Hidayatullah.com– Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Anwar Abbas memandang bahwa imbauan MUI Provinsi Jawa Timur mengenai salam lintas agama sudah tepat.
“Saya melihat imbauan tersebut sudah tepat dan sudah sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits, karena di dalam Islam di dalam setiap doa itu selain ada dimensi muamalah atau hubungan kepada sesama juga sangat sarat dengan dimensi teologis dan ibadah,” ujar Anwar dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan diterima hidayatullah.com di Jakarta, Senin (11/11/2019).
Sebelumnya Ketua Umum MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori mengatakan, mengucapkan salam pembuka dari semua agama yang dilakukan oleh umat Islam adalah perbuatan baru yang merupakan bidah yang tidak pernah ada di masa yang lalu. “Minimal mengandung nilai syubhat yang patut dihindari,” ujar Kiai Somad di Surabaya, Jatim, Sabtu (09/11/2019).
Anwar mengatakan, seorang Muslim harus berhati-hati di dalam berdoa dan jangan sampai dia melanggar ketentuan yang ada.
“Karena ketika dia berdoa, maka dia hanya akan berdoa dan akan meminta pertolongan dalam doanya tersebut hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala saja dan tidak boleh kepada lainnya. Karena kalau kita keluar dari ketentuan tersebut, maka seperti yang terdapat dalam salah satu ayat dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa yang bisa mengabulkan doa dari seseorang itu adalah hanya Allah Subhanahu Wata’ala,” jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Anwar, kalau ada orang Islam dan orang yang beriman kepada Allah berdoa dan meminta pertolongan kepada selain Allah Subhanahu Wata’ala, maka murka Tuhan pasti akan menimpa diri mereka.
“Seorang Muslim dalam berdoa jangan dan tidak boleh meminta tolong kepada selain Allah dan atau kepada Tuhan dari agama lain. Cara-cara berdoa seperti ini jelas saja boleh apalagi UUD 1945 pasal 29 ayat 2 telah jelas-jelas menjamin kita untuk beribadah dan berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan yang kita anut,” ujarnya.
Mengenai toleransi dalam beragama, Anwar mengatakan, karena masing-masing agama memiliki ajaran dan sistem kepercayaan sendiri-sendiri, maka untuk terciptanya kerukunan, “Kita tidak boleh memaksakan kepercayaan dan keyakinan suatu agama serta cara beribadah dan mengucapkan salam yang ada dalam suatu agama kepada pengikut agama lain.”
Dalam hal ini, lanjutnya, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka masing-masing pihak dalam kehidupan sehari-hari harus bisa untuk saling hormat-menghormati ucapan salam yang disampaikan oleh pemeluk suatu agama dengan mempergunakan salam yang sudah lazim dalam agamanya. “Tanpa harus menambah dan mengucapkan salam yang akan disampaikannya dengan salam dalam agama lain,” imbuhnya.
Sekjen MUI Pusat menilai, adanya imbauan dari MUI Jatim mengenai salam lintas agama menjadi penting karena tugas MUI adalah menjaga umat. Dan dengan adanya imbauan tersebut, maka umat tidak bingung,” ujarnya.
Sehingga, lanjutnya, dengan kehadiran imbauan MUI Jatim itu, umat Islam bisa tertuntun aqidah, ibadah, dan muamalahnya dengan baik.
“Sehingga dalam membangun hubungan baik dengan umat dari agama lain, mereka bisa berbuat dan bertindak dengan baik dengan tidak melanggar ketentuan dari ajaran agamanya,” pungkasnya.
Baca: Soal Salam Lintas Agama, MUI Jatim: Muslim Cukup Ucapkan “Assalamu’alaikum…”
Sebelumnya, Dewan Pimpinan MUI Jatim, merujuk pada rekomendasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MUI 11-13 Oktober 2019 di Nusa Tenggara Barat, menyampaikan taushiyah dan pokok-pokok pikiran terkait salam lintas agama.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sebagaimana diketahui, belakangan ini berkembang kebiasaan, seseorang atau pejabat negara dalam membuka sambutan atau pidato di acara-acara resmi, kerapkali menyampaikan salam atau kalimat pembuka dari semua agama.
Penyampaian salam lintas agama itu dilandasi motivasi untuk meningkatkan kerukunan hidup antar umat beragama, supaya terjalin lebih harmonis sehingga dapat memperkokoh kesatuan bangsa dan keutuhan NKRI.
Akan tetapi, Ketua Umum MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori mengatakan, ucapan salam mempunyai keterkaitan dengan ajaran yang bersifat ibadah.
Sehingga, Dewan Pimpinan MUI Jatim pun menyerukan kepada umat Islam khususnya dan kepada pemangku kebijakan agar dalam persoalan salam pembuka dilakukan sesuai dengan ajaran agama masing-masing.
“Untuk umat Islam cukup mengucapkan kalimat, “Assalaamu’alaikum. Wr. Wb.” Dengan demikian bagi umat Islam akan dapat terhindar dari perbuatan syubhat yang dapat merusak kemurnian dari agama yang dianutnya,” serunya di Surabaya, Jatim, Sabtu (09/11/2019).*