Hidayatullah.com—Korban musibah Mina pada Kamis (24/09/2015) atau tepatnya 1436 Hijriyah, masih terus bertambah. Pemerintah Arab Saudi sendiri mengatakan jumlah korban meninggal dalam tragedi Mina ini mencapai 769 orang, hampir 100 orang berasal dari jamaah haji Indonesia.
Selain meninggalkan banyak korban,hingga kini juga meninggalkan ragam tanda tanya dan informasi yang masih simpang-siur.
Baru-baru ini, pengasuh Majelis Percikan Iman-Bandung, Dr Aam Amiruddin salah satu saksi kejadian yang juga pembimbing haji dari Indonesia turut memberikan pendapatnya.
Berikut pandangan dan pendapatnya;
Apa benar berita penyebab musibah Mina karena ada anak Raja Saudi menutup jalan?
Ini perlu diluruskan. Setahu saya untuk kondisi Mina saat ini ( haji 2015) sangat tidak mungkin terjadi. Mengapa? Karena tempat pelemparan itu sekarang sudah 4 lantai.
Untuk tamu VVIP sendiri telah disediakan jalur khusus sehingga untuk kondisi saat ini siapa pun tamu VVIP itu misalnya Keluarga Kerajaa, bangsawan,hingga tamu undangan raja sekalipun tidak mungkin mengganggu jalur umum atau jalur jamaah haji umum.
Hal ini karena mereka telah disediakan jalur khusus sehingga tidak akan mengganggu jamaah haji biasa. Bahkan untuk tinggkat kerajaan sendiri yang saya tahu, ada Istana Kerajaan, di mana dari istana ini ada jalur khusus untuk melempar jumrah.
Tapi apakah itu tidak mungkin?
Perlu saya tegas bahwa sungguh suatu fitnah jika insiden musibah Mina dikaitkan dengan kedatangan anak raja atau salah satu keluarga kerjaaan.
Ini menjadi informasi yang tidak benar jika dilihat dengan kondisi Mina saat ini kaitannya dengan fasilitas untuk melempar jumrah maka sangat tidak mungkin keluarga kerajaan melakukan hal itu. Hal ini perlu diluruskan agar tidak terjadi fitnah.
Ada juga informasi, musibah dimungkinkan ada sabotase?
Saya pikir ini juga perlu kita menanggapinya dengan kritis. Kalau yang saya lihat sendiri ini bukan sabotase. Itu terjadi karena faktor manusiawi di mana ada sebuah kondisi yang tak terhindarkan secara manusiawi orang akan berusaha menyelamatkan diri ketika terjadi sesuatu yang dapat membahayakan jiwanya.
Sebagai contoh rata-rata jamaah haji lebih suka bergerombol. Misalnya jamaah haji asal Indonesia kumpul dan berkelompok dengan jamaah haji asal Indonesia lainnya. Kadang mereka memakai syal yang bertuliskan asal kabupatennya sebagai tanda. Hal ini juga dilakukan oleh jamaah lainnya berbagai belahan dunia, termasuk dari Iran.
Sebagai missal, saya dan rombongan sedang berjalan tiba-tiba di depan ada insiden yang menghalangi jalan kita, maka, bisa jadi saya akan mengajak teman-teman saya untuk berbalik untuk mencari dan pindah ke jalur yang kosong.
Mungkin ini juga dilakukan oleh jamaah yang lainnya termasuk yang dari Iran sehingga akan terjadi pertemuan beberapa rombongan dalam satu titik atau lokasi.
Saya pikir, ini bukan sebuah tindakan sabotase. Bagaimana ini disebut sabotase jika dalam kondisi yang demikian maka sangat manusiawi jika setiap orang atau jamaah ingin menyelamatkan diri.
Ada juga informasi sejumlah jamaah haji dari Iran menerobos hingga menimbulkan kemacetan?
Kalau pendapat saya ini bukanlah sebuah kesengajaan untuk menciptakan suasana chaos. Tapi instink manusiawi semata di mana ketika mereka mengalami kepadatan dan dilihatnya ada jalur yang dianggap kosong maka mereka berbalik untuk mencari alternatif.
Walaupun boleh jadi tindakan tersebut dapat menyebabkan kecelakaan yang dahsyat hingga jatuhnya korban. Namun saya yakin itu bukan tindakan atau ada unsur kesengajaan yang telah direncanakan (didesign) sebelumnya tapi murni kecelakaan.
Bagaimana informasi tentang kesengajaan askar Saudi membelokkan jalur?
Insiden kecalakaan ini ada juga unsur atau faktor manusianya (human error) khususnya para petugas di lapangan atau pengelolaan secara umum.
Perlu diketahui, ibarat orang hajat, ibadah haji ini pekerjaan yang luar biasa besar dengan tamu undangan hingga jutaan orang. Tentu saja memerlukan kerja keras dan kedisiplinan semua pihak.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Dengan adanya jutaan orang ini dengan tujuan yang sama,tempat maupun waktunya yang demikian sempit tentu saja mengatur manusia hingga jutaan ini bukan pekerjaan mudah dan sederhana.
Ibaratnya begini, seperti polisi lalu lintas yang sedang mengatur jalan. Ketika terjadi kemacetan atau kepadatan maka biasanya seorang petugas polisi akan mengalihkan ke jalur yang dianggap lebih kosong dan aman. Itu menurut saya yang terjadi dalam musibah di Mina kemarin sehingga ditemukan ada jamaah haji asal Indonesia berada di jalur jamaah haji asal Afrika.
Fakta ini kemudian diklaim sebagai akibat jamaah haji Indonesia tidak disiplin.
Menurut saya ini karena para petugas pengatur haji (askar) melihat jalur orang Afrika agak kosong sehingga mereka berinisiatif untuk memindahkan ke jalur tersebut.
Jalur orang Indonesia penuh sementara jalur orang Afrika kosong maka dibukalah jalur orang Afrika untuk bisa dilewati orang Indonesia. Itu bukan keinginan jamaah asal Indonesia namun inisiatif askar.
Ketika jamaah asal Indonesia sudah masuk ke jalur orang Afrika lalu sudah terlihat penuh maka ditutup lagi. Inilah yang menurut saya menimbulkan polemik yang menuduh jamaah haji asal Indonesia tidak disiplin ketika ada korban ditemukan di jalur orang Afrika padahal seharusnya ia berada di jalur orang Indonesia. * (BERSAMBUNG)