisdiknas yang dirancang oleh Kemendibudristek. Karenanya, Ia belum bisa memastikan apakah madrasah dihilangkan atau tidak. “Kita sampaikan bahwa sampai hari ini Komisi X draf ini terkait RUU Sisdiknas. Tahapannya memang masih di level pemerintah,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (Hisminu), Arifin Junaidi, dikutip CNNIndonesia mengkritik keras hilangnya frasa madrasah. “Alih-alih memperkuat integrasi sekolah dan madrasah, draf RUU Sisdiknas malah menghapus penyebutan madrasah,” kata Arifin dalam keterangannya, Senin (28/3/2022).
Menurutnya, madrasah merupakan bagian penting dalam sistem pendidikan nasional. Namun, peranan madrasah di tengah masyarakat selama ini terabaikan.
Madrasah telah diatur sebagai salah satu bentuk Pendidikan Dasar dalam UU Sisdiknas tahun 2003 di Pasal 17 ayat (2). Pasal itu berbunyi “Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.
Sementara itu, dalam draf RUU Sisdiknas sama sekali tak mencantumkan diksi madrasah. Draf RUU Sisdiknas hanya mengatur tentang Pendidikan Keagamaan dalam pasal 32. Namun, pasal itu sama sekali tak menyebut kata madrasah.
Kembali jaman Orba
Sementara itu, Wakil Ketua MPR-RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengkritik keras hilangnya frasa madrasah di dalam RUU Sisdiknas. Tak lupa, ia ikut mendukung penolakan terhadap draf RUU yang dibuat Kemendikbudristek ini.
“Penghapusan Madrasah dalam RUU Sisdiknas yang beredar tidak sesuai dengan teks dan spirit UUD NRI 1945 pasal 31 ayat 3 dan 5, sehingga wajar bila ditolak oleh APPI dan masyarakat luas. Seharusnya Kemendikbudristek melalui RUU Sisdiknasnya memayungi, mengakui dan mengembangkan seluruh bentuk satuan pendidikan yang diakui, sudah berkembang dan secara merdeka diterima dan diakui oleh Masyarakat dan oleh Negara, bukan justru menghapuskan institusi Madrasah dan memperbesar diskriminasi antar satuan pendidikan tersebut,” ujar HNW dalam keterangan tertulisnya yang diterima oleh hidayatullah.com, Senin (28/3/2022).
HNW, yang juga Anggota Komisi VIII DPRRI yang membidangi masalah agama, mengingatkan Kemendikbudristek untuk memahami konstitusi secara benar. Ia mengatakan UUDNRI 1945 telah secara eksplisit menyebutkan pentingnya satuan pendidikan keagamaan seperti madrasah dalam kontribusinya yang panjang terhadap pendidikan nasional.
HNW mengatakan tidak disebutkannya madrasah merupakan langkah mundur ke tahun 1989, kembali ke masa Orde Baru (Orba), di mana dalam UU Sisdiknas waktu itu (UU No. 2/1989) madrasah tidak dimasukkan menjadi bagian dari satuan pendidikan nasional.
Polemik ini akhirnya melahirkan suara keprihatinan dan penolakan. Suara penolakan berasal dari Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) yang terdiri dari Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Majelis Pendidikan Kristen (MPK) di Indonesia, Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK), Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Persatuan Tamansiswa, dan Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (HISMINU).*