Hidayatullah.com– Komisi II DPR RI menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan perwakilan Ormas Islam. RDPU di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/10/2017) itu terkait Perppu No 2 Tahun 2017 (Perppu Ormas).
Ormas-ormas Islam yang hadir dari PP Mathlaul Anwar, PP Persatuan Umat Islam (PUI), PP Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Persatuan Islam (Persis), dan Aliansi Ormas Islam se-Provinsi Banten. Didampingi para advokat dari Tim Advokasi GNPF MUI selaku kuasa hukum dari sejumlah ormas Islam dalam pengujian Perppu Ormas.
Dalam pandangannya pada RDPU itu, DDII meminta DPR RI menolak Perppu Ormas.
“Kami meminta DPR sebagai wakil rakyat untuk menolak Perppu Nomor 2 Tahun 2017,” sebut DDII dalam ringkasan tertulis diterima hidayatullah.com.
Permintaan itu bagi DDII didasari atas beberapa pandangan, yang diringkas dari permohonan Judicial Review DDII di Mahkamah Konstitusi perkara Nomor 50/XV-PUU/2017.
Poin pandangan pertama, tentang tidak adanya kegentingan yang memaksa dalam penerbitan Perppu Ormas.
“Penetapan Perppu dengan alasan kegentingan memaksa tidak beralasan, karena tidak terdapat ancaman nyata yang membahayakan negara seperti perang maupun separatisme yang melumpuhkan penyelenggaraan negara. Selain itu pula tidak ada bencana alam atau kerusuhan yang menjadikan penyelenggaraan negara terhambat,” sebut DDII.
Bukti tidak terdapat kegentingan yang memaksa adalah hingga saat ini DPR atau MK belum memutus keabsahan Perppu tersebut, menurutnya.
Bahkan karena hal itu, Perppu Ormas dinilai menjadi sumber masalah baru dengan berpecah belahnya masyarakat di bawah secara tajam dan rentan menjadi bencana sosial.
“Seperti pertikaian Dr Eggi Sudjana SH MSi dengan Romo Frans Magnis Suseno yang masuk ke ranah hukum pidana,” ungkapnya.
Poin pandangan kedua, dengan Perppu Ormas, DDII menilai pemerintah dapat membungkam ormas secara subjektif yang menimbulkan ketakutan terhadap ormas dalam kegiatan berdakwah. “Karena dapat dicap sepihak oleh pemerintah sebagai ormas anti Pancasila.”
Dalam poin ini, DDII menjelaskan, rumusan Pasal 59 ayat (4) huruf c Perppu Ormas menentukan: “Ormas dilarang: menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.”
Menurut penjelasannya bahwa yang dimaksud dengan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila antara lain ajaran ateisme, komunisme, marxisme-leninisme, atau paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan UUD 1945.
“(Itu) rentan disalahgunakan pemerintah untuk membubarkan ormas Islam sehubungan dengan dakwah yang berkaitan dengan kehidupan madani masyarakat Islam, yang dapat dicap bertentangan dengan Pancasila atau UUD 1945,” sebutnya.
Bahwa rumusan frasa “paham lain” dari penjelasan Pasal 59 ayat (4) huruf c tersebut sangat luas yang dinilai dapat digunakan untuk membungkan ormas-ormas Islam yang kritis terhadap pemerintah, termasuk DDII.
“Berbeda dengan Undang-Undang Ormas Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Ormas yang hanya menunjuk kepada ajaran atau paham ateisme, komunisme, marxisme-leninisme,” ungkapnya.
Masih menurutnya, berlakunya Pasal I angka 6 s.d 21 jo Pasal 62 ayat (3) jo Pasal 80A dalam Perppu Ormas menimbulkan kekhawatiran bagi ormas, karena dapat dibubarkan kapanpun tanpa parameter yang jelas, dan menimbulkan kerusakan parah terhadap pengurus atau anggota ormas yang dibubarkan tersebut.
“Sebab dapat dilabel sebagai pengurus atau anggota ormas terlarang tanpa pernah dibuktikan sebelumnya mengenai kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan,” sebut DDII.
Masih dalam penjelasan poin kedua, disoroti pula Pasal 82A Perppu Ormas yang menentukan:
Ayat (1):
“Setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (3) huruf c dan huruf d dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.”
Dan Ayat (2):
“Setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja
dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 59 ayat (3) huruf a dan huruf b, dan ayat (4) dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun.”
Dari kedua ayat itu, Perppu Ormas dinilai dapat menjerat pengurus atau anggota ormas meskipun sama sekali tidak melakukan perbuatan pidana yang dilarang pada Perppu Ormas.
“Karena terdapat ambiguitas dan multi tafsir yaitu dalam hal; pertama, anggota atau pengurus ormas dipidana, karena ormasnya melakukan perbuatan yang dilarang dari salah satu ketentuan Pasal 59 ayat (3); atau kedua, anggota atau pengurus ormas dipidana, karena dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang dari salah satu ketentuan Pasal 59 ayat (3) dan (4).
Selain itu, frasa “secara tidak langsung” pada rumusan Pasal 82A Perppu Ormas dinilai dapat menjerat pengurus atau anggota ormas yang menganut, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran Islam, dalam kaitannya dengan dakwah penerapan ajaran Islam pada kehidupan Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin dalam negara Madinah.
“Oleh karena dakwah tersebut dapat dikualifikasikan sebagai faktor penyebab ‘secara tidak langsung’ dari perbuatan pidana Pasal 82A,” imbuhnya.*