Hidayatullah.com– Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengatakan sikap menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja. Kiai Said menilai UU itu jelas merugikan rakyat kecil dan menguntungkan konglomerat.
“(UU Ciptaker) hanya menguntungkan konglomerat, kapitalis, investor, tapi menindas dan menginjak kepentingan atau nasib para buruh, petani, dan rakyat kecil,” kata Said dikutip dari NU Online, Rabu (07/10/2020).
Said juga meminta agar warga NU harus punya sikap yang tegas dalam menilai UU Cipta Kerja ini. Dia menegaskan bahwa kepentingan rakyat kecil tetap harus diperjuangkan dan dicari jalan keluarnya.
“Saya berharap NU nanti bersikap. Untuk menyikapi UU yang baru saja diketok ini. Mari kita cari jalan keluar yang elegan, yang seimbang dan tawasuth. Kepentingan buruh dan rakyat kecil harus kita jamin. Terutama yang menyangkut pertanahan, kedaulatan pangan, dan pendidikan,” jelasnya.
“Kita harus melakukan judicial review. Harus meminta ditinjau ulang tapi dengan cara elegan bukan dengan anarkis. Kita harus bersuara demi warga NU, demi NU, dan demi moderasi dalam membangun masyarakat,” sambungnya.
Lebih jauh, kata Kiai Said, Indonesia selama ini juga belum mengimplementasikan Pasal 33 UUD 1945 secara serius dan menyeluruh. Tapi kini ditambah lagi dengan keberadaan UU Ciptaker yang semakin membuat masyarakat kecil tertindas.
Diketahui, Pasal 33 UUD 1945 mengatur tentang segala sumber daya alam yang ada di Indonesia harus dikelola negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. “Bahkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin kian miskin,” ujarnya.
Selain itu, Kiai Said menilai para politisi hanya memanfaatkan rakyat untuk kepentingan suara. Sebab di masa pemilu, katanya, para politikus membutuhkan suara rakyat agar terpilih. Namun ketika sudah terpilih mereka malah menutup telinga dari aspirasi yang disalurkan masyarakat.
“Kalau sedang Pilkada, Pileg, dan Pilpres suaranya rakyat dibutuhkan, tapi kalau sudah selesai rakyat ditinggal,” ungkapnya.
Selanjutya, Kiai Said turut menyoroti hadirnya pasal pendidikan yang termaktub dalam UU Ciptaker. Ketentuan tersebut terdapat dalam pasal 26 poin K yang memasukkan entitas pendidikan sebagai sebuah kegiatan usaha.
Kemudian pasal 65 yang menjelaskan pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU Ciptaker itu.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Said menegaskan bahwa lembaga pendidikan bukanlah sebuah perusahaan. Pasal itu dinilai dapat melahirkan potensi pendidikan yang disulap sebagai sebuah entitas untuk mencari untung atau komersil.
Sebelumnya, penolakan terhadap UU Ciptaker juga datang dari Muhammadiyah. Hal itu disampaikan oleh Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas, ia menduga DPR mengesahkan UU Ciptaker karena faktor utang jasa kepada pengusaha.
“Sementara oligarki politik tidak punya uang yang banyak untuk membiayai kegiatan-kegiayan politik mereka sehingga mereka karena tidak sanggup memikul beban tersebut, terpaksa meminta bantuan kepada para pemilik kapital,” ujar Anwar Abbas, Senin (05/10/2020).* Azim Arrasyid