Hidayatullah.com– Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Asrorun Ni’am, menjelaskan, secara umum MUI telah menetapkan bahwa imunisasi diperbolehkan.
Akan tetapi, katanya, fatwa tersebut tidak serta merta menegaskan bahwa praktek imunisasi di lapangan itu dibolehkan.
“Karena kebolehan imunisasi itu dengan syarat. Imunisasi itu adalah sebuah proses untuk mencegah sebuah penyakit dibolehkan,” ungkapnya saat menerima audiensi masyarakat terkait sosialisasi imunisasi di Gedung MUI Pusat, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (12/10/2017).
Baca juga: MUI: Vaksin Berbahan Najis dan Haram Hukumnya Haram
Syarat diperbolehkannya imunisasi, jelasnya, harus dengan vaksin yang halal dan suci.
“Saya tegaskan imunisasi vaksin pada dasarnya dibolehkan tetapi wajib dengan vaksin yang halal dan suci,” tegasnya.
Lalu, sambungnya, penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram atau najis hukumnya haram.
“Kecuali digunakan pada kondisi darurat atau hajat, belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci, adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada vaksin yang halal,” imbuh Ni’am.
Baca juga: “ASI, Vaksinasi, dan Dukungan terhadap Ibu Menyusui”
Ia mengatakan, imunisasi juga bisa wajib dilakukan jika seseorang yang tidak diimunisasi dapat menyebabkan kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen yang mengancam, berdasarkan keterangan ahli yang dipercaya.
Sebaliknya, tegasnya, imunisasi juga tidak diperbolehkan jika menurut ahli dapat menimbulkan dampak yang berbahaya.* Ali Muhtadin