SEJAK awal 2016, Indonesia memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Antara lain untuk menjawab pasar bebas itu, awal Oktober ini digelar Pameran dan Kongres Beli Indonesia, menampilkan beragam produk karya anak bangsa.
Selain MEA, begitu banyak permasalahan terkait ekonomi bangsa. “Ada dua masalah utama,” ujar penggagas gerakan Beli Indonesia, Heppy Trenggono. Apa saja masalah itu?
Lebih jauh, hidayatullah.com mewawancarai Presiden Indonesian Islamic Business Forum itu usai penutupan kongres tersebut di Gedung Smesco, Jakarta. Berikut hasil wawancaranya!
Apa saja hasil dari kongres tersebut?
Bahwa model-model impelementasi di pemerintah daerah (pemda) itu sangat efektif, dan kita upayakan agar lebih banyak lagi kabupaten-kabupaten yang bisa menerapkan gerakan ini.
Di samping itu juga, kita akan lebih intensif dengan gagasan-gagasan baru. Agar perjuangan gerakan Beli Indonesia itu, yang selama ini banyak menyentuh persoalan kultural itu, bisa juga menyentuh persoalan yang sifatnya struktural.
Intinya, bagaimana gerakan Beli Indonesia bisa mempengaruhi kebijakan-kebijakan dari eksekutif, baik dari pusat maupun daerah.
Model-model implementasi di pemda itu seperti apa contohnya?
Jika para pemimpin (bangsa) mulai memahami, bahwa produk Indonesia artinya ekonomi Indonesia dan produk asing artinya ekonomi asing, maka Indonesia akan segera bangkit. Maka, kembali pada bagaimana model implementasi di pemda.
Gerakan Beli Indonesia banyak melakukan edukasi dan kerja sama dengan daerah-daerah. Agar, daerah menghidupkan semangat pembelaan terhadap produk anak bangsa sendiri, (serta) para pimpinan memberikan keteladanan tentang pentingnya pembelaan pada produk-produk Indonesia.
(Beli Indonesia) mendorong pemda untuk memprioritaskan anggaran untuk belanja produk-produk rakyatnya sendiri.
Juga meminta pemda untuk mengendalikan pertumbuhan modern market, atau minimarket berjaringan, serta mengembangkan ekonomi kerakyatan.
Kami pun mendorong tumbuhnya sektor swasta nasional melalui pembangunan infrastruktur, akses pembiayaan, penyederhanaan perijinan, dan pendidikan kewirausahaan.
Selain itu, juga mendorong agar pemda mengendalikan gaya hidup konsumtif di masyarakat dan menciptakan kehidupan yang murah bagi masyarakat. [Baca juga: Pegiat UMKM Optimistis Mampu Bangkitkan Perekonomian Bangsa]
Pemda mana saja yang telah menjalankannya?
Sedikitnya lebih dari 60 bupati, walikota, dan gubernur yang telah disambangi gerakan Beli Indonesia. Tentu praktik dan implementasinya berbeda-beda kadarnya.
Sebut saja Kabupaten Kulonprogo (DIY), dengan “Bela dan Beli Kulonprogo”-nya, mampu menurunkan kemiskinan dari 22 persen menjadi 12 persen. Industri di sana bertumbuh, petani beras dan gula semut kiat sejahtera.
Termasuk Pemda membatasi pertumbuhan minimarket berjaringan yang banyak membunuh warung-warung warga. Yaitu dengan tidak memberikan izin baru serta tidak memperpanjang izin yang sudah terlanjur ada sebelum gerakan ini dideklarasikan.
Contoh lain adalah “Beli Depok”, Pemda (Kota Depok) mengeluarkan moratorium berdirinya minimarket berjaringan serta menertibkan minimarket yang tidak berizin.
Ada juga “Beli Wonosobo” yang dalam pameran Beli Indonesia juga ikut serta. Bupati (Wonosobo) mengeluarkan edaran untuk memprioritaskan anggaran untuk belanja produk rakyatnya. Terutama, ketika rapat snack-nya harus asli daerah. Serta banyak lagi (pemda lain), seperti Kebumen, dan lain-lain.
Selama ini, sejak berdirinya, bagaimana perkembangan dan pengaruh gerakan Beli Indonesia?
Luar biasa ya! Karena terutama banyaknya pemimpin-pemimpin, baik itu pimpinan pemerintah daerah, para kiai, alim ulama, maupun pemimpin-pemimpin ormas yang melakukan gerakan ini dengan komitmen yang totalitas.
Seperti kita lihat di Kulonprogo, di Depok, (ormas) ‘Aisyiyah, dan kemudian kabupaten-kabupaten lain itu banyak sekali. Dan ternyata gerakan Beli Indonesia ini, kan, menurunkan angka kemiskinannya jelas gitu.
Di antara yang sering diserukan adalah melawan produk asing dengan membeli produk (bangsa) sendiri…
Ya itu sebenarnya tidak melawan produk asing, kan. Tetapi bagaimana membela produk anak bangsa, membela kepentingan anak bangsa sendiri. Itu yang mau kita suarakan.
Di antara masalah perekonomian Indonesia soal impor. Menurut Anda bagaimana?
Ya kita, kan, masuk dalam pasar bebas (MEA. Red) yang kita sendiri tidak mampu mengambil manfaat secara maksimal. Karena, ibaratnya orang perang itu keteteran.
Jadi anak-anak kita, produk-produk kita, dari dulu memang tidak berkuasa di pasar dalam negeri, justru semakin tidak berkuasa dengan dibukanya (pasar bebas) itu.* Bersambung ke tulisan kedua