Lanjutan Irit Ongkos dengan “Berantem”, Demi Sabun Cuci Teman Digilir
Abdurrahman Sibghatullah, rekan sekampus Faiz punya cerita berbeda terkait situasi ekonomi di Sudan. Meski baru sekitar 3 bulan di sana, Abid, sapaan akrabnya, sudah merasakan imbas kenaikan harga-harga.
“Awalnya belum merasakan apa yang dirasakan teman teman yang lama (senior). Tapi hari ke hari, ternyata apa yang dirasakan senior kami itu menimpa kami yang junior. Hal itu kami bisa rasakan terhadap kenaikan harga sembako, buah, transportasi begitu pun mie yang berlisensi Indonesia. Dan ternyata mie adalah makanan kesukaan anak-anak Sudan. Tapi setelah harganya naik 100 persen, ya mereka akhirnya mikir-mikir lagi kalau beli,” tutur pria kelahiran Makassar, 20 juli 1992 ini.
Menurut Abid, naiknya harga-harga kebutuhan di Sudan juga akibat pergolakan di Mesir. Hal itu berdampak pada produk-produk asal Mesir, seperti sembako, alat-alat mandi, buah-buahan, dan kebutuhan dapur.
“Yang paling kami rasakan adalah naiknya harga-harga buku karena hampir semua buku-buku yang ada di Sudan didatangkan dari mesir,” ujar anak dari seorang ustadz di Sulawesi Selatan ini kepada hidayatullah.com secara terpisah.
Minim Perhatian Pemerintah
Faiz, Farhat dan beberapa rekannya sudah berada di Sudan kurang lebih setahun. Keduanya berangkat ke Sudan atas beasiswa dari donatur di Tanah Air. Namun kini, Farhat mengaku tak tahu kelanjutan beasiswa tersebut.
Selama berada di Sudan, Farhat merasa benar-benar kewalahan mensiasati kebutuhan hidup sejak 3 bulan terakhir. Hal ini seiring melejitnya kurs dolar terhadap rupiah yang mencapai di atas Rp 12.000, seakan menyambut tahun baru 2014.
“Ini sudah keterlaluan. Sangat dirasakan oleh teman-teman. Apalagi kebanyakan yang datang ke mari penuntut ilmu dengan biaya pribadi tanpa sponsor. Siapa bilang Indonesia merdeka kalau kurs dolar terus-terus melambung?” keluhnya.
Para mahasiswa Indonesia pun berharap rupiah segera stabil. Mereka terus berdoa agar selalu dimudahkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala dalam bertahan hidup dan belajar di Sudan.
“Berharap pemerintah Indonesia membantu mahasiswa di Sudan, serta pemerintah Sudan mengambil kebijakan untuk masalah ekonomi yang lebih diperhatikan,” ujar Faiz.
Sementara Farhat, saat ditanya sejauh mana tindakan khusus pihak Kedutaan Besar (Kedubes) Republik Indonesia di Sudan terhadap para mahasiswa Indonesia, dia menyebut tidak ada.
Farhat pun menuntut keseriusan pemerintah khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam mengatasi ekonomi rakyatnya. Sebab dampak melemahnya rupiah, menurutnya, tidak hanya dirasakan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri, tapi juga di Tanah Air.
“Stabilisasikan ekonomi, tempatkan rupiah pada haknya. Kalau (mantan presiden) BJ Habibie saja lulusan teknik bisa tegas, kenapa Pak SBY lulusan TNI tak bisa tegas urusan dolar?” tuntutnya menitip pesan lewat media ini.*