HARI Kamis, (20/04/2017) Jaksa menuntut hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan selama 2 tahun terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Gubernur DKI Jakarta itu dinilai melanggar Pasal 156 KUHP.
Dalah KUHAP, pidana percobaan (voorwaardelijke) berarti si terdakwa tidak perlu menghuni penjara selama 1 tahun, selama dalam masa itu (dalam kasus Ahok, selama 2 tahun ke depan dia dianggap berkelakuan baik).
Keputusan ini banyak melahirkan kekecewaan publik, apalagi, dalam masa hampir setahun, bangsa ini banyak mengeluarkan energi atas kegaduhan yang ditimbulkan oleh terdakwah, sampai-sampai banyak melahirkan aksi massa dan demonstrasi besar-besaran.
Baca: Kasus Ahok, MUI Keluarkan Sikap dan Pendapat Keagamaan agar Masyarakat tak Anarki
Publik menilai, keputusan pengadilan telah mengabaikan saran Majelis Ulama Indonesia (MUI), dimana sebelumnya, Selasa (11/10/2016), MUI telah mengeluarkan ‘Pendapat dan Sikap Keagamaan terkait pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok’ yang telah menyinggung al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 51. Dalam lima poin sikap keagamaan MUI itu MUI secara tegas mengatakan Ahok telah menghina kitab suci umat Islam dan ulama.
Terkait ini, redaksi mewawancarai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Ma’ruf Amin. Inilah petikannya.
Jaksa tidak menuntut Ahok dengan pasal penghinaan agama, tanggapan Pak Kiai?
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah berpendapat tentang masalah itu. Sekarang kasusnya sudah di pengadilan. Saya kira penilaian tentang itu bukan di MUI lagi, tapi orang yang mempunyai kompetensi di bidang hukum, seperti para ahli hukum. Kita serahkan ke ahli hukum.
Baca: Ketua MUI Tegaskan Ahok Telah Menghina Al-Quran dan Ulama
Pertama, korelasi-korelasi antara peristiwa dengan pasal hukum kan yang mengerti para ahli hukum. Kalau kita kan tahunya kasusnya. Jadi urusan pengadilan yang ngerti kan ahli hukum. Kedua, urusan publik. Apakah keputusan itu memenuhi rasa keadilan publik apa tidak?
Jaksa tidak menuntut Ahok dengan pasal penghinaan agama, apakah itu memenuhi rasa keadilan Pak Kiai?
Kita serahkan ke ahli hukum dan publik.
Maksud Pak Kiai, seharusnya Majelis Hakim memperhatikan rasa keadilan publik ya?
Ya
Ada pendapat, Jaksa telah mengabaikan ‘Pendapat dan Sikap Keagamaan Majelis Ulama Indonesia (MUI)”, komentar Pak Kiai?
Sekarang masyarakat mengatakan apakah tuntutan jaksa itu memenuhi apa yang dikemukakan MUI apa tidak, silahkan urusan ahli hukum. Kalau MUI kan hanya menyapaikan pandangan keagamaannya.
Bagaimana kalau Ahok bebas, Pak Kiai?
Kembali lagi kita serahkan kepada ahli hukum dan publik. Gimana menurut publik? Apa sudah memenuhi rasa keadilan? Itu saja. Kalau Majelis Ulama Indonesia (MUI) kan sudah berpendapat bahwa itu menghina Al-Quran dan ulama.*/Andi