Hidayatullah.com- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menyatakan bahwa FPI berbeda dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI merupakan ormas terlarang, sementara FPI katanya bukan ormas terlarang.
Hamdan Zoelva juga menyatakan bahwa menyebarkan konten terkait FPI tidak dapat dipidana karena tidak ada ketentuan pidana yang melarangnya.
Hamdan Zoelva menyampaikan itu setelah membaca dengan seksama keputusan pemerintah mengenai FPI. “(Yang) pada intinya menyatakan Ormas FPI secara de jure bubar karena sudah tidak terdaftar. Melarang untuk melakukan kegiatan dengan menggunakan simbol atau atribut FPI, dan Pemerintah akan menghentikan jika FPI melakukan kegiatan,” ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat/Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam ini lewat Twitternya pantauan hidayatullah.com pada Senin (04/01/2021).
Makna dari keputusan pemerintah tersebut, tambah Hamdan Zoelva, “FPI bukan ormas terlarang seperti PKI, tetapi organisasi yang dinyatakan bubar secara hukum dan dilarang melakukan kegiatan yang menggunakan lambang atau simbol FPI.”
Ia menilai FPI beda dengan Partai Komunis Indonesia yang merupakan partai terlarang dan menurut UU 27/1999 (Pasal 107a KUHPidana) menyebarluaskan dan mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, adalah merupakan tindak pidana yang dapat dipidana.
“Tidak ada ketentuan pidana yang melarang menyebarkan konten FPI karenanya siapa pun yang mengedarkan konten FPI tidak dapat dipidana. Sekali lagi objek larangan adalah kegiatan yang menggunakan simbol atau atribut FPI oleh FPI,” jelasnya.
Menurut Putusan MK No. 82/PUU-XI/2013, tambahnya, ada tiga jenis Ormas yaitu Ormas berbadan Hukum, Ormas Terdaftar, dan Ormas Tidak terdaftar. Ormas tidak terdaftar tidak mendapat pelayanan pemerintah dalam segala kegiatannya, sedangkan Ormas terdaftar mendapat pelayanan negara.
“UU tidak mewajibkan suatu Ormas harus terdaftar atau harus berbadan hukum. Karena hak berkumpul dan bersyarikat dilindungi konstitusi. Negara hanya dapat melarang kegiatan Ormas jika kegiatannya mengganggu keamanan dan ketertiban umum atau memanggar nilai-nilai agama dan moral,” jelasnya.
Negara, tambahnya, juga dapat membatalkan badan hukum suatu Ormas atau mencabut pendaftaran suatu Ormas sehingga tidak berhak mendapat pelayanan dari negara jika melanggar larangan-larangan yang ditentukan UU.
“Negara dapat melarang suatu organisasi jika organisasi itu terbukti merupakan organisasi teroris atau berafiliasi dengan organisasi teroris, atau ternyata organisasi itu adalah organisasi komunis atau organisasi kejahatan,” pungkasnya lewat akun @hamdanzoelva (03/01/2021).
Baca: Komunitas Pers Desak Kapolri Mencabut Larangan Sebarkan Konten terkait FPI
Sebelumnya diberitakan hidayatullah.com, komunitas pers mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Idham Aziz untuk mencabut maklumat yang melarang masyarakat untuk mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait Front Pembela Islam (FPI) baik lewat website maupun media sosial.
“Maklumat ini mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik,” ujar komunitas pers melalui pernyataan tertulisnya pada Jumat (01/01/2021) dikutip Anadolu Agency.
Komunitas pers – yang terdiri dari sejumlah organisasi media, seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Forum Pemred, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) – menegaskan hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Pasal 4 UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Kapolri Idham Azis melarang masyarakat untuk mengakses hingga menyebarluaskan konten terkait FPI yang termaktub dalam maklumat bernomor Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI, yang secara spesifik tertuang pada pasal 2d maklumat itu.
Baca: YLBHI: 2020 Tahun Pelanggaran HAM, Indonesia Sempurna Menjadi Negara Otoritarian
Isi maklumat tersebut, yang akan memproses siapa pun yang menyebarkan informasi tentang FPI, kata komunitas pers, juga dapat dikategorikan sebagai “pelarangan penyiaran”, yang itu bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pers.
Komunitas pers menilai, larangan itu tidak senafas dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan Undang-Undang Pers.
Sejumlah organisasi media itu mengimbau pers nasional agar terus memberitakan berbagai hal terkait kepentingan publik seperti yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Pers.*