Hidayatullah.com | ANTI-Pancasila, anti-kebhinekaan, dan mengancam NKRI menjadi predikat yang sering disematkan kepada Habib Muhammad Rizieq bin Husein Shihab (HRS), Imam Besar Front Pembela Islam. Tidak hanya itu, berbagai upaya fitnah lainnya pun terus menghampiri. Seperti tuduhan perselingkungan dengan seorang wanita bernama Firza Husein.
Juga ada laporan dari sekelompok orang yang mengaku berasal dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) yang menuduh Habib Rieziq telah menistakan agama Katolik. Benarkah Habib Rizieq menghina Pancasila, anti-kebhinekaan, dan mengancam keutuhan NKRI? Bagaimana pria kelahiran Jakarta, 24 Agustus 1965 ini menafsirkan Pancasila sebagai dasar negara?
Sejak SD sampai SMP, Habib Rizieq Shihab diselesaikan di Jakarta. Tahun 1983, ia mengambil kelas bahasa Arab di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA). Tidak lama setelah itu ia mendapat tawaran beasiswa dari Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk kuliah di Arab Saudi dalam jurusan Fiqih dan Ushul Fiqh ke King Saud University dan lulus tahun 1990 dengan predikat Cum Laude.
Habib Rizieq sempat mengambil program pascasarjana di Universitas Islam Internasional Malaysia di bidang Syari’ah dan meraih gelar Master of Arts (M.A.) pada tahun 2008 dengan tesis berjudul “Pengaruh Pancasila Terhadap Pelaksanaan Syariat Islam di Indonesia“.Tahun 2012, Habib Rizieq kembali ke Malaysia dan melanjutkan program pendidikan doktor dalam program Dakwah dan Manajemen di Fakultas Kepemimpinan dan Pengurusan Universiti Sains Islam Malaysia (USIM) dengan desertasi berjudul “Perbedaan Asal dan Cabang Ahlussunah Wal Jama’ah di bawah pengawasan Prof. Dr. Kamaluddin Nurdin Marjuni dan Dr. Ahmed Abdul Malek dari Nigeria.
Nah, inilah jawabannya, saat wawancara Majalah Suara Hidayatullah
Anda dituduh anti Pancalia. Sebenarnya bagaimana Anda memandang Pancasila?
Pancasila itu tergantung siapa yang merawatnya. Saat dirawat oleh Bung Karno yang mengagumi pemikiran Karl Marx dan telah mencetuskan politik Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom), maka Orde Lama di bawah pimpinan Bung Karno menafsirkan Pancasila untuk mencari pembenaran adanya komunis.
Padahal kalau kita telusuri sila Ketuhanan Yang Maha Esa itu bertolak belakang dengan ideologi Komunisme, Leninisme, Ateisme, dan Marxisme. Tapi karena rezim penguasa ketika itu telah mencetuskan politik Nasakom, tentu harus disesuaikan supaya kebijakan politiknya kelihatan tidak bertentangan dengan ideologi negara.
Begitu Pancasila masuk Orde Baru, kita tahu Soeharto masih terpengaruh oleh budaya kejawen. Maka ada aliran kebatinan dan kepercayaan. Akhirnya Pancasila ditasfirkan menjadi pembenaran bagi lahirnya kepercayaan melalui keputusan Tap MPR RI.
Begitu Pancasila masuk era reformasi yang cenderung mengusung paham-paham liberal, maka tafsir liberal juga mulai masuk. Pancasila dijadikan payung untuk melindungi aliran sesat, penista agama, dan semua itu pakai nama Pancasila.
Begitulah bagaimana Pancasila diletakkan sesuai siapa yang merawatnya.
Menurut Anda, bagaimana semestinya meletakkan Pancasila?
Akhirnya memang tak ada pilihan bagi umat Islam kecuali merawat Pancasila dengan rawatan Islam. Bagaimanapun Pancasila sebetulnya ijtihad ulama kita terdahulu yang masuk di BPUPKI, seperti KH Wahid Hasyim dari Nahdlatul Ulama (NU), KH Qahhar Muzakkir dari Muhammadiyah, dan KH Agus Salim dari Syarikat Islam.
Jadi Pancasila ini peninggalan ulama kita, maka harus ditafsirkan sesuai yang diinginkan oleh peletak Pancasila itu sendiri. Tidak mungkin para ulama menafsirkan Pancasila bertentangan dengan ajaran Islam.
Sekarang tiba saatnya Pancasila dikembalikan dalam rawatan Islam, karena Pancasila lahir dari rahim Islam. Sesuatu yang lahir dari rahim Islam, hanya boleh ditafsirkan sesuai ajaran Islam. Tolak penafsiran yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Bagaimana penafsiran Pancasila yang sesuai dengan ajaran Islam?
Sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa. Agama apa yang mengajarkan Ketuhanan Yang Maha Esa?
Tentu agama Islam. Jangan sampai sila ini ditafsirkan dengan penafsiran lain.
Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Islam mengajarkan soal keadilan.
Sila Ketiga, Persatuan Indonesia. Islam sangat mengajarkan tentang persatuan. Tak ada ajaran Islam yang mengajarkan perpecahan.
Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Ini artinya Indonesia negara musyawarah, bukan demokrasi. Sila keempat Pancasila ini jangan ditafsirkan demokrasi.
Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kesejahteraan umat dan pemerataan keadilan memang ajaran Islam.
Pancasila tidak ada yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sekali lagi, kalau ada yang bertanya kenapa Pancasila tidak ada yang bertentangan dengan ajaran Islam, ya karena memang Pancasila lahir dari rahim Islam.
Tafsiran Anda ini oleh sebagian orang justru dianggap sebagai ancaman terhadap Pancasila?
Kalau ada sekelompok orang menganggap itu ancaman, karena memang selama ini mereka telah memperkosa Pancasila atau kata lain menyelewengkan Pancasila.
Maksudnya seperti apa?
Dalam sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa. Kalau kita sudah menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Ketuhanan yang Maha Esa, maka segala pemahaman atau perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur sila tersebut tidak boleh dilegalkan di Indonesia.
Paham-paham Marxisme, Leninisme, Komunisme, termasuk Ateisme itu bertentangan dengan nilai luhur Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi tidak boleh diberi tempat hidup di Indonesia.
Termasuk prostitusi dan perjudian tidak boleh dilegalisasi atau pun dilokalisasi, karena bertentangan dengan nilai luhur Pancasila. Kalau ada Keppres atau undang-undang yang memperbolehkan penjualan minuman keras, maka itu bertentangan dengan nilai Ketuhanan yang Maha Esa.
Kalau hal itu diperbolehkan, sama saja pemerkosaan terhadap Pancasila. Dan ini sudah terbiasa terjadi.
Begitu kita ingin kembalikan tafsir Pancasila pada relnya, mereka merasa ini sebagai ancaman.
Bagaimana memperjuangkannya agar penafsiran Anda mendapatkan pengakuan dari negara?
Ini yang sedang kita perjuangkan. Seperti yang saya pernah bilang dalam khutbah Jum’at saat Aksi Bela Islam 212 bahwa ayat suci sudah harga mati, tidak bisa direvisi dan harus ditaati.
Sedangkan ayat konstitusi tidak boleh bertentangan dengan ayat suci. Prinsip ini harus menjadi prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jangan menyerah dengan tafsir yang memperbolehkan miras, prostitusi. Harus kita lawan.
Meski risikonya, mereka akan fitnah kita anti-Pancasila, anti-NKRI, dan anti-Bhinneka Tunggal Ika.
Anda kerap mengajak umat melakukan revolusi. Apa maksudnya?
Revolusi bermakna perubahan secara drastis. Indonesia ini perlu revolusi. Revolusi perilaku, perbuatan, pola hidup, gaya hidup, dan pemikiran.
Termasuk umat juga perlu melakukan revolusi. Yang malas shalat harus rajin shalat. Yang fanatik keorganisasian, sekarang tinggalkan fanatik.
Anda Muslim, saya Muslim, kita semua Muslim, bela Islam. Itu namanya revolusi. Alangkah indahnya revolusi damai. Tapi kita umat Islam selalu siap.
Kalau musuh datang menyerang, apa boleh buat. Itu pilihan terakhir. Selama masih ada revolusi damai, revolusi yang bermartabat, terhormat, itu yang harus kita kedepankan.
Dalam beberapa Aksi Bela Islam, Anda begitu kuat orasi hingga berjam-jam. Apa sih resepnya?
Saya sama saja seperti yang lain. Kena angin bisa masuk angin. Kena cabe bisa sakit perut. Kena gas air mata ya perih dan nangis juga.
Tapi dalam Aksi 212 Anda mampu memimpin massa hingga malam hari?
Hadza min fadli Rabbi. Ini semua karunia Allah SWT. Biasanya orang kalau punya semangat, seberat apapun tantangan bisa diatasi tanpa ia sadari.
Ilustrasi seperti ini, orang tidak bisa lompat tembok satu meter. Tapi saat dikejar-kejar anjing, kadang tembok dua meter bisa dilompati.
Jadi saat adrenalinnya naik, tenaganya bisa melebihi dari biasanya. Ada semangat dan keinginan. Baik hal yang baik, maupun hal yang buruk.
Apalagi dalam hal baik. Kalau kita punya semangat bela Allah SWT, Islam, dan al-Qur’an, hilanglah rasa lelah, capek, dan sakit.*