JARUM jam menunjukkan pukul 13.00 WIB lewat tengah hari di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur. Satuan Tugas Buru Sergap (Buser) Polsek Metro Kramat Jati berkonsetrasi. Seorang residivis tengah diintai, jelang akhir bulan Februari lalu itu.
Tim Buser bersembunyi mengawasi gerak geriknya. Saat preman kesohor itu untuk kesekian kalinya hendak melancarkan aksinya, muncullah seorang anggota Buser berbadan kecil menghampiri. Tahu di hadapannya adalah polisi, Warso, denimian panggilan preman itu, mengeluarkan golok. Anggota Buser menanggapinya dengan mengeluarkan senjata api.
Karena terdesak, Warso akhirnya kabur setelah sempat mengayunkan golok ke arah anggota Buser tersebut. Anggota Buser mengejar setelah memberi tembakan peringatan.
Rampok spesialis ini rupanya sudah kadung kalap. Warso terus berlari dan melompat ke Kali Baru, Kramat Jati. Saat melompat itulah anggota Buser menembaknya Peluru bersarang di dada kiri dan tembus di pinggangnya. Ia tewas seketika.
“Dia pernah menyatroni beberapa rumah polisi untuk mendapatkan senjata api,” kata Kanit Reserse Kriminal Polsek Metro Kramat Jati Ajun Komisaris Bambang Sucipto kepada wartawan.
Catatan lain, hampir satu dekade silam (18/6/2002), di lokasi yang sama, seorang penjahat kambuhan bernama Wahid, yang kerap meresahkan warga tewas ditembak polisi dengan luka tembak di bagian dahi dan dada.
Polisi terpaksa menembak Wahid karena berusaha kabur saat hendak ditangkap. Polisi juga menemukan sebuah kunci leter T yang diduga digunakan korban untuk mencuri sepeda motor.
Wahid memang sudah lama menjadi target polisi. Perihalnya, pria berusia 30 tahun ini bersama teman-temannya pernah mengeroyok dan melukai empat anggota satuan pengaman pasar, Oktober 2000. Ia juga pernah mencuri lima sepeda motor di Kramat Jati.
Anak-anak Gepeng
Berbagai peristiwa itu sering membuat Haji Otong Suryana bergidik. Begitu kerasnya kerasnya hidup orang-orang gelandangan tak berumah yang ada di luar sana, di Jakarta.
Berangkat dari berbagai fenomena getir di sekitar tempatnya bekerja itulah, pria kelahiran Serang, 25 September 1955 berinisiatif mendirikan Yayasan Akur Kurnia (YAK). Yayasan ini didirikan karena keprihatinanya yang mendalam atas berbagai peristiwa memilukan itu.
Hobinya bersepakbola membikin Otong lebih mudah untuk melakukan interaksi dengan anak anak pengemis dan gelandangan sekitar pasar. Dari kegiatan latihan sepakbola, Otong mulai menarik simpati anak anak. Mereka diajaknya berbicara dari hati ke hati. Dari situ ia juga memahami problematika dan emosi anak anak asuhynya.
Dan akhirnya, YAK menjadi sebagai media untuk membina anak anak gepeng (gelandangan pengemis) di sekitar Pasar Induk Kramat Jati.
Dirintis sejak tahun 1996 lalu, bersama sejumlah sejawatnya yang sehati, Otong mulai aktif menyelenggarakan kegiatan yayasannya dengan mendidik anak anak pasar untuk dilatih sepakbola dan mengikuti sejumlah turnamen.
“Dengan kegiatan olahraga seperti ini, anak anak akan lebih diarahkan dan kita bisa memahami karakternya,” ungkap bapak enam orang anak dan 7 cucu ini.
Tidak berselang lama, atas dukungan banyak kalangan, kegiatan yayasannya pun berkembang dengan menyediakan 2 buah unit Rumah Singgah yang merupakan rumahnya sendiri sebagai rumah anak anak gelandangan.
Sekarang, YAK sudah memiliki Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) untuk para peserta didiknya yang dari berbagai usia. Tak jarang ada juga ibu ibu. YAK juga merupakan salah satu dari sekitar lebih 30 penyelenggara Rumah Singgah penerima dana program penyelenggara Rumah Singgah yang dibantu oleh Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) Kementerian Sosial RI.
“Anak asuh di sini yang ada 50 orang, mereka semuanya adalah anak anak muslim,” kata Otong yang ditemui Hidayatullah.com di yayasannya belum lama ini.
Otong tidak pandang bulu untuk menampung siapa pun. Sehingga tak berlebihan jika ia juga dengan tangan terbuka bersedia menampung anak dari Karyadi yang masih kecil kecil. Karyadi adalah seorang korban mutilasi yang santer diberitakan media belum lama ini.
Otong mengaku, spiritnya untuk menjadi pekerja sosial untuk membimbing gelandangan juga berangkat dari latar belakangnya yang broken home. Ia mengaku sempat sekolah tapi hanya di bangku Sekolah Rakyat (SR).
“Itupun kagak kelar,” katanya.
Prioritas Bina Iman
Otong mengutamakan pembinaan mental dan rohani untuk anak anak asuhnya. Di yayasannya, Otong menyelenggarakan kegiatan pengajian secara rutin. Ada ta’lim untuk orang tua anak jalanan (Anjal) dan juga untuk masyarakat umum yang digelar setiap hari Kamis setiap pekan. Selain itu ada juga kegiatan baca tulis hitung untuk anak, TK/TPA untuk anak binaan, dan sekolah informal.
“Pendidikan non formal ini diadakan agar anak anak didik itu tidak pada lari meninggalkan asrama dan kembali ke jalanan,” ujar suami dari Sa’adah ini.
Selain punya rumah singgah 2 unit dan kegiatan majelis ta’lim, ia juga menyelenggarakan Asrama Non-Panti, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBN), TPA, Komunitas Pedagang Asongan (KOPA), Kelompok Usaha Bersama (KUB), Taman Baca Anak (TBA).
Yayasannya kini memiliki pengasuh sebanyak 5 orang, termasuk tukang masak sehari-hari.
Berkat usahanya, Otong bersyukur karena alumni YAK didikannya sudah ada yang sukses menjadi pesepakbola nasional. Misalnya Sulaiman yang sempat masuk PON DKI Jakarta. Ada Mahendra yang bermain untuk Persjiap Jepara, dan Firman yang bermain untuk keseblasan Persitara Jakarta Utara (Jakut).
Tak sedikit juga anak anak asuhnya yang berprestasi di bidang lain. Misalnya, salah satu anak asuhnya mendaaptkan kesempatan untuk mengikuti Jambore Pramuka Asia Pasifik di Manila tahun 2009 lalu. Yang sangat membuatnya berbahagia adalah adanya kunjungan langung oleh Pak Menteri Sosial ke yayasannya tahun lalu.
Di luar kesibukannya sebagai pegawai Bapengkar dan menjadi orangtua anak anak gelandangan, bapak yang tinggal di Jl Taiman RT. 07/07 Kampung Tengah Kramat Jati saat ini juga masih kuliah menempuh pendidikan strata 1 di Universitas Azzahra jurusan Hukum.
Kini, meski atas usahanya yang luar biasa itu telah banyak berbuah. Ia mengaku masih terus merasa khawatir dan sedih jika anak asuhanya masih terlibat dalam pergaulan buruk.
“Ada juga yang biasa nyimeng diam-diam di dalam kamar walaupun sudah tinggal di rumah singgah,” tambah Otong saat ditemui hidayatullah.com ketika sedang bersiap berangkat ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk mendampingi sidang anak asuhnya yang ditangkap sebagai pemakai narkoba.
“Yang menyedihkan adalah ketika ada anak-anak ketahuan ternyata salah satu anak asuhnya adalah kurir atau pemakai narkoba. Kita sering dipanggil kepolisian kalau ada kasus kasus seperti ini,” tutur pria yang bekerja di Bapengkar Pasar Induk Kramat Jati sebagai juru tulis ini.*