Hidayatullah.com–Para ibu, dengan kerutan di wajah dan membawa foto anak mereka yang dikurung di penjara-penjara Israel, setiap Senin pagi berkumpul di halaman depan kantor pusat Palang Merah di Gaza.
Pertemuan tiap Senin itu telah menjadi sebuah tradisi di kalangan keluarga Palestina yang tinggal di Gaza. Selama sepuluh tahun para ibu, ayah, saudara laki-laki, saudara perempuan, semuanya berkumpul saling menunjukkan solidaritas dan dukungan.
Mereka berdiri dalam solidaritas untuk anak-anak mereka dan mengutuk segala bentuk penyiksaan terhadap mereka yang dikurung dalam penjara Israel. Sayangnya, bulan Ramadhan tidak mengubah keadaan mereka yang dipenjara, dan siksaan terus diterima dari tangan-tangan Israel yang menangkap mereka. Penderitaan terus berlanjut.
“Apakah Israel negara demokrasi?” tanya ibu dari Ahmad yang dipenjara oleh Israel. “Kami berbicara dengan Ahmad dua hari lalu, di awal Ramadhan. Ia mengadu terus mendapat siksaan selama puasa.” Apa yang diadukan Ahmad itu juga dialami oleh banyak penghuni penjara Israel lainnya
Ibu dari Raed Hajj Ahmad berkata, “Selama lebih dari dua tahun kami dihalang-halangi untuk mengunjungi anak kami. Berita yang kami dengar hanyalah tentang penyiksaan dan perlakuan buruk yang diterimanya. Kami mengirimkan uang. Tapi kami diberitahu bahwa uang itu tidak sampai kepadanya. Kami sungguh khawatir terhadapnya selama bulan Ramadhan ini.”
Ayah dari Shadi Al-Baba juga menyampaikan hal yang sama. Ia bercerita bahwa anaknya diperlakukan buruk oleh para penjaga di penjara.
“Uang yang kami kirimkan kepadanya, paling tidak butuh waktu 4 bulan untuk sampai. Jika terlambat seperti itu, bagaimana anak saya bisa makan dan minum? Bagaimana ia bisa menikmati buka puasa selama Ramadhan jika uangnya telat diterima?”
Selama Ramadhan, Muslim berpuasa sejak fajar hingga terbenam matahari. Ketika Adzan maghrib terdengar, Muslim di seluruh dunia membatalkan puasanya dengan makan kurma dan minum air. Lalu mereka melaksanakan shalat maghrib. Setelah itu mereka makan. Para tahanan di penjara-penjara Israel tidak bisa melakukan hal seperti itu.
Massod Ayad yang dulu pernah dipenjara bercerita, selama Ramadhan, banyak penghuni penjara yang dilarang membaca surat kabar atau menonton televisi untuk mencari tahu kapan waktu shalat dan berbuka. Mohammed Faraj al-Ghoul, pembimbing rohani para tahanan mengatakan, banyak dari tahanan yang tidak tahu kapan waktu untuk berbuka puasa dan sahur. Karena tempat mereka dikurung menghalanginya untuk bisa melihat matahari dan mendengar suara adzan.
Ada ratusan tahanan yang dikurung dalam sel isolasi, ruang tahanan dan ruang interogasi, demikian cerita pembimbing rohani itu. Sel tempat tahanan orang Palestina dikurung, tidak bisa dibandingkan dengan sel tempat orang-orang Barat dikurung.
Massoud Ayad memberikan gambaran seperti apa suasana di dalam penjara itu. “Bayangkan Anda dikurung dalam sebuah ruangan tertutup selam 5 atau 6 bulan terus menerus. Dalam ruangan sel hanya ada satu jendela kecil. Setiap sel berisi sekitar 10 orang tahanan. Dalam ruangan yang sempit seperti itu amat sulit untuk bergerak, dan bau tidak sedap menyebar ke seluruh ruangan.
Ghoul kemudian menjelaskan lebih lanjut mengenai cara yang digunakan Israel untuk melecehkan dan memprovokasi para tahanan Palestina. Cara pelecehan bisa berupa penggeledahan seluruh tubuh yang terus menerus dilakukan, membuat kegaduhan di sel, merampas barang milik pribadi seperti foto anak-anak mereka, melucuti pakaian, mengurung dalam ruang isolasi, menutup layanan kantin, dan melarang komunikasi dengan dunia luar, termasuk dengan keluarga mereka.
Ada lebih dari 1.600 tahanan yang memerlukan perawatan medis, dan lebih banyak lagi jumlah mereka yang tidak diperbolehkan berjumpa dengan keluarganya. Pihak penjajah Israel berdalih, larangan kunjungan dari keluarga itu karena alasan keamanan.
Banyak keluarga yang bertahun-tahun dihalangi untuk melihat anak-anak mereka. Sementara lainnya hanya bisa bertemu dengan anak mereka setiap 26 bulan sekali.
Bukankah yang disebut dengan “demokrasi” seharusnya menghormati hak asasi manusia? Kesampingkan pertanyaan apa itu demokrasi, bukankah hak asasi manusia diakui oleh hukum internasional dan diadopsi oleh banyak negara dan PBB? Orang-orang Palestina adalah manusia, sebagaimana halnya orang-orang yang hidup di Amerika Serikat dan Inggris. Mereka juga berhak untuk mendapatkan jaminan perlindungan di bawah hukum internasional. Mereka tidak layak untuk mendapatkan siksaan dan menjadi bahan pelecehan oleh para penjaga di penjara-penjara Israel. [di/pt/hidayatullah.com]
Foto:bbc.co.uk