Hidayatullah.com– Dai kondang Ustadz Abdul Somad (UAS) turut angkat bicara menyoroti polemik Film The Santri yang belakangan ini terus menuai kontroversi.
UAS mengomentari film tersebut untuk menjawab pertanyaan dalam secarik kertas pada sebuah acara pengajiannya baru-baru ini. Sebagaimana biasa, UAS selalu menyediakan waktu bagi jamaah untuk bertanya di penghujung ceramahnya.
“Apa pendapat Ustadz tentang film The Santri yang tidak mencerminkan kehidupan pesantren yang sebenarnya dan disutradarai oleh Livi Zheng yang kontroversi?” demikian pertanyaan tersebut yang dibacakan UAS sebagaimana video diunggah akun resmi UAS pada Selasa (18/09/2019) pantauan hidayatullah.com pukul 16.50 WIB.
Ditanya begitu, UAS lantas berkelakar, “Main mancing-mancing aja,” membuat jamaah tertawa.
Soal sikapnya film The Santri , UAS pun menyarankan jamaah untuk mengikuti apa yang sudah ada, diduga yang dimaksud adalah ajakan untuk tidak menonton film tersebut. Diketahui, di media sosial ramai tagar #BoikotFilmTheSantri.
“Sudah banyak komentar-komentar dah, ikuti aja yang udah ada tuh. Saya yang beban lama aja belum selesai,” ujarnya, mengingatkan jamaah akan ceramahnya tentang patung yang sempat heboh dan dipersoalkan.
Soal film The Santri , UAS mengaku tidak menonton secara utuh film, tapi sempat melihat trailer filmnya. Dari trailer film The Santri, UAS mengingatkan dua hal.
Pertama, mengenai hukum seorang Muslim masuk ke dalam rumah ibadah agama lain.
“Haram hukumnya masuk ke rumah ibadah orang lain. Haram! Saya tak nonton film ini sampai habis. Baru menengok trailernya aja. Tapi di dalam itu yang bisa saya komentari, pertama, masuk ke rumah ibadah.
Karena Nabi tak mau masuk ke dalam tempat fiihissurah wattamasil, kalau di dalam tuh ada patung berhala. Maka dalam Islam, mazhab Syafi’i mengharamkan masuk ke dalam rumah ibadah di dalamnya ada berhala. Mazhab Syafi’i. Kita pakai mazhab apa? Mazhab Syafi’i,” terang UAS.
Baca: BKsPPI: Ada Pesan Liberalisasi Disusupkan di Film The Santri
Persoalan kedua yang disoroti UAS terkait film The Santri adalah masalah laki-laki dan perempuan berdua-duaan.
Diketahui, dalam trailer film The Santri, ada adegan dimana dua orang yang diperankan sebagai santri dan santriwati berduaan di sebuah hutan. Mengomentari itu, UAS mengutip penggalan sebuah hadits yang terjemahannya berbunyi “Janganlah laki laki berduaan dengan perempuan kecauli ada mahramnya….”
“Oleh sebab itu, maka kita jaga anak cucu kita dari perbuatan-perbuatan maksiat, bahwa ada misi-misi sesuatu di balik ini semua, wallahu a’lam bisshowab,” ujar UAS berpesan.
Dai kelahiran Asahan, Sumatera Utara ini pun mengingatkan bahwa semua umat manusia akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Subhanahu Wata’ala kelak.
UAS pun menyampaikan penegasan bahwa Islam sudah mengajarkan bahwa menjaga toleransi antar sesama penganut agama.
Sehingga, tegas UAS, “Islam tak perlu diajari bagaimana berinteraksi sosial dengan saudara kita non-Muslim. Karena kita sudah lama bertetangga. Apalagi orang Tanjungpinang. Seandainya orang Tanjungpinang ini ekstrem, tak akan ada orang Tionghoa di Tanjungpinang. Betul!?! Kita semuanya bisa menerima siapa pun yang datang. Semua bertetangga, berkawan besar. Tapi kalau sudah dalam masalah ibadah, ritual, tak ada tawar menawar.”
Baca: Dr Nirwan Syafrin: Pemikiran Liberal di Indonesia Semuanya Impor dari Luar
Dakwah Media BCA - Green
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Di penghujung penjelasannya itu, UAS mengingatkan kembali akan firman Allah dalam Surat Al-Kafirun yang menegaskan sikap seorang Muslim terkait aqidah. Dalam Surat Al-Kafirun, di antara ayat-ayat (terjemahannya) berbunyi, “Untukmu agamamu, untukku agamaku.”
“Ini sekarang banyak yang tak bisa bedakan, kebablasan. Tak bisa bedakan mana toleransi, mana telor asin,” tegas dai yang kerap menyelipkan candaan di antara ceramahnya.
UAS pun mengimbau kaum Muslimin agar bersikap secara tepat dalam bertoleransi, yaitu dengan tetap menjaga aqidah terutama aqidah para generasi Muslim.
“Harus bisa dibedakan! Jangan karena toleransi mengorbankan keyakinan aqidah anak anak kita. Naudzubillah. Dan orang-orang yang pernah di pesantren pun ketika menonton itu (berkata) “ini bukan anak pesantren. Anak pesantren tak begitu.”,” pungkasnya.*