Hidayatullah.com –Pengacara Kapitra Ampera, SH menyatakan, pasal yang digunakan untuk menjerat Imam besar FPI Habib Rizieq Shihab terkait kasus kritik pedasnya terhadap adanya dugaan lambang palu arit dalam mata uang Indonesia cetakan baru tidak memenuhi unsur pidana.
“Jika pasal pada laporan dikaji, maka sesungguhnya apa yang disampaikan Habib Rizieq tidak memenuhi unsur tindak pidana yang dilaporkan,” ujar Kapitra dalam keterangan yang diterima hidayatullah.com, Ahad (22/01/2017).
Sebegaimana diketahui, Habib Rizieq dilaporkan dengan tuduhan pasal 28 ayat 1 dan ayat 2 Jo pasal 45 ayat 2 Undang-undang No. 11 Tahun Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Tim Hukum GNPF-MUI: Tak Ada Bukti Habib Rizieq Menista, Laporan Hanya Alihkan Kasus Ahok
Ia menjelaskan, unsur penting dari pasal 28 ayat 1 adalah mengakibatkan kerugian konsumen (tot verliezen consument). Sedangkan, kritikan Habib Rizieq tidak ada hubungan dan kaitannya dengan kerugian konsumen karena bukan kritik tentang produk barang atau jasa tertentu.
Sementara unsur penting dari pasal 28 ayat 2, lanjut Kapitra, adalah menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
“Kritikan Habib Rizieq tentang palu arit pada uang kertas tidak memenuhi unsur ini, karena logo Palu Arit merupakan Logo PKI yang dilarang oleh hukum Indonesia,” paparnya.
Habib Rizieq: Kita Injak Semut, Semutpun Sekarang Digiring Polisi untuk Melaporkan
Karenanya, Kapitra menilai, dalam kasus tersebut mencerminkan kebebasan berpendapat yang menjadi terkukung. Pemerintah berkoar akan demokrasi kebebasan berpendapat, melahirkan banyak perundang-undangan namun bersikap tidak objektif dalam penegakannya.
Padahal, menurutnya, perbuatan berani Habib Rizieq dalam menyampaikan kritikan, saran, dan pendapat sebagai suatu kegelisahaan masyarakat merupakan suatu pelaksanaan hak sekaligus kewajiban yang telah sesuai dengan undang-undang.
Seperti diantaranya; Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Pasal 19, Pasal 28 UUD 1945, Pasal 28E ayat 3 UUD 1945, serta pasal 8 ayat 1 dan pasal 9 ayat (1) huruf a dan c UU No. 28 tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas KKN.*