Hidayatullah.com— Prof Asep Saefudin, guru besar statistika Institut Pertanian Bogor (IPB), mengatakan, hasil hitung cepat (quick count) hanya metode keilmuan yang tentu walaupun tingkat akurasinya tinggi tetap saja ada kemungkinan salah.
“Hitung cepat itu bukan hasil akhir yang secara politik sah. Terdapat dua jenis kesalahan dalam hitung cepat ini yakni ‘type one error’ (alfa) dan salah jenis kedua atau ‘type two error’ (beta),” ujarnya di Jakarta, Kamis (18/04/2019).
Prof Asep menjelaskan, alfa merupakan kesalahan yang menyimpulkan bahwa hitung cepat salah, padahal kenyataannya benar. Adapun beta adalah kesimpulan bahwa hitung cepat adalah benar, padahal kenyataannya salah.
Baca: Prabowo-Sandi Yakin Menang: Jadi Presiden-Wapres Bagi Seluruh Rakyat
Lebih jauh dijelaskan, alfa berkaitan dengan Selang Kepercayaan (SK), yakni sebesar (100-alfa) persen, misalnya bila alfa 5 persen, maka SK sebesar 95 persen. SK itu jangan diartikan sebagai tingkat kepercayaan yang secara maknawi keduanya sangat berbeda.
“Alfa dan batas galat (margin of error) itulah yang oleh lembaga survei dipergunakan dalam penentuan ukuran contoh (sample size). Hal itu dimaksudkan agar ‘sample size’ cukup pada Selang Kepercayaan (SK) dan batas galat tertentu,” ujarnya.
“Biasanya SK dan batas galat yang diambil adalah masing-masing 95 persen dan 2 persen. Akan tetapi dalam survei atau hitung cepat, yang sangat penting adalah keacakan (randomness). Keacakan inilah yang menjaga independensi sehingga hasil yang diperoleh itu tak bias,” tambahnya kutip Antara.
Baca: Eep: Quick Count Tak Bisa Dipakai untuk Rumuskan Konklusi
Ia mengatakan, metode yang tak bias, walaupun ukuran contoh terlihat kecil tetap sahih dan dapat dipercaya secara keilmuan.
Menurut dia, jika tidak percaya dengan pengambilan contoh acak atau “random sampling”, ia memberi contoh mencicipi sayur asem satu baskom untuk mengetahui bahwa garamnya sudah cukup atau belum.
“Orang yang paham statistika dan mampu melakukan pengacakan, maka untuk menduga rasa asin sayur asem itu cukup satu sendok teh saja,” ujarnya.
Akan tetapi, untuk keputusan akhir, tetap harus menunggu pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Untuk itu, Asep meminta masyarakat untuk sabar menunggu keputusan KPU.*