Hidayatullah.com– Tafsir al-Qur’an bukan ditentukan oleh kekuasaan atau perubahan sosial apapun. Hal ini ditegaskan pakar tafsir al-Qur’an, Fahmi Salim, Lc, MA menanggapi pemahaman pegiat homoseksual, Hartoyo, tentang tafsir.
Sebelumnya, Hartoyo berpendapat, berdasarkan pemahaman yang ia baca dari tulisan aktivis liberalisme, permasalahan agama khususnya soal tafsir tergantung siapa yang menafsirkan. [Baca: Tokoh LGBT Mengaku Banyak Terpengaruh Paham JIL]
“Kaum homoseks bicara penafsiran dari sudut pandang dirinya berarti sarat muatan subjektifitas sebagai pelaku homoseksual,” ujar Fahmi Salim kepada hidayatullah.com, Sabtu malam, 12 Jumadil Awwal 1437 (20/02/2016).
Menurutnya, kalau semua pelaku kejahatan boleh menafsirkan al-Qur’an secara subjektif, maka semua hukum syariat, baik hudud maupun qisas, pasti bisa dimentahkan atau dianulir. Sebab tidak sesuai dengan nafsu kejahatannya.
Padahal, jelasnya, para ahli tafsir otoritatif memiliki kadar objektifitas yang sangat tinggi serta dipandu oleh kaidah tafsir. Penafsiran al-Qur’an pun lebih ditentukan oleh kepastian makna semantik kosa kata kitab suci.
Jangan Asbun
Fahmi Salim memberi gambaran, yang menafsirkan dan menetapkan vonis sesuai KUHP adalah hakim pengadilan yang netral dan objektif. Bukan ditafsirkan oleh pelaku pidana.
“Begitu pula konstitusi yang berhak menafsirkan dan menentukan sesuai tidaknya UU dengan UUD adalah hakim MK, bukan lainnya,” tambah anggota Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia Pusat ini.
Ia mengatakan, tindakan penafsiran subjektif dan asal bunyi (asbun) merupakan sikap tidak beradab.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Sebab setan pun melakukan penafsiran semena-mena alias asbun terhadap larangan Allah kepada Adam agar menjauhi pohon khuldi. (Yaitu) dengan tafsiran ‘Tuhan melarang kamu berdua dekati pohon ini karena kalian bisa jadi malaikat atau jadi makhluk yang kekal abadi (al-A’raf: 20)’,” paparnya.
Setan pun, tambahnya, bersumpah bahwa ia adalah pemberi nasihat yang jujur. Maka terpedayalah Adam dan isterinya akibat tafsir sesat berbungkus nasihat ala setan itu.
“Janganlah kita ikuti langkah tipu daya setan agar kita selamat,” pungkasnya berpesan.*