Hidayatullah.com–Pasca Idul Fitri lalu, umat dihebohkan dengan pesan sporadis tentang keharaman sejumlah restoran beken di negeri ini. Di antaranya restoran Solaria, Starbucks, J&Co, Coffee Beans, Baskin Robins Ice Cream, dan lainnya. Restoran-restoran tersebut memang belum tersertifikasi halal oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI). Tapi, apakah serta-merta status mereka menjadi haram?
Berikut penjelasan Direktur LPPOM-MUI Ir. Lukmanul Hakim yang hidayatullah.com wawancarai Kamis, (03/10/2013) lalu.
Apakah LPPOM telah mengeluarkan vonis haram terhadap sejumlah restoran?
Sebetulnya MUI tidak pernah mengeluarkan vonis haram. Tapi, bahwa restoran-restoran itu belum tersertifikat halal itu betul. Kalau dicek di situs kami, restoran-restoran itu memang belum tersertifikasi halal.
Tapi kalau dipastikan haram, kita belum tahu. Artinya status restoran-restoran itu syubhat, atau tidak jelas. Konsumen harusnya menghindari. Karena kalau kita jatuh kepada hal yang syubhat, kita bisa jatuh kepada hal yang haram.
Apakah boleh mengatakan restoran-restoran itu haram?
Memastikan status halal-haram itu bukan suatu yang sederhana. Tidak bisa dengan mudah mengatakan yang tidak disertifikasi langsung haram. Jadi kami di MUI mengatakan, yang bersertifikat halal itu yang jelas kehalalannya. Yang belum disertifikat, belum jelas statusnya. Kecuali dengan jelas dia mengumumkan produknya mengandung babi, alkohol, atau zat-zat yang jelas keharamannya.
Berapa banyak restoran besar yang belum tersertifikasi halal?
Saya tidak tahu, karena banyak sekali. Tapi yang sudah kita sertifikasi sekitar tiga puluhan. Itu restoran-restoran besar yang sebarannya nasional.
Apakah LPPOM sudah menyurati restoran-restoran tak bersertifikat halal itu?
Yang pasti, sejak isu itu muncul usai Lebaran lalu kita mengadakan pertemuan dengan restoran-restoran itu yang difasilitasi Kementerian Perdagangan. Dan akan ada pertemuan-pertemuan berikutnya.
Restoran apa saja yang diundang?
Waktu yang kita undang khusus yang kena isu, Solaria, Starbucks, J & Co, Coffe Beans, kami persilahkan kepada mereka (untuk urus sertifikasi). Karena sertifikat halal di Indonesia masih bersifat sukarela. Kita siap pendampingan sistem dan manajemen halal dan lainnya. Kita tunggu saja.
Apa respons mereka?
Ada yang merespon ada yang belum merespon ada yang mengaku belum jelas soal masalah sertifikasi karena pada pertemuan pertama itu kita masih belum detil menjelaskan. Solaria sudah masuk (mengurus sertifikasi halal).
Kabarnya Bread Talk pernah punya sertifikat halal, tapi tidak diperpanjang?
Bread Talk pernah punya sertifikat halal, tapi tidak diperpanjang. Tapi kini mereka sudah mensertifikasi bahan-bahan yang mereka pakai. Tapi restorannya belum tersertifikasi. Sertifikasi halal baru untuk bahan-bahan (roti). Yang mereka pakai saja, menu-menu lain di gerai dan resto mereka belum tersertifikasi halal. Soalnya kita tidak tahu apakah bahan-bahan yang sudah tersertifikasi itu juga mereka gunakan untuk yang mereka jual di restoran.
Bagaimana dengan restoran-restoran kecil seperti rumah makan Padang atau Warteg?
Selama belum disertifikasi status mereka syubhat. Sama saja dengan restoran-restoran besar.
Karena teknolongi pangan sangat kompleks. Zat-zat haram bisa saja datang dari penyedap, perasa, dan lainnya yang mereka beli secara curah dan tidak jelas status halalnya.
Kalau diberlakukan untuk restoran-restoran kecil, apakah tidak memberatkan?
Biaya sertifikasi sangat terjangkau mulai dari 300 ribu hingga 5 juta rupiah tergantung besar-kecilnya restoran tersebut.
Kita juga sudah punya template sistem jaminan halal untuk berbagai skala restoran. Soal, biaya sertifikasi kita selalu ada solusi. Bahkan ada rumah makan kecil yang kita gratiskan biaya sertifikasinya.*