Hidayatullah.com– Vonis hukuman 18 penjara untuk Meiliana -warga Tanjungbalai, Sumatera Utara- yang terbukti melanggar pasal 156A KUHP penodaan agama, ditanggapi oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir.
Ia mengatakan, vonis tersebut harus dihormati. Kalau ada yang tidak puas dengan vonis itu, bisa naik banding, kata dia.
Tapi yang terpenting, menurutnya, seluruh warga yang beragama dan masyarakat perlu terus saling memupuk toleransi.
“Kuncinya di situ,” ujarnya kepada hidayatullah.com, baru-baru ini.
Baca: MUI Minta Semua Pihak Menghormati Vonis 18 Bulan Penjara Meiliana
Muhammadiyah, kata Haedar, berkomitmen menumbuhsuburkan sikap toleransi dan saling memahami di tengah masyarakat.
“Misalkan di masjid tahu bagaimana menjaga perasaan orang yang beda agama, yang di gereja juga begitu. Warga juga jangan terlalu sensitif juga. Kadang masyarakat kurang proporsional juga. Kalau ada hiburan kadang tanpa izin gede-gede suaranya sering enggak terganggu, tapi ada suara azan sedikit kencang terganggu. Ini, kan, saya pikir kalau dipupuk itu ada kedewasaan sehingga tidak semua hal masuk ke ranah hukum,” urainya.
Baca: Meiliana Divonis 1,6 Tahun Bui, Diminta Tidak Dipolitisasi
Soal volume suara azan, Haedar menerangkan suara azan itu memang harus terdengar oleh umat.
“Kalau di dalam hati enggak kedengeran jamaah,” selorohnya. Tiap masjid, kata dia, punya kadar volume suara azannya masing-masinng
“Bukan soal besar-kecil suara azan. Begitu juga nanti suara di gereja. Tapi ini ada rasa yang hilang antar warga masyarakat. Ini yang mesti kita bina. Yang satu saking semangatnya azan kencang, yang satu terlalu sensitif juga. Padahal ketika dengar lagu dangdut di samping dia enggak terganggu. Ada sesuatu yang perlu didialogkan,” pungkasnya.* Andi
Baca: Terdakwa Penodaan Agama di Tanjungbalai Dituntut 1,6 Tahun Penjara