Hidayatullah.com– Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta kepada semua pihak untuk menghormati putusan Pengadilan Negeri Medan yang memvonis Meiliana penjara selama 18 bulan atas kasus penistaan agama.
MUI menyesalkan banyak pihak yang berkomentar tanpa mengetahui duduk perkara yang sebenarnya. Sehingga pernyataannya bias dan menimbulkan kegaduhan dan pertentangan di tengah-tengah masyarakat.
Seakan-akan masalahnya hanya sebatas pada keluhan Meiliana terkait dengan volume suara adzan yang dianggap terlalu keras.
“Jika masalahnya hanya sebatas keluhan volume suara adzan terlalu keras, saya yakin tidak sampai masuk wilayah penodaan agama, tetapi sangat berbeda jika keluhannya itu dengan menggunakan kalimat dan kata-kata yang sarkastik dan bernada ejekan, maka keluhannya itu bisa dijerat pasal tindak pidana penodaan agama,” ujar Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi dalam pernyataannya diterima hidayatullah.com, Jumat (24/08/2018).
Baac: Meiliana Divonis 1,6 Tahun Bui, Diminta Tidak Dipolitisasi
Ia menjelaskan, kasus seperti yang dialami oleh Meiliana pernah terjadi juga terhadap Rusgiani (44) yang dipenjara 14 bulan karena dituduh menghina agama Hindu.
Kata dia, ibu rumah tangga itu menyebut canang atau tempat menaruh sesaji dalam upacara keagamaan umat Hindu dengan kata-kata najis.
Begitu pula kasus penistaan agama oleh terpidana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Jakarta, 2016 lalu, yang telah divonis penjara selama 2 tahun pada 2017 lalu.
Hendaknya masyarakat lebih arif dan bijak dalam menyikapi masalah ini, karena hal ini menyangkut masalah yang sangat sensitif yaitu masalah isu agama, imbaunya.
Baca: Terdakwa Penodaan Agama di Tanjungbalai Dituntut 1,6 Tahun Penjara
Jangan membuat pernyataan yang justru dapat memanaskan suasana dengan cara menghasut dan memprovokasi masyarakat untuk melawan putusan pengadilan. Apalagi jika pernyataannya itu tidak didasarkan pada bukti dan fakta persidangan yang ada, tambahnya.
MUI berharap agar masyarakat mengambil hikmah dan pelajaran berharga dari berbagai kasus yang terjadi. Bahwa, dalam sebuah masyarakat yang majemuk, dibutuhkan kesadaran hidup bersama untuk saling menghomati, toleransi, dan sikap empati satu dengan lainnya. Sehingga tidak timbul gesekan dan konflik di tengah-tengah masyarakat.
Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, menjatuhkan vonis kepada Meiliana, warga Tanjungbalai, Sumut, satu tahun enam bulan penjara atas kasus penistaan agama.
Baca: Anggota DPRD Pesan Etnis Tionghoa Tanjungbalai Kurangi Sikap Eksklusif
Hakim menilai Meiliana terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 156 a KUHP atas perbuatannya memprotes volume suara adzan yang berkumandang di lingkungannya.
Selain memprotes suara adzan, wanita tersebut diduga melontarkan kata-kata kasar bernada penghinaan. Ulah Meiliana tersebut memicu terjadinya kerusuhan besar di Tanjungbalai, sejumlah rumah ibadah dibakar massa., sekitar dua tahun lalu.*
Baca: Soal Kerusuhan Tanjungbalai, Umat Islam Jangan Mau Dipecah