DUNIA pertelevisian di Indonesia, khususnya sinetron terus menjadi sorotan tidak lepas dari berbagai tayangan-tayangan yang tak banyak mendidik. Umumnya, pihak TV terus menayangkan acara sinetron karena memiliki rating penonton cukup tinggi, dan menghasilkan iklan. Padahal, hampir semua tayangan sinetron selalu menampilkan peran antagonis, pacaran bebas, dengki, iri-hati, rebutan harta bahkan rebutan suami.
Untuk mengajaga masa depan anak-anak, Pembina Masyarakat TV Sehat, Fahira Idris menyarankankan orangtua menyimpan daftar tontotan alternatif, televisi lokal, streaming TV atau saluran TV Kabel juga dinilai masih banyak nilai yang bagus-bagus.*
Bagaimana menurut Anda mengenai tayangan televisi dan pengaruhnya terhadap Anak-anak?
Memang, banyak tayangan di beberapa stasiun televisi yang tidak mendidik. Televisi kan sangat sering ditonton oleh anak-anak. Setelah mereka pulang sekolah, seharusnya mendapat tontonan yang mendidik malah melihat tayangan yang bukan seharusnya mereka tonton. Tayangan tersebut banyak yang membuat karakter anak-anak menjadi rusak dan tidak baik.
Kami sudah datang ke KPI (Komisi Penyiaran Indonesia –red) dan diterima pimpinan, kami difasilitasi oleh KPI untuk bertemu beberapa pengelola stasiun TV, di antaranya RCTI, Trans7 dan SCTV. Saya sudah dialog, akhirnya beberapa sinetron seperti karakter H Muhyidin di sinetron Tukang Bubur Naik Haji yang tadinya sangat buruk karakternya diganti.
Bagaimana cara mengawasi anak-anak menonton TV?
Ya, memang harus selalu kita awasi. Sebagai masyarakat yang peduli anak-anak, kita harus punya no KPI di handphone masyarakat, terutama ibu-ibu. Semakin banyak SMS (pesan singkat) mengenai program yang kita kritik, maka akan jadi masukan bagi KPI. Dan kami dari “TV Sehat” akan membantu advokasi.
Orangtua harus menyimpan daftar tontotan alternatif, televisi lokal, streaming TV juga banyak yang bagus-bagus. Beberapa ormas punya juga tv steraming yang bagus.
Bagaimana tanggapan Anda soal tontonan yang menggambarkan rumah tangga yang negatif?
Memang jelas, sinetron banyak yang mencekoki orangtua dan pasangan suami-istri soal perselingkuhan. Kejadian itu seharusnya jangan ditiru dan justru dibuat sinetron, dipertontonkan. Di sinetron itu jelas trik-trik selingkuh diperlihatkan, seperti membuat janji dimana, dan cara mengelabui pasangan jelas diperlihatkan. Sinetron yang seperti itu merupakan sumber malapetaka.
Produksi anak-anak sangat sedikit, hanya 8 persen tontonan untuk anak, makanya mereka melihat tayangan untuk dewasa. Selain itu, tayangan-tayangan live mengapa waktunya harus maghrib, ini kan jelas menganggu waktu ibadah.
Aduan masyarakat ke TV Sehat apa saja?
Banyak sekali aduan dari masyarakat, terutama masalah pengembangan karakter anak, perselingkuhan dan hancurnya rumah tangga akibat sebuah tontonan. Saya juga melihat kecenderungan, sponsor untuk presenter sebuah acara yang tujuannya menebar aurat. Ibu Ani SBY pernah menghimbau agar presenter memperhatikan cara berpakaian, tapi itu hanya sementara. Hal ini harus dibuat UU soal presenter, pakainnya seperti apa.
Bagaimana tanggapan Anda mengenai maraknya TV kabel yang murah?
Kita memang tidak bisa memungkiri era globalisasi, yang semakin memberikan tantangan bagi kita agar tidak menjadi kebablasan. Perusahaan tv kabel harusnya ada sensor juga. Kita memang dipojokkan ke masalah-masalah yang sulit. Tayangan musik di tv kabel dan lain-lain juga sangat berbahaya bagi masyarakat.
Soal lagu-lagu dewasa yang dinyanyikan oleh anak-anak, menurut Anda?
Jelas hal itu salah kaprah, menempatkan anak kecil menjadi dewasa. Sunatullahnya anak kecil ya nyanyinya harus sesuai dengan usianya. Kita lihat seperti menyanyi, gayanya, pakaiannya seperti dewasa, mengapa itu harus dipaksakan? Kita tidak tahu, di luar sana itu mengundang para pelaku pedofil juga. Hal itu kan bagian dari konsumsi mereka juga. Ini sangat mengerikan efeknya. Kalau kita tidak waspada mungkin itu hanya bagian dari lucu-lucuan, mestinya harus ada kajian yang mendalam akan dampak hal tersebut.*