Hidayatullah.com—Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2022-2027 mendatang memerlukan darah segar, bahkan sempat menyebut nama Adi Hidayat. Demikian disampaikan oleh Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005-2010; 2010-2015.
“Tantangan ang dihadapi Muhammadiyah ke depan, baik pada skala nasional maupun global semakin berat, krusial, dan menantang. Sebagai kekuatan masyarakat madani nyata di Indonesia dan elemen dari gerakan Islam global Muhammadiyah perlu memberi respons yang tepat, cermat, dan strategis, baik utk masalah Indonesia maupun tantangan dunia,” ujarnya dalam “Dialog Kebangsaan Musyawarah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah NTB, di Mataram, 28 Oktober 2022 kemarin.
“Untuk itu kepemimpinan pusat Muhammadiyah meniscayakan kepemimpinan yang responsif, transformatif, dan independent,” ujar Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu ini.
Menurut Din, pimpinan ideal Muhamamdiyah tentu harus sejalan dengan jatidiri, visi, dan misi Muhammadiyah itu sendiri. Sebagai gerakan Islam maka pimpinan Muhammadiyah pertama dan utama harus memahami secara baik dan benar ajaran-ajaran Islam dari kedua sumbernya yaitu al-Qur’an dan As-Sunnah al-maqbulah.
“Selain itu, perlu juga memahami aliran-aliran pemikiran di kalangan umat Islam sehingga mampu membawa Muhammadiyah secara baik dan benar. Juga tentu harus memahami paham keagamaan atau ideologi Muhammadiyah, bila perlu mampu mengembangkannya,” ujarnya.
Menurutnya, Muhammadiyah lebih dari sekedar organisasi tapi gerakan maka pimpinan Muhamamdiyah perlu memiliki kemampuan menggerakkan, mengembangkan segala sumber daya ke arah pencapaian tujuan gerakan. Muhammadiyah, ujar alumni PP Darussalam Gontor Ponorogo ini perlu mampu membangun relasi dan komunikasi sosial baik secara nasional maupun internasional.
Hal ini karena Muhammadiyah adalah faktor efektif dalam bangsa yang majemuk, dan sudah diakui serta dihargai di dunia internasional. Di tengah tarikan kelompok kepentingan politik dan rezim penguasa maka pimpinan Muhammadiyah harus merupakan figur-figur yang mandiri, berintegritas, luas dan luwes dalam pergaulan, serta tegas dalam pendirian.
Menurut Din Syamsuddin, PP Muhammadiyah satu periode terakhir sudah bagus dengan kiprah dan performa yang efektif. Hal ini ditunjukkan dengan bertambahnya amal usaha baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, maupun sosial, dan ekonomi.
“Bahkan gerakan dakwah pencerahan Muhammadiyah sudah merambah mancanegara dengan berdirinya cabang-cabang istimewa, organisasi saudara (sister education), dan juga lembaga pendidikan tinggi seperti Universitas Muhammadiyah Malaysia di Perlis, Muhammadiyah College di Melbourne, dan Sekolah Muhammadiyah untuk pengungsi Palestina di Lebanon,” tambahnya.
Untuk meningkatkan peran demikian, dan menjawab tantangan zaman baru Pimpinan Pusat Muhamammadiyah perlu ditambah dengan darah segar yang dinamis dan progresif.
Kepemimpinan Muhammadiyah di tingkat pusat yang digerakkan dua intelektual-ulama, yaitu Prof. Dr. Haedar Nashir dan Prof. Dr. Abdul Mu’ti, telah mampu menampilkan kepemimpinan yang harmonis, visioner, dan berkemajuan. Keduanya, kata Din, masih diperlukan untuk melanjutkan gerak organisasi pada satu periode ke depan, bersama para anggota pimpinan lain.
“Tentang siapa yang disepakati sebagai Ketua Umum hanyalah hal siapa yang dimajukan selangkah dan ditinggikan seranting,” ujarnya.
Namun, agar Pimpinan Pusat Muhammadiyah lebih dinamis dan progresif perlu ditambah figur-figur baru, khususnya dari kalangan kader muda Muhammadiyah, baik laki-laki maupun perempuan.
“Untuk itu, mungkin sebagian anggota PP Muhammadiyah yang sudah lama berkhidmat perlu legowo memberi kesempatan berjuang dan beramal bagi figur-figur baru.”
Di Muhammadiyah, menurut Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah 1989-1993 ini, banyak tersedia kader-kader yang mumpuni, dinamis, dan progresif.
Ia menyebut nama Prof. Dr. Hilman Latif (sekarang menjabat sebagai Dirjen Haji dan Umrah Kementerian Agama), Dr. Untung Cahyono (mantan aktifis Pemuda Muhammadiyah dan Dosen UAD), Dr. Suyuti (alumni Australia dan Sekretaris Majelis Dikti PP Muhammadiyah), Dr. Abdul Aziz (aktifis Pemuda Muhammadiyah, alumni universitas di Beijing).
Untuk memperkuat barisan fukaha Prof. Dr. Syamsul Anwar, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid tiga periode sudah harus bersedia dan diyakinkan masuk jajaran PP Muhammadiyah. Dari Solo, Rektor UMS Prof. Dr. Sofyan Anif cocok utk masuk apalagi dia berhasil menyiapkan Muktamar sebagai Ketua Panitia.
Dari Jakarta juga banyak nama yang bisa disebut, antara lain Dr. Imam Addaraqutni (mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, pakar ulumul Qur’an dan menguasai kitab-kitab turats), Dr. Ma’mun Murod (alumni pesantren dan sekarang Rektor UMJ), Armyn Gultom (aktifis dan Ketua Umum Fokal IMM), Izzul Muslimin (mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah dan anggota KPI).
Ia juga menyebut nama tiga Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah yang sangat mumpuni dalam ilmu-ilmu keislaman. Masing-masing Dr. Saad Ibrahim (Ketua PWM Jawa Timur dan Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim), KRT Dr. Tafsir (Ketua PWM Jawa Tengah dan Dosen UIN Wali Songo), Prof. Dr. Ambo Asse (Ketua PWM Sulawesi Selatan dan Guru Besar UIN Alauddin), dan Dr. Saidul Amin (mantan Ketua PWM Riau, sekarang Rektor Universitas Muhammadiyah Riau, dan Dosen UIN Sultan Syarif Qosim). Dr. Adi Hidayat, Lc, MA, dai terkemuka dengan wawasan ilmu yang sangat luas, yang banyak mendapat dukungan dari daerah-daerah tentu akan menjadi darah segar mumtaz bagi kemajuan dakwah pencerahan Muhammadiyah (namun apakah beliau bersedia atau tidak).
“Sebagai gerakan yang memuliakan manusia tanpa membedakan jenis kelamin patut kiranya tokoh-tokoh perempuan baik dari Aisyiah maupun Nasyiatul Aisyiah patut juga dipertimbangkan utk masuk ke jajaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah.”
Ia berharap segenap muktamirun dan muktamirat mencegah dan berdaya tahan terhadap kemungkinan intervensi dari pihak manapun yang acapkali berusaha mempengaruhi Muktamar organisasi kemasyarakatan. “Kalau itu terjadi, maka warga Muhammadiyah sudah sangat matang, dewasa, dan mandiri untuk mencegah bahkan mengusirnya,” katanya.
Terhadap pernyataan Prof. Amien Rais agar muktamirun jangan memilih orang yang suka masuk-keluar istana, Din Syamsuddin, yang pernah menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama antar Agama dan Peradaban (UKP-DKAP), mengatakan kurang setuju.
“Baik-baik saja jika ada calon Ketua Umum PP Muhammadiyah masuk-keluar istana asalkan datang untuk beramar ma’ruf dan bernahyi munkar, yaitu dia tidak mau taat dan patuh kepada pemimpin dzalim dan ja-ir,” ujarnya.*