“SELMAT…” Terdengar ucapan seorang pria dewasa, lalu diikuti suara sejumlah anak, “Selmat…”
“… dan sukses…” sambung pria itu, lagi-lagi diikuti ucapan senada para bocah, “… dan sukses…”
“Munas…,” diikuti ucapan yang sama, “Munas…”
Kata demi kata mereka sebut satu per satu “dengan susah payah”, hingga akhirnya mereka berhasil mengucapkan serangkaian kalimat singkat:
“Selmat dan sukses Munas Hidayatullah yang kelima…”
Kata pertama yang dimaksud sebenarnya “selamat”, namun pengucapannya terdengar “selmat”. Rangkaian kalimat pendek itu pun diucapkan sambil dieja, layaknya anak usia dini yang sedang belajar membaca.
Maklum, mereka tak fasih berbahasa Indonesia karena memang bukan WNI. Mereka adalah para penduduk sebuah negara di benua Afrika. Dari negeri yang nun jauh itu, mereka turut menyampaikan ucapan selamat dan sukses Musyawarah Nasional V Hidayatullah yang digelar pada 29-31 Oktober 2020 secara virtual.
Uniknya, ucapan selamat tersebut baru sampai di Indonesia pada bulan berikutnya. Kok bisa? “Terlambat (terkirim) karena mereka kehilangan signal hampir sepekan,” ujar Ketua PD Pemuda Hidayatullah Balikpapan, Imam Muhammad Fatih Farhat, memberi keterangan pada video ucapan selamat tersebut di WhatsAppnya.
“(Ini video kiriman) teman di Niger,” jelas Imam kepada hidayatullah.com, 5 November lalu, hampir sepekan setelah berlalunya Munas V Hidayatullah. Imam memang pernah kuliah di Afrika, tepatnya di Sudan. Dari Sudan itulah terjalin jaringan silaturahim dan ukhuwah antara dirinya dan rekan-rekannya sesama santri Hidayatullah dengan umat Islam asal Benua Hitam tersebut.
“Semoga Hidayatullah berdiri di Niger! Aamiin!” harapan para pelajar Niger dalam video yang ramai beredar di WhatsApp tersebut.
Hidayatullah sebenarnya sudah tak asing bagi sebagian tokoh dan masyarakat di Afrika. Pada Maret 2016 lalu, misalnya, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah Nashirul Haq dan Rektor Universitas Al-Quran Al-Karim dan Ilmu-ilmu Keislaman, Sudan, Prof Ahmad Sa’id Salman, melakukan penandatanganan dokumen kesepahaman. Penandatanganan di kota Oumdurman, di pinggir ibukota Sudan, Khartoum itu terkait kerja sama pendidikan.
DPP Hidayatullah juga menjalin silaturahim dengan sejumlah ulama dunia, antara lain Syeikh Abdul Hayy Yusuf, Wakil Ketua Perhimpunan Ulama Sudan, dan Syeikh Muhammad Yasir Al-Musdi, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Ulama Suriah yang sedang bertamu ke Sudan, bulan yang sama. Selain itu, DPP Hidayatullah bersilaturahim dengan Ketua Rabithah Ulama Muslimin Sudan Syeikh Amin Al-Hajj Muhammad Ahmad di kediamannya.
Bukan cuma di Afrika. Ormas yang berusia lebih dari 47 tahun ini pun telah menjalin ukhuwah dengan berbagai pihak di belahan negara lain, seperti di Turki, dan lain sebagainya.
Di awal-awal tahun 2020, Tim DPP Hidayatullah selama sepekan menziarahi berbagai lembaga dakwah, pendidikan, dan kemasyarakatan di Thailand Selatan dan Semenanjung Malaysia. Tim gabungan ini terdiri dari Ketua Departemen Luar Negeri, Ketua Departemen Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Ketua Departemen Dakwah.
Selama dua hari mereka bersilaturrahim dengan 5 sekolah/madrasah/pesantren dan sebuah universitas di dekat perbatasan Thailand-Malaysia. Safari ini didukung organisasi HALUAN Malaysia yang bergerak di bidang pendidikan, dakwah, dan kemanusiaan.
Baca: ‘Thailand Selatan Bertahun-tahun Konflik, tapi Sekolah dan Pesantrennya Bagus-Bagus’
Di setiap lembaga yang dikunjungi, Tim DPP untuk Pemetaan Dakwah dan Pendidikan Asia Tenggara ini menawarkan beberapa hal. Yaitu: Beasiswa bagi putra-putra Thailand Selatan untuk nyantri di pesantren-pesantren Hidayatullah; Setahun pengabdian mahasiswa-mahasiswa tingkat akhir perguruan tinggi Hidayatullah; Undangan menghadiri Jambore Pandu Muslim Internasional 2022 di Balikpapan; Pengiriman tim dakwah dan daurah sesuai bidang yang diperlukan; dan Kunjungan pertukaran pelajar/santri dan ustadz/ustadzah selama sebulan.
Tentu tak sebatas itu. Pendiri Hidayatullah Allahuyarham KH Abdullah Said sejak lama sudah mencanangkan syiar dakwah mereka menjangkau seluruh penjuru dunia.
Sinergitas Skala Internasional
“Kalau kita belum bisa mendunia, ya paling tidak di Asia. Kalau belum bisa Asia, ya Asia Tenggara. Kalau Asia Tenggara belum bisa, ya Indonesia. Kalau belum bisa juga, ya satu provinsi. Belum bisa provinsi ya kabupaten, atau kecamatan.”
Ungkapan Ustadz Abdullah Said itu menghentak jamaah dalam sebuah ceramahnya, bukan saat Pesantren Hidayatullah telah tersebar di berbagai daerah di Indonesia, tetapi saat masih di tahap perintisan, puluhan tahun silam.
Kala itu, Kampus Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak baru saja dibuka. Di situ baru ada masjid darurat dan beberapa gubug sederhana. Alang-alang dan semak belukarnya lebih banyak. Namun Abdullah Said sudah menggantung cita-cita di “langit”.
“Ustadz Anshar Amiruddin nanti kita kirim ke Inggris. Ustadz Manshur Salbu kita kirim ke Prancis!” ujarnya sambil menyebut beberapa nama kadernya.
Baca: Allah Sambungkan Indonesia-Sudan-Suriah di Jumat Berkah
Suatu pagi Abdullah Said naik ke bukit di sebelah selatan pintu masuk kampus Gunung Tembak. Sambil menatap terbitnya matahari, telunjuknya mengarah ke suatu titik:
“Nantinya kita akan punya kampus sampai ujung sana itu. Bahkan kalau mampu membebaskan tanah sampai pinggir laut. Suatu saat kita akan bikin pelabuhan di sana, supaya kalau kita punya kapal selam bisa bersandar di situ.”
“Kalau PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) di New York tahu apa yang kita kerja, niscaya mereka akan datang menyaksikan. Kenapa? Karena apa yang kita geluti ini bisa masuk keajaiban dunia.”
Sejak Hidayatullah berdiri secara resmi pada tanggal 7 Januari 1972 (2 Dzulhijjah 1392 H) berupa pesantren di Karang Bugis, Balikpapan, asa Abdullah Said tak pernah padam. Hingga kemudian terwujud kampus Gunung Tembak seluas 120 hektare, sebagai tempat peragaan peradaban sekaligus tempat menggembleng para dai yang akan ditugaskan menebarkan rahmat ke seluruh negeri.
“Untuk Indonesia ada 27 provinsi (saat itu –red), tidak perlu banyak-banyak kader. Cukup 27 orang saja. Di tiap provinsi itu kita pasang ‘gardu-gardu listrik’. Tinggal pencet tombol generator di Gunung Tembak, maka seluruh Indonesia akan menyala semua,” ujarnya.
Sebagaimana dikutip Majalah Suara Hidayatullah pada laporan 47 Tahun “Bahtera” Hidayatullah, Oktober 2020, ormas dengan gerakan utama dakwah dan tarbiyah ini telah tersebar pada setidaknya 582 kampus pesantren di 374 kota/kabupaten di Indonesia.
Sebagai sebuah haraqah bervisi “Membangun Peradaban Islam”, tentu batas teritorial negara bukanlah ujung perjalanan. Lahan dakwahnya tak bertepi, sebab di berbagai belahan dunia lainnya juga amat memerlukan sentuhan kemuliaan ajaran agama ini.
“Di Batam telah berdiri kampus yang disebut Asia Raya. Dengan manajemen global, maka di sini harus ada kursus berbagai bahasa di lingkup Asia. Misalnya bahasa Arab, Mandarin, Jepang, Urdu, dan lain-lain. Ini diperlukan untuk diplomasi dakwah di kawasan Asia,” ujar Ustadz Abdurrahman Muhammad, Pimpinan Umum -sekarang Pemimpin Umum, red– Hidayatullah, pada acara “Sarasehan Pendiri dan Perintis Hidayatullah” di Batam (1-3 September 2018).
Senada itu, Nashirul Haq pada sambutannya dalam penutupan Munas V Hidayatullah di Depok, Jawa Barat, Sabtu (31/10/2020), meneguhkan komitmen lembaganya dalam menjalin kerja sama keumatan secara nasional bahkan internasional.
“Sinergitas antara harakah Islamiyah dalam skala internasional antar bangsa akan terus kita tingkatkan dalam rangka bersama sama mewujudkan peradaban Islam yang agung di muka bumi ini,” ujar alumnus Universitas Islam Madinah dan International Islamic University Malaysia ini.
Menggapai asa “melangit” sang pendiri, kini telah banyak pula kader-kader muda Hidayatullah yang menuntut ilmu dan berkiprah di berbagai kota di dunia. Harapannya tentu mereka bisa menjadi generasi pelanjut cita-cita para pendiri dan perintis. Generasi masa depan yang berjalan dengan tegak di muka bumi, mengusung peradaban mulia. Generasi yang percaya diri dengan peradaban Rabbani ini, tidak justru silau dengan peragaan peradaban lain. Generasi yang terus memperjuangkan urusan-urusan kaum Muslimin. Sebagaimana harapan dari Ketua Umum Hai’ah Ulama Palestina, Dr Nawwaf Takruri.
“Penghormatan kami, cinta dan rindu kami kepada seluruh rakyat Indonesia dan secara khusus untuk organisasi Hidayatullah mereka yang memikul dakwah kepada Allah di pundak mereka, juga penyiaran dan pendidikan syariah Islam kepada generasi…. Seluruh rakyat Palestina merindukan dan mencintai rakyat Indonesia. Tangan-tangan kalian mulia karena selalu membantu Palestina. Kalian selalu memikul urusan (Baitul Maqdis) ini, urusan setiap Muslim. Tiada keraguan bahwa kerja dakwah dan tarbiyah kalian langsung terasa dampaknya di Palestina,” ujar Dr Nawwaf dalam video dari Departemen Hubungan Antarbangsa DPP Hidayatullah dirilis Biro Humas pertengahan November 2020.* (Pambudi Utomo/Muh. Abdus Syakur/Ainuddin Chalik)