Hidayatullah.com– Massa dari berbagai elemen masyarakat menggelar aksi di depan Kedutaan Besar India untuk Indonesia di Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (06/03/2020). Aksi ini digelar sebagai bentuk protes terhadap kebijakan dan tindakan diskriminatif terhadap umat Islam di India.
Dalam aksi pada Jumat, beberapa perwakilan massa mencoba menemui duta besar atau perwakilan duta besar India untuk Indonesia. Akan tetapi tidak berhasil. Berdasarkan informasi, Dubes India untuk Indonesia sedang tidak berada di Indonesia. Sedangkan gedung Kedubes India juga telah digembok.
Sementara itu, belasan Organisasi Kepemudaan (OKP) lintas agama menyatakan keprihatinan terhadap konflik di India yang telah menelan puluhan korban jiwa.
Sebanyak 11 OKP itu terdiri dari Gerakan Pemuda Ansor, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Katolik, Peradah, Gemabudhi, Gema Mathla’ul Anwar, Gemaku, IPTI, Gemapakti, Pemuda Nahdlatul Wathan, dan GAMKI.
Baca: Menag Mengecam Keras Kekerasan Terhadap Umat Islam India
Dalam pernyataan resminya kepada media, Jumat (06/03/2020), ke-11 OKP lintas agama itu meminta pemerintah India agar tidak membuat kebijakan diskriminatif yang bisa menimbulkan perpecahan masyarakat.
Para OKP itu pun mengimbau masyarakat agar tak terprovokasi oleh konflik antar agama di India.
Mereka mengajak semua pihak untuk bersinergi membangun budaya toleransi dan inklusif, serta menghentikan peperangan dan konflik yang menyebabkan pertumpahan darah.
Sebagaimana diketahui, aksi di depan gedung Kedubes India, Jumat, diikuti oleh massa gabungan. Antara lain dari Front Pembela Islam (FPI), Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, Persaudaraan Alumni (PA) 212, dan sebagainya.
Ketua GNPF Ulama, Yusuf Martak, mengatakan bahwa umat Islam di Indonesia tak akan tinggal diam menyikapi apa yang terjadi terhadap Muslimin India.
Baca: MUI Kutuk Keras Pembakaran Masjid, Ingatkan Pemerintah India Tak Diskriminatif
Pada aksi itu, massa meminta pemerintah India agar menghentikan aksi kekerasan terhadap umat Islam di negeri mayoritas Hindu itu.
Massa juga membakar bendera India, serta mengutuk kekerasan terhadap Muslim di negara yang dipimpin oleh Perdana Menteri Narendra Modi itu.
Beberapa bulan belakangan, ribuan rakyat India melakukan aksi protes terhadap undang-undang yang memudahkan warga non Islam dari negara-negara regional untuk mendapatkan kewarganegaraan India namun mengecualikan Muslim.
Baca: Prof Din Sesalkan Pembakaran Masjid, Dorong Pemerintah India Atasi Keadaan
Dakwah Media BCA - Green
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Kekerasan berdarah di India ini dipicu adanya Undang-Undang Kewarganegaraan India yang cuma memberi status kewarganegaraan bagi imigran yang menerima persekusi di negaranya dengan syarat beragama Hindu, Kristen, dan agama minoritas lainnya selain Muslim.
Regulasi ini disahkan pemerintahan PM Narendra Modi yang beraliran sayap kanan. Partai pengusungnya, Bhratiya Janata (BJP) dituduh bersikap diskriminatif terhadap umat Muslim.
Korban tewas dalam kerusuhan komunal yang sedang berlangsung di ibu kota India, New Delhi, telah meningkat menjadi 34 orang, data disampaikan pejabat Kementerian Kesahatan India pada Kamis (27/02/2020).
“Tindakan kekerasan itu sangat tidak berperikemanusiaan dan bertentangan dengan nilai-nilai agama,” ungkap Menteri Agama RI Fachrul Razi di Jakarta, Jumat (28/02/2020).* (SKR/Dari berbagai sumber)