JUMAT siang itu, matahari tidak terlalu terik menyinari kawasan DKI Jakarta. Ibukota Negara sebentar lagi menyaksikan sebuah hajatan besar yang populer dengan sebutan Aksi Damai 411.
Aksi ini digelar di bawah koordinasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI). Gerakan ini menuntut pemerintah segera memproses hukum Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Sebelum waktu shalat Jumat, beberapa kelompok massa terlihat sudah berkumpul di depan barikade polisi di Jl Medan Merdeka Barat. Sekitar 100 meter dari depan Istana Negara.
Sebenarnya, yang direncanakan GNPF MUI, massa baru akan bergerak ke sini dari Masjid Istiqlal usai shalat Jumat. Tapi, sebelum Jumat sudah cukup banyak massa di sini.
Seusai Jumatan, di jalur timur Jl Medan Merdeka Barat, satgas dari Majelis Mujahidin tampak membentuk 3 lapis barikade. Mereka memang sudah berjaga sejak sebelum aksi dimulai.
“Agar daerah untuk para habib aman dan steril dari provokasi,” ujar seorang koordinator lapangan ormas itu kepada hidayatullah.com, Jumat (04/11/2016).
Matahari semakin meninggi, puluhan bahkan ratusan ribu massa dari berbagai elemen berangsur-angsr semakin memenuhi jalan raya dari kawasan Patung Kuda ke Istana.
Di jalur barat Jl Medan Merdeka Barat, yang awalnya direncanakan untuk massa wanita, sudah terisi massa pria yang datang sebelum waktu Jumat tadi.
Saat itu mobil komando GNPF MUI belum datang, banyak kelompok massa yang berorasi sendiri-sendiri. Ada juga yang membuat barikade-barikade untuk organisasinya masing masing.
Sementara, di depan Istana, 3.000-an aparat keamanan dari TNI/Polri berjaga-jaga dengan kesatuannya masing-masing. Riuh rendah suasana di depan Istana.
Kelompok massa yang lain mencoba menenangkan situasi dengan berulang ulang menyanyikan yel-yel “Hati-hati, hati-hati provokasi!”. Massa juga menyenandungkan shalawat dan lagu Indonesia Raya. Situasi pun kembali kondusif.
Pada waktu ashar, suasana terasa begitu damai ketika sebagian polisi bersama sebagian massa mendirikan shalat berjamaah di jalan raya depan Istana.
Ditenangkan “Salam Yakusa!”
Tak lama kemudian, rombongan mobil komando GNPF MUI tiba di Jl Medan Merdeka Barat dari arah Patung Kuda melalui jalur timur. Sejumlah habib berorasi di atas mobil itu.
Lalu bergantian pimpinan ormas menyampaikan orasinya. Di sela-sela itu, Kapolda Metro Jaya dan Pangdam Jaya datang menjemput perwakilan GNPF MUI untuk berunding dengan pemerintah di dalam Istana.
Terjadi perundingan di Istana. Sementara di luar, tampak beberapa orang dari massa beratribut organisasi mahasiswa tadi kembali melempar botol ke arah polisi.
Bahkan sempat sebuah batu melayang di atas kepala awak hidayatullah.com dan sejumlah wartawan lain yang meliput dari belakang barikade polisi.
Melihat situasi itu, tiga orang senior Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) naik ke sebuah mobil sound pick up polisi. Dua orang naik ke atas kabin, seorang lagi berdiri di bak belakang.
Ketiganya mencoba meredam aksi pelemparan dengan berteriak “Salam Yakusa!” berulang-ulang. Situasi mereda.
Melihat itu, seorang komandan Laskar FPI dari Jawa Barat maju dan mencoba mengendalikan situasi. Massa yang beratribut organisasi mahasiswa tadi mundur menjauhi barikade polisi. Posisi mereka kemudian diambil alih oleh Laskar FPI.
PB HMI ‘Tantang’ Polri Tegakkan Hukum dengan Penjarakan Ahok
Sementara itu, perundingan antara delegasi dengan pihak pemerintah di Istana tampaknya berjalan alot. Sejumlah perwakilan GNPF MUI beberapa kali bolak-balik dari Istana ke lokasi massa untuk bermusyawarah bersama para ulama terkait perundingan.
Singkatnya, GNPF MUI setuju untuk bernegosiasi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sambil menunggu hasil negosiasi, orasi di depan Istana terus dilanjutkan.
Situasi tetap tenang. Beberapa tokoh bergantian berorasi, seperti Fadli Zon dan Ahmad Dhani. Di sela itu, awak hidayatullah.com sempat sekitar 30 menit mengalihkan fokus dari situasi di depan Istana.
Pelemparan Lagi
Sekitar pukul 18.30 WIB, awak media ini kembali fokus ke depan Istana. Terdengar keributan kecil dari arah jalur barat Jl Medan Merdeka Barat, tepatnya di sekitar lokasi yang tadi ditempati massa beratribut organisasi mahasiswa itu.
Saat dipantau, sudah tidak terlihat lagi Laskar FPI yang tadinya berjaga-jaga di situ. Sementara suasana mulai mencekam bersama datangnya malam.
Awak media ini berada di belakang barikade polisi bersama wartawan lain. Di depan petugas keamanan, sebagian orang tampak anarkistis. Terdengar teriakan-teriakan “Woi, woi, woi…!!!” oleh mereka..
Dari arah massa itu, tampak berbagai jenis benda, seperti bambu, tiang bendera, batu, botol plastik, dilemparkan ke arah barikade polisi dan para awak media yang meliput di dekatnya.
Pelemparan itu berasal dari sebagian kecil massa yang berada di barisan terdepan. Sementara, sebagian besar massa lainnya berupaya menenangkan situasi.
Salah seorang petugas keamanan yang berada di mobil sound polisi terus mengingatkan massa agar tidak anarki.
Saat itu yel-yel “Hati-hati, hati-hati provokasi!” sudah kurang terdengar. Sebagian massa ada yang sudah mulai kembali meninggalkan lokasi depan Istana.
Sementara “oknum massa” di bagian depan jalur barat tadi kembali melakukan pelemparan ke arah barikade polisi. Dari botol berisi air, sampai kayu, tiang bendera, bambu, dan batu pun terlontar bergantian.
Seruan agar “oknum massa” tersebut tenang terus disampaikan oleh pihak kepolisian melalui pengeras suara:
“Saudara-saudara, agar tetap menjaga ketertiban. Tolong, saudara-saudara, segera untuk bisa mengendalikan diri.”
Tapi timpukan dari “oknum massa” ini semakin kencang dan intensif. Salah seorang wartawan bahkan sempat terkena lemparan botol hingga berdarah wajahnya. Lemparan itu berasal dari arah massa yang membawa bendera sejumlah organisasi tertentu.
Seruan siap siaga sudah diteriakkan komandannya. Para wartawan disuruh mundur. Saat “kericuhan kecil” ini menjadi-jadi, awak media ini dihubungi koordinator peliputan (korlip) melalui sambungan telepon.
Korlip Kelompok Media Hidayatullah (KMH) yang bermarkas sementara tak jauh dari Istiqlal melakukan perubahan posisi para wartawan.
Pemandangan Kontras
Menariknya, sejak siang, di depan Istana ini terhidang pemandangan kontras. Ada dua jalur di Jl Raya Medan Merdeka Barat. Di jalur timur, massa tampak tenang-tenang saja.
Para polisi yang menjaga di depan massa ini bahkan meletakkan tameng-tameng mereka ke lantai. Barikadenya pun cuma sebaris. Antara massa dengan petugas pun tampak saling berkomunikasi santai.
Kondisi sebaliknya di jalur barat. Massa terlihat nyaris tak terkendali. Para polisi harus memasang 3 lapis barikade dengan alat pengamanan dalam posisi siaga. Di daerah massa inilah beberapa kericuhan kecil terjadi.
Dalam perjalanan ke kawasan Juanda, saat berada di dekat gedung PPI (barat Istana), awak media ini mendengar suara letusan dan sirine ambulans yang meraung-raung. Malam itu, kericuhan usai Aksi Damai 411 pun pecah!
Besoknya, dalam jumpa pers, HMI membantah tuduhan menjadi provokator kericuhan itu. “Hal tersebut tidak benar,” tegas Ketua Umum PB HMI, Mulyadi P Tamsir. [Update:Baca Klarifikasi PB HMI, PII, dan GPII soal Kericuhan Usai Aksi Damai 411]* Bilal Tadzkir/bersambung