Hidayatullah.com | ANDI Jaya resah, sejak sepuluh tahun silam (2009). Hampir separuh abad usianya, ia habiskan hanya untuk memikirkan kepentingan pribadi serta keluarganya. Dari situ hatinya tergerak ingin menghabiskan sisa hidupnya untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat.
“Cuma waktu itu saya bingung. Apa yang bisa saya kerjakan. Mau ceramah nggak bisa, karena bukan ustadz. Kalau bisa ceramah kan enak. Pahalanya bisa mengalir terus,” selorohnya.
Pria yang akrab disapa Andi ini terus memutar otak. Dalam benaknya senantiasa terbayang pertangungjawaban atas setiap waktu yang Allah Subhanahu Wata’ala berikan selama hidup di dunia. Sehingga, pada tahun yang sama dia berdoa sungguh-sungguh di Tanah Suci ketika berkesempatan menunaikan ibadah haji.
“Yaa Allah, berikanlah kepadaku petunjuk, kegiatan apa yang dapat memberikan banyak manfaat bagi masyarakat,” kenangnya mengulang doa tersebut.
Hampir lima tahun sejak berdoa di Makkah, Andi belum menemukan ide sama sekali. Kendati begitu, dia tak pernah putus asa. Batinnya selalu berkata mungkin Allah belum mengijabahi. Titik terang petunjuk Sang Pemilik Alam mulai tampak ketika memasuki tahun keenam.
“Saat itu, saya dapat informasi tentang gerakan mukena bersih. Saya pikir idenya bagus. Bisa ditiru. Cuma, saya pikir-pikir lagi, masak sih mau sama. Harus cari ide lain dong. Akhirnya saya dapat ide untuk membersihkan karpet di masjid-masjid,” jelas Andi.
Pada tahun 2016, pria kelahiran Jakarta, 4 Januari 1971, ini pun bergegas membeli vacuum cleaner (alat penyedot debu) dengan merogoh kocek pribadi. Target pertama adalah masjid dekat rumahnya, Masjid al-Muhajirin yang terletak di Perumahan Kemang Swatama, Depok, Jawa Barat.
“Dulu masjidnya masih kecil. Nggak sebesar seperti sekarang ini,” katanya.
Dianggap Sales
Menjadi marbut keliling—khusus membersihkan karpet—sekalipun tidak dibayar seperti Andi itu, ternyata bukan pekerjaan mudah. Ia sering merogoh kocek sendiri untuk membeli serbuk pembersih dan pewangi karpet.
Berbekal uang seadanya Andi membeli alat penyedot debu sederhana. Ukurannya relatif besar. Bobotnya jangan ditanya. Lumayan berat. Cara kerjanya juga cukup menguras tenaga. Sementara hasilnya, tak cukup memuaskan karena daya sedotnya tidak maksimal.
“Karpetnya harus dikeluarkan dari ruangan. Digebuk-gebukin dulu, agar debunya berkurang. Kalau nggak begitu, karpet nggak bersih,” bebernya.
Ketika mengawali kegiatan sosial ini, meski dibantu seorang teman, tetap saja lulusan Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1998 ini kelelahan. Ia mengaku teler selepas pulang dari bersih-bersih karpet. Rata-rata, ia butuh waktu sekitar dua jam bersama rekannya untuk membersihkan karpet sebuah masjid.
Ia lakukan beberapa bulan hingga akhirnya berhenti karena tidak ada yang membantu. Teman yang biasa membantu dapat pekerjaan baru. Ia tidak mampu jika bekerja sendiri dengan peralatan seperti itu.
Hampir setahun Andi berhenti. Andi mencari-cari vacuum cleaner lagi dengan desain yang lebih minimalis dan ringan. Akan tetapi punya kinerja yang memuaskan daripada yang dibeli sebelumnya. Di sela-sela waktu istirahat, ia tetap berbuat amal kebaikan dengan membagi-bagikan lampu bohlam gratis ke masjid-masjid sekitar.
Setelah menemukan alat penyedot debu yang diidam-idamkan (Ramadhan tahun 2018) Andi mulai aktif kembali menjadi marbut keliling. Ia bekerja dari satu masjid ke masjid lain, khususnya wilayah Depok, Jawa Barat. Namun sayang, ketika ia menawarkan diri untuk membersihkan karpet masjid banyak takmir yang meragukan jasanya.
“Justru saya sering dianggap sebagai sales vacuum cleaner, sekalipun saya selalu sampaikan kalau bersih-bersih karpetnya gratis,” kelakarnya seraya tersenyum.
Putra pasangan dari Sabir Yasin dengan Rosmainar ini sempat putus asa. Pasalnya, saat apa yang dilakukannya jauh panggang dari api. Jasa membersihkan karpet gratis yang ia tawarkan kepada takmir dari berbagai masjid mendapat penolakan berkali-kali.
“Ingin bersih-bersih karpet masjid kok susah sekali ya,” katanya saat disambangi Suara Hidayatullah di kediamannya, pertengahan Juli lalu.
Andi kemudian mencari cara lain, agar ikhtiar dalam mencari bekal akhirat melalui bersih-bersih karpet masjid tidak berhenti pada penolakan. Terlebih lagi, ketika di benaknya terbersit bahwa dengan mendatangi takmir dari satu masjid ke masjid lain itu seperti orang sedang meminta-minta. Padahal, ada cara yang lebih elegan.
“Akhirnya, saya dapat ide membuat flyer serta broadcast untuk dibagikan melalui media sosial (medsos) seperti WhatsApp. Itu setelah lebaran Idul Fitri tahun lalu,” katanya.
Suami dari Sri Muljani ini juga sempat berpikir, kalau upaya itu tidak membuahkan hasil jua, maka ia akan membuat kartu nama untuk dibagi-bagikan kepada takmir-takmir masjid. Namun, tanpa diduga, hasil sharing flyers dan broadcast di medsos itu mendapat respons yang luar biasa.
“Saya sampai kaget, ternyata banyak sekali pesan yang masuk untuk meminta jasa pelayanan membersihkan karpet masjid,” ujarnya senang.
Hampir mencapai 30 pesan permintaan. Kemudian Andi membuat daftar urut sesuai pemesanan. Kali ini, Andi bekerja sendiri karena sulit mencari teman yang bersedia membantunya. Sekalipun digaji, ada saja alasan dari orang-orang yang ditawarinya.
“Bismillah, meskipun sendiri, akhirnya saya mulai beraksi lagi. Saya yakin mampu karena alatnya lebih ringan. Nggak seberat yang sebelumnya. Ya, capek pasti ada tapi Alhamdulillah, ada kepuasan batin dalam hati,” ungkapnya.
Ada 70-an masjid di wilayah Depok, Jawa Barat, yang karpetnya sudah dibersihkan oleh penggemar olahraga dan baca buku ini. Ada tiga hari khusus yang dimanfaatkan Andi untuk berkeliling membersihkan karpet masjid yaitu Senin, Rabu, dan Kamis.
“Saya berangkat sekitar jam 9-an. Sebelum zuhur biasanya sudah selesai. Pulang, lalu istirahat. Sore sampai malam ngajar privat,” jelas salah satu guru honorer sebuah sekolah swasta di Kalimulya, Cilodong, Depok ini.*