Hidayatullah.com- Kasus peredaran daging ilegal mestinya tidak perlu terjadi lagi, setelah diberlakukannya UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).
Sebab, pemerintah sudah memiliki payung hukum yang jelas tentang produk halal.
Demikian disampaikan Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) , Lukmanul Hakim, menanggapi terus berulangnya peredaran daging palsu atau daging oplosan.
Oleh karena itu, Lukmanul Hakim yang juga Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Perekonomian ini mendorong penguatan penerapan UU JPH tersebut, demi mencegah terulangnya kasus daging haram tersebut.
“Tinggal implementasinya (UU JPH) yang harus lebih dikuatkan. Untuk itu, perlu koordinasi dan kerja sama antarinstansi pemerintah serta penegak hukum dalam pengawasan pelaksanaan jaminan produk halal di Indonesia,” ujar Lukmanul Hakim dalam rilisnya diterima hidayatullah.com (12/05/2020).
Menurut Lukmanul Hakim, kasus peredaran daging babi yang dikemas seolah-olah daging sapi tidak bisa dilihat secara parsial, karena selalu berulang.
Ia pun menilai masalah utama ini karena tingginya permintaan dan suplai serta lemahnya penegakan hukum.
Pada sisi lain, LPPOM MUI mengingatkan masyarakat konsumen agar tidak mudah tergiur dengan penawaran daging dengan harga murah yang tidak terjamin kehalalannya.
Masyarakat disarankan membeli daging dari pedagang yang telah bekerja sama dengan rumah potong hewan yang telah memiliki sertifikat halal MUI.
Pemalsuan daging terjadi di wilayah Bandung, Jawa Barat. Polisi dari Polresta Bandung, Jawa Barat, berhasil mengamankan empat orang pelaku perdagangan daging babi yang diklaim sebagai daging sapi. Selama hampir setahun terakhir, para pedagang curang tersebut mengedarkan sekitar 63 ton daging palsu tersebut.
LPPOM MUI mengingatkan agar tata niaga daging babi lebih ditingkatkan pengawasannya, mengingat kasus semacam ini sering terjadi, terutama menjelang Idul Fitri.*