Hidayatullah.com—Hari Selasa (08/09/2015) lalu, Kementrian Luar Negeri Amerika mengumumkan dan memasukkan tiga nama pemimpin Gerakan Perlawanan Islam Hamas ke dalam “daftar hitam teroris internasional”. [baca: Masukkan Petinggi Hamas dalam Daftar Teroris, Amerika Dinilai Munafik Dukung Zionis]
Menurut keterangan Kementrian Luar Negeri Amerika ketiga pemimpin Hamas yang masuk dalam daftar teroris adalah Komandan Umum Brigade al Qassam Muhammad Dhaif, petinggi penting al Qassam Yahya Sinwar dan anggota Biro Politik Hamas Ruhi Musytaha, ditambah seorang eks tawanan asal Libanon yang telah bebas dari penjara Zionis Samir Qinthar.
Hanya saja yang menarik, selama seperempat abad lamanya, nama Muhammad Dhaif adalah tokoh yang paling sulit dicari bagi penjajah Zionis – Israel.
Siapa sesungguhnya Mohammad Dhaif?
Muhammad Dhaif bernama asli Muhammad Dayyab Ibrahim al-Mishri warga kampung Khan Yunis, selatan Jalur Gaza. Menurut PIC, nama aslinya ini hanya diketahui oleh sedikit warga Palestina.
Ia dijuluki al-Dhaif di antaranya karena sering bertamu (Adz Dhaif dalam Bahasa Arab artinya tamu).Maklum, ia suka bertamu ke rumah-rumah penduduk, termasuk ke pimpinan, tokoh masyarakat, ahli ilmu dan jarang hidup di rumahnya sendiri.
Hal itu dilakukan karena ia seumur hidupnya menjadi buron penjajah Israel karena sebagai perencana dan pelaku serangan syahid nomer wahid.
Adz Dhaif berasal dari sebuah keluarga Palestina yang mengungsi dari Desa Qabibah wilayah Palestina jajahan tahun 1948. Setelah terusir dan mengungsi, keluarga ini hidup dari kamp satu ke kamp lainnya sebelumnya akhirnya menetap di Kamp Pengungsi Khan Yunis dan tumbuh besar di sana.
Semenjak kecil Dhaif sudah lekat dengan perjuangan dan dekat dengan masjid. Saat belia, ia dikenal hafal jalan menuju masjid. Masjid Bilal dan Masjid Asy-Syafii serta Masjid Ar-Rahmah adalah segitiga masjid yang telah mengasah kepribadiannya dan mengantarkannya menjadi salah satu pimpinan perjuangan Islam dan aktivitas dakwah.
Saat kuliah, ia sudah langsung menjadi aktivis mahasiswa Islam terdepan di kampus Universitas Islam Gaza.
Ia sering ikut pentas seni dan nasyid yang digelar oleh Hamas dalam berbagai kesempatan. Ia mengetuai tim seni di organisasi kampus Universitas Islam Gaza tahun 1988 setelah meraih gelar S1 dalam bidang ilmu pengetahuan biologi.
Perlawanan
Dhaif bergabung dalam kelompok perlawanan Palestina dimana Hamas telah lahir dari rahimnya di Palestina tahun 1987 saat masih muda belia.
Di kemudian hari ia bahkan dikenal menjadi pionir dalam perjuangan militer, lihai dalam dakwah, sosial dan pemberian bantuan.
Ia bahkan dikenal tak malu atau canggung saat harus membawa sapu lantai dan jalanan bersama pemuda-pemuda di organisasi keislaman untuk membersihkan jalan-jalan Khan Yunis. Ia juga sangat bersemangat dalam aktifitas kampus dimana pada musim panen ikut membantu para petani.
Ia dikenal berjiwa sosial, tak segan membantu warga yang kesulitan. Pernah suatu ketika rumah seorang warga roboh terhempas badai pasir. Bersama teman-temannya ia membantu membangun kembali rumah tersebut. Bahkan ia rajin membesuk orang sakit di rumah sakit dan memberikan bantuan.
“Adh-Dhaif sangat pandai berperan dalam seni drama, giat dalam kerja sosial membantu para mahasiswa miskin,” demikian disebutkan sumber informasi Hamas dikutip PIC.
Dhaif juga dikenal sosol pemuda pemalu, sopan. Meski dikenal kalem, namun ia dikenal sebagai sosok sangat ‘berbahaya’ bagi penjajah Israel.
Dhaif pernah ditangkap bersama ratusan pimpinan Hamas pada tahun 1989 dan berada dalam tahanan selama 16 bulan tanpa proses pengadilan.
Ia bergabung menjadi anggota Hamas pada tahun 80 an. Adh-Dhaif diangkat menjadi Panglima Izzuddin Al-Qassam tahun 2002 setelah Syeikh Shalah Syahhadah, panglima sebelumnya, Syahid (InsyaAllah) dalam sebuah serangan udara Zionis-Israel.
Karena aktivitasnya ini, ia pernah ditangkap Otoritas Palestina pada tahun 2000, tapi berhasil melarikan diri saat berkobarnya Intifadhah Palestina II.*(BERSAMBUNG)